“Gue ke sana dulu,” Faira bergerak keluar dari barisan. Menghampiri Ronal yang masih memandangnya lalu memberi kode agar mengikutinya.
Faira hanya merasa ada sesuatu yang mengusik seniornya dan mungkin itu tentang dirinya karena Ronal terus menatapnya.
“Kakak mau ngomong apa?” tanya Faira setelah mereka lumayan jauh dari keramaian.
Ronal yang ditanya sempat tercengang untuk sesaat. Faira terlalu peka pada sekitar atau dirinya yang terlalu mencolok dengan kecemasannya, entahlah.
“Ekhem.” Ronal berdehem pelan sebelum menatap Faira. “Lo...baik–baik saja?”
“Sepertinya,” ucap Faira pelan.
Entahlah, Faira juga tidak tahu bagaimana kondisi hatinya saat ini. Kecewa itu pasti, namun mengetahui seseorang peduli akan perasaannya cukup membuatnya senang.
“Terima kasih, karena udah peduli kak,” sambung Faira mengulas senyum.
Ronal ikut tertular menyungging senyum. Seperti ada kelegaan tersendiri mendengar Faira mengatakannya secara langsung dari pada hanya sekedar menerka–nerka.
“Senang mendengarnya,” ujar Ronal menegaskan. Meski sebenarnya dia pun tidak tahu, atas dasar apa ia harus menanyakan sesuatu di luar haknya.
Faira berbincang sebentar dengan Ronal. Membahas apa pun yang dirasa bisa mencairkan suasana sebelum kembali ke posisi masing–masing.
“Kak Ronal ngomong apa?” tanya Shasa setelah Faira kembali duduk di sampingnya.
“Sesuatu yang nggak penting,” ucap Faira pelan yang membuat Shasa mengernyit.
“Nggak penting?” Shasa bingung sendiri karena tak menemukan petunjuk apapun tentang apa yang Faira maksud. Rasa ingin tahu juga menyerbu untuk dipuaskan. “Apa?”
Faira yang tadinya menikmati pertunjukan sulap di tengah lapangan, menoleh pada Shasa yang ternyata masih tertarik dengan urusannya dengan Ronal.
“Apanya yang apa?” tanya Faira pura–pura tidak paham apa yang Shasa tanyakan.
“Ish!” Shasa menepuk gemas paha Faira sambil mendelik ke sahabatnya itu. “Lo ngomongin apa sana kak Ronal? Hal gak penting yang bagaimana, maksud lo?!”
Pekikan Shasa cukup mengalihkan perhatian beberapa orang yang duduk di dekat mereka. Uci yang tadinya bisik–bisik dengan Rina mengenai gosip terbaru pun berbalik menatap Shasa yang tampak malu diperhatikan banyak orang dan Faira hanya bisa mendengkus kesal akan pekikan Shasa.
“Oh, iya. Elo tadi ketemu kak Ronal, ya? Ngomongin apa?” tanya Rina mendekatkan wajahnya. Jiwa kepo nya menguarkan aroma tajam yang direspon delikan tajam oleh Faira.
“Mundur. Males gue ngomong sama elo. Mulut lo terlalu ember buat bahas kek ginian,” ucap Faira yang sudah ampun dengan sikap lambe turah Rina yang bukan main.
“Asli, gue tambah kepo denger lo ngomong kayak gitu,” ujar Rina pantang mundur. Semangat lambe turahnya malah kian berkobar.
“Sini deh.” Faira memberi kode agar Rina, Uci dan Shasa lebih mendekat ke arahnya. Alhasil, tiga buah kepala terjulur di sekitar tubuhnya. “K E P O!!”
Uci, Shasa dan Rina kompak menggosok telinga mereka yang berdenging. Parah, rasanya gendang telinga mereka seperti ditampuk keras di acara dangdutan kampung.
“Taik, lo Faira!” umpat Uci masih mengelus pelan daun telinganya.
“Makanya jangan pada kepo.” Faira kembali menyaksikan acara di depan mata. Bersikap biasa saja seolah teriakannya tadi hanya sekedar angin lalu. Nyatanya, beberapa senior bahkan mengalihkan pandangannya pada Faira yang berteriak beberapa saat lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Whats Wrong With Me?
Teen FictionFaira, terjebak dalam hutang budi dan empati tak manusiawi. Gadis muda yang perlahan mati rasa perihal takdir yang tak pernah memihak. Dia sekarat, namun malaikat maut tak kunjung menghampiri. Apa yang salah dengannya? Tak cukup terlahir sebagai an...