TEN

20.8K 2.8K 15
                                    


Festival lentera yang menjadi hari pertama Aaron bertemu dengan putri yang selalu diramalkan akan bersangkutan dengan masa depan yang buruk. Mata biru yang terang dan cerah, menampakkan sebuah sinar tak biasa yang menciptakan ketenangan. Seperti air laut yang memenangkan dan berbahaya sekaligus. Rambut merah bergelombang yang terang dan berkilau. Wajah putih seperti salju serta tubuh kecil yang berbeda dari anak seumurannya.

Anak yang seperti itu memiliki tangan yang berbeda. Tangan kasar seorang pemegang pedang.

Ketika itu penyelidikan terjadi untuk seorang anak bernama Xan. Dengan kaki tangan Aaron—Karan Hessen yang terus melakukan penyelidikan dan mengikuti sosok Xan yang ternyata adalah Xavia.

"Dia seseorang yang cerdik, pintar, dan hebat. Bagaimana Kekaisaran bisa membuang anak berbakat seperti dia?" Aaron duduk dengan bersandar pada baju sofa. Menghadap ke arah seorang pria paruh baya yang tengah menyesap teh dalam cangkirnya.

"Memang sulit menyingkirkan pendeta agung itu, dia sudah mempengaruhi rakyat dan kepercayaan bangsawan lain. Menurutmu apakah akan baik jika kita bentrok dengannya? Sedangkan pendukung kita hanyalah pasukan dan keluarga Kekaisaran."

"Meskipun sedikit kita jauh lebih kuat," balas Aaron pada ayahnya——Caesar Greisy.

"Meskipun begitu, kalau perang, sedang mereka semua, rakyat Kekaisaran mendukung pendeta agung. Lantas apa gunanya perang ini? Sedangkan perang ini ditujukan untuk keamanan." Caesar meletakkan cangkirnya di atas meja. Kemudian berdiri menghadap ke arah kaca jendela besar di ruang kerjanya.

"Seperti dia yang bermain halus, kita juga harus bergerak halus. Apa kau mengerti, Aaron?" imbuh Caesar disertakan tanya.

***

"Jadi, begitulah aku bertemu kakek itu dan diberikan makanan ini," jelas Xavia panjang lebar.

Sedang setelah dia menceritakan cerita karangan itu ketiga orang dewasa di depannya kompak menyerukan kata; "oh!"

"Jadi malam ini bisakah Zelene memasakkan aku daging dan sayuran segar itu menjadi masakan enak?" tanya Xavia dengan senyuman manisnya.

Zelene langsung berdiri tegak dan berjalan ke dapur bersama Zee. Sedangkan Marten diam di tempatnya.

"Tuan Putri, ada apa dengan tangan Anda?" tanya Marten.

Xavia terdiam. Sesama pengguna pedang pasti Marten mengerti tentang tangan seorang pengguna pedang.

"Ah ini, karena aku sering mengerjakan pekerjaan rumah membantu Zee dan Zelene." Xavia membalasnya dengan dingin.

"Begitukah?"

"Ya."

Suasana kembali hening. Hanya ada Xavia yang membaca buku tebalnya dan Marten yang diam memperhatikan.

"Kudengar ada seorang prajurit bayaran muda dari himpunan prajurit bayaran hebat ibu kota usianya masih sangat muda, dia kecil dan cepat."

Marten mengatakan itu dengan santai dan lugas. Sembari terus menatap Xavia yang fokus membaca bukunya.

"Kudengar juga guru privat Anda sudah tidak lagi mengajar karena fasilitas untuk belajar dicabut."

Marten berjalan mendekat ke arah Xavia. Berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan meja belajar Xavia. Netra biru gadis itu menangkap sosok Marten yang memandang Xavia serius.

"Tidak ada sosok kakek baik yang memberikan makanan gratis karena orang itu adalah Anda. Xan si cepat adalah Anda, Anda mendapatkan uang dan makanan itu dari hasil menjadi prajurit bayaran, benar bukan, Yang Mulia?"

Xavia hanya diam. Menatap Marten dengan serius kemudian tertawa.

"Kau sudah tahu, jadi jaga rahasianya."

"Kenapa Anda melakukan ini? Anda seorang putri dan Anda masih sangat muda, semua itu sangat berbahaya bahkan Anda ikut perang? Sebenarnya apa yang membuat Anda berpikir untuk melakukan ini?!"

"Keluargaku. Aku berpikir seperti ini karena keluarga yang tak pernah menganggap hadirku penting. Aku begitu karena keadaan sulit yang selalu kalian tanggung. Hanya untuk sayuran Zelene dipukuli, hanya untuk air bersih Zee sampai dicambuk, hanya untuk melindungiku kau selalu dirundung ksatria payah itu. Lantas apakah aku harus diam saja melihat semua ketidakadilan itu, Marten? Apakah aku bisa diam?"

Marten diam. Menunduk salam tak berani menatap Xavia lagi. Sampai kemudian tangan kecil Xavia menepuk rambut hitamnya. "Bagiku, kalian yang selalu ada itu berharga, jadi aku akan selalu melindungi kalian seperti kalian melindungi aku. Jika kalian bisa berkorban kenapa aku tidak?" sambung Xavia.

"Yang Mulia," lirih Marten.

"Hem?"

"Apakah saya boleh memeluk Anda?" cicit Marten seperti seorang anak kecil.

Xavia tertawa kecil kemudian gadis kecil itu merentangkan tangannya dan pria besar berusia dua puluh satu tahun itu merengkuh tubuh kecilnya.

"Anda adalah sosok putri yang sebenarnya, Yang Mulia."

"Hei! Marten! Apa yang kau lakukan pada Yang Mulia!" teriak Zee yang datang dengan sendok sup dan langsung berlari memukul bahu Marten.

Pemuda tampan itu mengaduh sembari mengelus bahunya dan bersembunyi dibalik Xavia.

"Yang Mulia, selamatkan saya!"

"Kau berbuat mesum dengan, Yang Mulia! Dasar!"

"Zee! Marten memelukku karena aku membutuhkannya. Dia juga seperti kakak bagiku, kenapa dia akan melakukan itu?"

"Ya! Yang Mulia itu adik perempuan yang manis, berbeda seperti dirimu yang mirip seperti singa!"

"Dasar kau!"

Tak puas memukul Marten sekali. Zee langsung kembali menghujani pemuda tersebut dengan pukulan bertubi-tubi. Jika Zelene tak datang mungkin Marten bisa babak belur.

"Huhu, Yang Mulia, Zee jahat!" rengek Marten seperti seorang anak kecil.

"Kakak! Sir Marten merebut Tuan Putri dariku," rengek Zee pada Zelene.

Melalui kontak mata. Zelene dan Xavia saling berbicara.

'Mereka adalah beban.'

Kemudian keduanya kompak menghela napas.

TBC

Vote komen ya!
Kasih semangat biar nggak hilang idenya dan konsisten. InsyaAllah nggak kayak sebelah yang bikin kesel:)

Don't Fall In Love [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang