THREE

24.4K 2.9K 4
                                    


Sebuah ide datang. Aku yang awalnya bingung bagaimana caranya agar bisa keluar mengikuti perang tanpa harus diwawancarai oleh Zelene akhirnya melakukan ini.

Langkahku mulai menapaki taman indah milik putri kesayangan kaisar itu. Tempatnya tidak jauh dari istana Selatan, jadi kalau dipikir oleh otak kebanyakan orang mungkin akan terasa wajar seorang anak ada di taman itu. Terakhir kali aku ke sini karena tersesat, aku dihukum oleh pelayan Teresa dengan bersimpuh di pintu masuk taman hingga sore.

Jadi, mungkin saja hukuman kali ini akan lebih buruk. Dikurung, adalah hukuman yang aku inginkan. Jadi, aku memetik bunga di sini.

"Hahaha!" Suara tawa itu terdengar dari pusat taman. Tawa anak perempuan dan beberapa orang lainnya.

Keluarga bahagia, wajar jika mereka tertawa senang begitu.

"Kau sedang apa?"

Suara yang aku tunggu akhirnya terdengar. Ada untungnya juga sengaja memetik dan merusak tanaman di tempat yang agak mencolok. Pelayan Teresa Alston menemukan aku yang berjongkok sembari memetik bunga dan mengotori tanah taman dengan kelopak bunga dan rantingnya yang patah.

"Dasar orang rendahan!" Pelayan tersebut menarikku paksa. Cengkeramannya cukup erat, cukup untuk membuatku mengutuknya dalam hati karena kesal.

Suara nyaring dari benturan tubuhku dengan dinding kayu sebuah ruangan kecil terdengar. Beberapa bagian tubuhku terasa sakit karena perbuatan tersebut.

"Diam di sini, keberadaanmu akan merusak acara minum teh, Putri Teresa."

Aku diam tak menjawab, hanya memasang wajah sedih hingga kemudian cahaya terang dari matahari yang masuk melalui pintu hilang. Pintu ruang kecil yang kemungkinan gudang alat berkebun itu tertutup. Suasana menjadi sangat mudah untuk kabur. Langkah kaki para pelayan juga menjauh. Aku mengintip melalui celah, hingga suasana benar-benar sunyi, aku mendobrak pintu yang sudah tua itu dan kabur. Pasti mereka mendengar suara gebrakan yang keras.

Aku terus berlari sampai kemudian langkahku berhenti karena menubruk seseorang. Orang yang lebih tinggi dariku, dia juga terjatuh.

"Kau!" teriaknya.

Aku menoleh. Netra biru kami bertemu. Dia remaja sekitar enam belas tahun yang memiliki mata biru yang sama denganku, rambutnya pirang, dan tubuhnya tinggi. Dia mungkin adalah satu diantara dua pangeran.

Aku berdiri dan membungkuk.

"Ma—"

"Di mana dia?"

Kalimatku langsung terhenti kala mendengar seruan dari para pelayan. Refleks aku bersembunyi di balik air mancur. Meringkuk.

Remaja yang sudah berdiri tegak di dekat air mancur menatapku bingung. Masih saja tatapannya sama seperti sebelumnya.

"Yang Mulia? Anda ... apa Anda melihat seorang anak kecil berambut merah di sekitar sini?" Pelayan tersebut tampak ragu bertanya pada orang itu.

Tatapan remaja tersebut datar. "Tidak."

"Ba-baik kalau begitu." Pelayan yang bertanya tadi pergi. Aku bernapas lega. Sesaat masih meringkuk.

Remaja yang kemungkinan adalah saudara kandungku itu, menoleh. Tatapannya masih lekat. Kemudian orang itu berjongkok.

"Memang merah," ujarnya seraya menarik beberapa helai rambutku lembut.

Aku agak gugup. Skinship adalah hal yang selalu membuatku gugup sejak dulu. Aku berdiri mengakibatkan kepalaku terhantuk dahi si pangeran.

"Ma-maafkan aku," ucapku.

"Pergilah sebelum mereka datang," ujarnya.

Aku tersenyum. Kemudian mulai berlari kecil meninggalkannya. "Terima kasih, Kakak!" teriakku dengan tawa ceria.

Sesaat setelah keluar dari pintu taman belakang, aku berbalik badan, senyuman itu hilang. Aku muak dengan tipuan seperti ini. Tetapi, aku harus melakukannya. Menipu orang melalui ekspresi adalah keahlianku.

"Ayo kita ke medan perang dan menghasilkan uang!"

TBC

Janji nggak menye-menye kek sebelah☺

Don't Fall In Love [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang