20) Relation

220 22 2
                                    

Pintu berkusen kamar asrama yang biasanya dengan terburu dan tanpa ragu Hayzar buka --karena di dalamnya berkemungkinan terdapat presensi teman yang entah semenjak kapan kerap rusuh dicarinya-- kini seolah diam berdiri mengulitinya. Ia bagai mempertanyakan apakah pikiran rasional yang selalu Hayzar nomorsatukan itu sudah berbuah lara.

Tak terdengar suara apa dari dalam sana. Pukul lima sore. Bertaut enam jam setelah Jeff tinggalkan Hayzar dengan segores luka.

Selama enam jam, Hayzar hanya menatapi lanskap panorama semesta yang tersuguh di sekitarnya. Berusaha menuai buah pikir yang mungkin dapat dikatakan dominan berkemanusiaan daripada sekadar rasionalitas. Ia berusaha memahami segala yang terjadi dari kacamata Jeff, bahkan Zay dan Shaka.

Semuanya terasa benar. Rasionalitas yang awalnya selalu dan selalu Hayzar rajakan itu, musnah ketika nyatanya dunia ini memberikan pilihan hidup yang tak seperti teorinya. Hidup adalah praktik. Rasionalitas yang ada di otak Hayzar itu barangkali dapat benar, tetapi bukan berarti harus selalu direalisasikan dalam masalah yang hanya punya abstrak.

Mungkin, sebab itu juga Hayzar tak pernah banyak punya teman sebelumnya. Hayzar itu kaku. Hidupnya terlalu berpatokan pada rencana dan aturan. Isi pikirannya hanya soal bagaimana hidup --yang terus menuruti orang tuanya itu-- berjalan mulus. Hayzar punya pemikiran dan prinsip yang dianut. Jika ada orang lain yang baginya tak sesuai dengan apa-apa saja yang tertanam di otaknya, Hayzar tak segan lakukan apa pun untuk mempertahankan pendapatnya.

Hayzar mana peduli dengan perasaan, dengan bagaimana ia memanusiakan orang lain ketika adu keyakinan. Hayzar itu cuma mau segala sesuatu berjalan selaras dengan prinsip yang sudah tertanam kuat di benaknya.

Padahal, hidup itu fleksibel. Apa yang jadi prinsip bagi kita, jangan pernah terapkan pada siapa saja. Apa yang bagi kita benar, jangan anggap bagi individu lainnya juga benar.

Kehidupan itu hanya soal belajar. Belajar bahwa prinsip itu hanya pemagar langkah, belajar bahwa aturan itu cuma pemaku jalan. Praktiknya? Persetan dengan teori yang dipelajarinya, bodo amat dengan prinsip yang dianutnya. Segalanya tetap berpeluang lima puluh persen berhasil, pun lima puluh persen gagal. Apabila berhasil, itu jelas dengan bantuan tangan Tuhan, tetapi bila gagal, manusia memang sepantasnya harus terus belajar dan belajar pada segala praktik yang pernah terjadi di kehidupannya.

Prinsip hidup itu tidak universal dan selalu fungsional apabila kita terus-terusan berpedoman ketat kepadanya tanpa mau belajar hal lain dalam praktiknya.

Pikiran Hayzar dipaksa menepi kala kenop pintu yang ada dalam pandangan Hayzar bergerak turun. Sudah terlambat baginya untuk bersembunyi atau tak terlihat kalau ragu-ragu masuk ke dalam kamar.

Zay rupanya.

"Zar?"

"Eh? Haha, lo mau kemana Zay?"

"Keluar sebentar ketemu mama. Lo sendiri kenapa nggak masuk?"

"Ohh, tadi ngeliatin ada cicak besar banget di atas, jadi berdiri di sini dulu," elak Hayzar sembari tertawa kikuk. Tidak bohong, kok, ia kalau ada cicak besar. Nyatanya di atas pintu kamar memang ada seekor cicak yang ukurannya dapat dibilang lebih besar dari umumnya.

Terima kasih pada cicak karena sudah menyelamatkan Hayzar.

"Oh, oke. Gue duluan, ya?" balas Zay.

"Lo makan malem di sini?" tanya Hayzar.

"Nggak. Kalian aja, gue mau keluar sekalian."

Hayzar mengangguk pelan sembari menatapi langkah Zay yang mulai menjauh dari pintu kamar. Tak ada alasan untuk tetap berdiri di depan pintu kamar bagi Hayzar.

End(less) Rainbow (HeeJake)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang