FOURTEEN

18.6K 2.5K 61
                                    


Xavia terbangun, tidak ada rasa sakit yang menyengat dadanya seperti tadi. Xavia bangun dengan pakaian tidurnya. Di luar terdengar suara riuh disertai teriakan memilukan. Penasaran, Xavia akhirnya keluar dari kamarnya. Mendapati genangan darah dan mayat ksatria yang mana tubuh dan kepala sudah terpisah. Ada begitu banyak. Dan terkejutnya, salah satu orang yang mati adalah Marten.

"Yang Mulia," panggil seseorang dengan suara lirih dan khawatir. "Ayo, kita pergi!" Zee dia terlihat sedikit tinggi dari sebelumnya. Apa yang terjadi? Mendadak ada pembunuhan seperti ini. Xavia menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan memasuki kamar, mencari sebuah kotak penyimpanan pedangnya. Tetapi tidak ada, Xavia panik. Ia harus melindungi diri. Gadis tersebut mencari pedangnya dengan gencar. Tetapi, kegiatan pencarian terhenti saat Zee menarik Xavia dengan wajah galak.

"Anda harus selamat! Kita harus pergi Yang Mulia!"

Begitulah kemudian Zee menarik tangan Xavia keluar. Dan begitu ia keluar, semakin banyak saja mayat yang dilihatnya. Anyir darah tercium dari segala penjuru. Dan yang membuat napas Xavia tercekat adalah mayat Zelene yang tersayat-sayat. Zee yang melihat itu menggenggam tangan Xavia kian erat.

Ketika itulah Xavia sadar keadaan mereka tidak baik. Xavia mengambil salah satu pedang dan ikut berlari bersama Zee. Sekarang, ia akan mengikuti Zee.

"Hei, hei, lihat aku menemukan putri bungsu mereka!" teriak seseorang yang menghadang Xavia dan Zee. Orang itu tinggi besar dengan pakaian ksatria suci. Ksatria suci? Apa yang terjadi?

Pats!
Dari arah belakang seseorang memanah sendi lengan kanan Xavia hingga pedang yang digenggamnya jatuh.

"Seorang putri tidak cocok memegang pedang berlumuran darah, Yang Mulia," bisik seseorang dari belakang Xavia.

Zee sudah panik sejak tadi melihat Xavia dipanah seseorang itu.

Xavia bisa melihat orang yang memanahnya adalah seorang pendeta dengan rambut perak yang bagus. Manik merah darah yang terang karena sinar rembulan. Dia menyeramkan. Padahal seorang pendeta.

Ksatria suci membawa Xavia dan Zee secara paksa ke aula istana. Di sanalah Xavia melihat, Julius, Celyn, Alfred, Aaric, dan Teresa yang diborgol. Mereka langsung menatap Xavia yang baru datang dengan tatapan cemas. Apalagi melihat anak panah di sendi lengan kanan Xavia.

Gadis itu mendecih melihat tatapan simpati itu, mengalihkan wajahnya. Tetapi, yang membuatnya heran adalah Julius semakin tua, dan tiga orang saudaranya sudah dewasa. Xavia melihat pantulan dirinya pada guci emas di sisi kanan yang tak jauh darinya, di sanalah ia bisa melihat wajah yang sedikit dewasa. Apa yang terjadi? Kenapa bisa waktu berlalu begitu cepat dan mendadak seperti ini?

"Hahaha! Tahukah kalian betapa senang aku melihat kalian yang seperti ini?" Pendeta Agung, duduk di singgasana kaisar dengan wajah menyeramkan dan aura gelap yang mengelilinginya, kedua mata pendeta Agung itu berwarna hitam dan menyorot kosong.

"Kalian percaya dan setuju menelantarkan putri kalian karena perkataanku."

"Itu adalah hal yang paling aku sukai. Apalagi kalian terus menurutiku, sekarang rakyat berpihak padaku. Setuju untuk menghancurkan kalian yang selama ini selalu berada di atas, kalian sudah membuat keluargaku hancur!"

Pendeta Agung terus berbicara dalam hening aula yang temaram. Tak seperti biasanya, aula istana itu gelap dan suram.

"Bagaimana bisa aku yang keluarganya hancur karena kalian justru mengabdikan diri?"

"Apalagi, kalian percaya aku adalah Pendeta Agung. Ahahaha!"

"Sudah kuduga dia palsu," bisik Xavia.

Ya, logika saja. Mana ada seorang pendeta Agung seperti orang tua itu yang sangat pengatur dan pemarah. Yang bodohnya juga orang-orang itu malah percaya.

Don't Fall In Love [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang