THIRTY ONE

14.3K 2K 22
                                    


Hay! Saya balek lagi!
Dari 600+ yang baca chap sebelumnya. Di part ini aku mau lihat seantusias apa kalian nunggu lanjutan ini. Ya, ya, tentu dengan vote atau komen. Kalau berat untuk komen ya setidaknya vote lah, tinggal nekan bintang aja kok, nggak susah. Nggak rugi juga.

Makasih!

Selamat membacaaa!

***

Langit sudah gelap. Suasana di kamar Xavia juga sunyi. Penjaga dari serigala putih juga semua ada di luar. Gadis berambut merah itu mengendap-endap menuju pintu balkon. Dengan gaun tidurnya dia akan melompat dari atas balkon kamar untuk bisa menemui Teresa.

Xavia mengangkat sedikit bawahan gaunnya untuk ancang-ancang melompat ke pohon dekat balkon.

Hap!
Begitu dia ingin melompat seekor serigala putih menggigit bagian belakang gaun tidurnya. Xavia sekarang seperti seekor anak kucing yang dibawa induknya untuk berpindah tempat—Menggantung.

"Lepaskan aku, Aaron! Lepaskan!" teriak Xavia sembari dia meronta-ronta.

Tapi bukannya melepaskan Aaron justru terkikik karena kelakuan Xavia yang lucu. Kaki dan tangan kurusnya sibuk bergerak. Xavia yang tahu Aaron menertawakannya sejak tadi langsung menatap tajam serigala putih besar yang kini menggigit gaunnya. Kemudian gadis itu memukul keras kepala Aaron dengan tangannya.

"Argh!" teriak Aaron yang reflek melepaskan Xavia dan berubah menjadi seperti sedia kala.

Xavia terkejut, Aaron sekarang tidak memakai sehelai kain pun untuk menutup tubuhnya.

"Hei!" teriak Xavia yang spontan berbalik membelakangi Aaron.

Pemuda itu menghela napas kemudian, dengan sihirnya dia langsung memakai pakaian lengkap dalam sekejap.

"Berbalik lah Yang Mulia, dan saya harap Anda bertanggung jawab atas apa yang Anda lakukan pada saya."

Xavia merengut bingung. Dia berbalik perlahan, ketika dilihatnya Aaron sudah memakai celana hitam dan kemeja putih yang menutup sempurna tubuhnya barulah Xavia melepaskan tangannya yang semula menutupi kedua mata.

"Apa? Aku tidak melakukan apa-apa," balas Xavia. Memang dia merasa tidak bersalah, sebab yang salah itu Aaron. Mendadak muncul dan menggagalkan rencananya.

"Mata saya terkena pukulan Anda!" keluh Aaron yang sekarang tengah menutupi mata sebelah kirinya.

Xavia seketika mendekat dan menatap mata yang tadi ditutupi itu. Tidak ada yang aneh. "Kau menipuku, ya?!" sinis Xavia yang sekarang justru kembali memukul Aaron lagi.

"Tidak, aw! Yang Mulia mata saya memang terasa sakit!" keluh Aaron.

"Lalu aku harus apa? Kalau sakit ke dokter saja! Periksakan, keberadaanmu di sini dengan mengeluh sakit juga tidak akan merubah apapun. Karena aku tidak tahu apa-apa cara menangani hal ini!" omel Xavia.

Aaron menghela napas. Pemuda itu berjalan mendekati Xavia dan menurunkan tangannya yang semula menutupi mata kirinya itu. "Tiup saja biar tidak sakit lagi," rengek Aaron seperti anak kecil.

Xavia mencibir. "Apa-apaan! Pergi saja sana! Minta Zee saja yang meniup matamu itu! Aku tidak mau!" tolak Xavia. Gadis itu berjalan menjauh, mendekati pembatas balkon dan bersiap untuk melompat lagi. Tetapi, Aaron kembali mecegahnya dengan menarik lengan Xavia.

Gadis berambut merah yang kehilangan keseimbangan tersebut jatuh ke dalam pelukan Aaron dan—

"Aaa! Anda mencium saya, Yang Mulia!" teriak Aaron seperti seorang perawan yang mau diperkosa.

"Hei! Kau yang menarik ku dan kau yang sudah mengambil ciuman pertamaku, brengsek!" balas Xavia tajam.

Aaron diam. Dia menatap Xavia intens. "Yang tadi juga ciuman pertama saya," cicitnya seperti anak kecil.

Xavia merotasi matanya. Dia kesal dengan kelakuan Aaron hari ini. Dia memang menyebalkan, tetapi tidak seperti sekarang. "Sudahlah, aku tidak punya waktu meladeni keanehan mu malam ini. Aku ingin ke pergi."

"Ke mana?" Suara datar Aaron kembali.

Xavia yang sudah bersiap melompat dari balkon tak berminat menjawab pertanyaan Aaron itu.

"Menemui Teresa?" tanya Aaron yang masih tidak dijawab oleh Xavia yang sudah hendak melompat.

Tetapi begitu dia melompat, Aaron kembali menangkapnya. Kali ini Aaron menangkap Xavia seperti seorang ayah yang mengangkat anak kecilnya.

"Astaga! Berhentilah membuatku kesal!" teriak Xavia frustasi. Tubuhnya kalah besar dari Aaron. Jadi dia hanya bisa meronta-ronta.

Aaron menghela napas. Pemuda itu kemudian menggendong Xavia. Dan membawa gadis itu melompat dari balkon.

"Saya akan membawa Anda ke sana, jika memang Anda ingin menemuinya," ucap Aaron datar.

Xavia yang ada di gendongan hanya bisa pasrah. Ya, tidak rugi juga sih. Dia juga bisa menghemat tenaga dan tidak perlu merasakan sakit di dadanya jika racun itu kembali memberikan efek untuk tubuhnya.

TBC

Anjir, senyum-senyum sendiri ngetiknya😭🤏

Aaron be like: saya sebenarnya dua orang, Kak.

😭😭😂

Don't Fall In Love [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang