Hanya dalam hitungan jam, kabar Danu mendatangi adik kelas menjadi bahan pembicaraan hangat. Hal–hal yang berbau asmara memang selalu jadi topik utama para ghibahers untuk melatih otot mulut. Cukup bermodalkan kabar burung, maka bisikan demi bisikan akan mulai terdengar. Istilah ‘dinding pun punya telinga’ nampaknya bukan hanya sekedar omong kosong.
“Katanya, lo nyamperin adek kelas?” tanya Bibin kepada Danu.
“Tahu dari mana?”
“Yaelah, udah rame kali yang omongin,”
Danu terdiam mendengar penuturan Bibin. Cukup kaget mengetahui bahwa aksinya menjadi pusat perhatian bahkan santer tersiar sana–sini. Padahal kedatagannya bukan kesengajaan. Niatnya hanya ingin mencari tahu, Faira si gadis yang cukup menyita perhatiannya selama PLS berada di kelas mana. Sekedar melewati ruang kelas X⁴, rungunya tak sengaja mendengar suara yang familiar dan tanpa dikomando kakinya bergegas mencari sumber suara dan mendapati Faira, si pemilik suara tengah adu mulut dengan sahabatnya.
“Kalo mau main–main, jangan sama Faira,” Lamunan Danu buyar begitu mendengar suara Ronal. Si ketua osis sekaligus kakak kelas Danu. Keduanya satu tim saat PLS dan Ronal cukup sadar akan ketertarikan Danu pada Faira.
“Lo, kenal Faira?” tanya Bibin karena seniornya itu tampak mengenal sosok Faira.
“Gue sama Danu, kan setim selama PLS,” jawab Ronal sekenanya.
“Faira yang mana sih, orangnya?”
“Dia yang pernah Abdi hukum nyanyi pas main game. Cewek yang kalo ngumpul di aula selalu duduk paling depan. Pokoknya kalo ada yang paling rajin nulis sewaktu materi, itu dia orangnya.”
Abdi diam sejemang. Memutar otak guna mengingat sosok yang Ronal maksud. Yang lain pun ikut berpikir, menggali ingatan selama PLS minggu lalu. Hingga gebrakan meja mengagetkan mereka.
“Itu orangnya?!”
“Apa sih, Bin? udah ngagetin, nggak jelas pula ngomongnya.” Riko menatap kesal ke arah Bibin yang masih memasang wajah speechless.
“Gue inget sekarang! Dia yang pendek itu, kan?” Bibin terlihat sumringah ketika membahas cewek yang dimaksud.
“Lo keliatan seneng tapi kok ngejek, ya? perhalus bahasa, bisa?” sanggah Danu dengan muka datarnya karena gebetannya dikatai pendek. Sementara Bibin tampak cengegesan karena spontan mengeluarkan kata yang rada sensitif.
“Sorry. Iya, dia kurang tinggi emang. Tapi manis, gemesin gitu anaknya.” Bibin beralih menatap Danu penuh harap. “Lo kalo mau main–main, cari yang lain aja. Faira buat gue.”
Bibin juga merasa tertarik sejak awal dengan sosok Faira, gadis yang tidak mudah terintimidasi serta pintar berbicara. Sedikit menyesal karena tidak sempat mengenalnya meski hanya sekedar nama saat itu. Lalu niatnya untuk ikut menggebet Faira kini dihadiahi tatapan membunuh oleh Danu.
Danu kekeh untuk menggebet Faira apapun yang terjadi. Beda dengan Bibin yang mencoba membujuk Danu dengan mengusulkan beberapa cewek yang menurutnya sesuai dengan kriteria Danu. Adu mulut pun tak terelakkan kala keduanya sama–sama tidak mau mengalah.
“Orangnya yang mana, sih?” Riko bertanya sambil menatap sekeliling kantin. Mencari objek yang diperebutkan temannya serta membuatnya penasaran akan wujudnya lantaran diantara mereka berempat, hanya dirinya seorang yang bukan anggota osis dan tentu saja tidak ikut serta saat PLS berlangsung.
Danu, Bibin dan Ronal pun tanpa sadar ikut mencari. Ketiganya mencari lebih teliti karena mengetahui bagaimana porsi tubuh Faira yang mudah tenggelam di keramaian. Hingga tak lama kemudian pandangan Ronal terhenti di pintu masuk kantin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whats Wrong With Me?
Teen FictionFaira, terjebak dalam hutang budi dan empati tak manusiawi. Gadis muda yang perlahan mati rasa perihal takdir yang tak pernah memihak. Dia sekarat, namun malaikat maut tak kunjung menghampiri. Apa yang salah dengannya? Tak cukup terlahir sebagai an...