SEVENTEEN

18.4K 2.5K 32
                                    


Jadi inget Abang Mingyu🤣

***

Sorot mata Xavia terus memperhatikan Marten yang sedang menyiapkan api unggun. Gadis kecil itu duduk di sebuah batu sedang sembari menyelimuti diri dengan jubahnya. Cuaca sore itu cukup dingin. Mereka ada di dekat Kekaisaran Ruthenia. Berada di benua yang sama dengan Kekaisaran Faith, memiliki luas yang menyamai dengan Kekaisaran Faith. Merupakan musuh bebuyutan dahulunya. Tapi, sejak ada perjanjian damai, kedua belah pihak sudah tidak lagi terlibat huru-hara.

Marten yang sudah berhasil menghidupkan api, bernapas lega. Kemudian duduk di dekat Xavia.

"Kau bukan seorang budak, bukan?" Xavia berujar dengan suara dingin. Dia menatap nyalang sosok Marten yang diam menoleh ke arah anak yang lebih muda tujuh tahun darinya itu.

Kemudian, Marten tertawa sedikit kencang menanggapi tuduhan Xavia. Dia mengusap puncak kepala anak itu. Tetapi ditepis kasar oleh Xavia.

"Jangan bercanda."

"Seorang putri muda, bisa bela diri, cerdas, dan teliti. Bagaimana bisa Kekaisaran menyia-nyiakan seorang anak emas seperti dirimu?" ujar Marten.

Xavia merotasi matanya jengah. Sosok Marten yang masih baru dalam hidupnya, dan kelakuan yang selalu mencurigakan membuat Xavia semakin tidak bisa memercayai pemuda ini.

"Sudahlah. Besok kita harus tiba di Ruthenia."

***

Aroma roti bakar dadi sebuah toko roti di pinggir jalan kota menggugah selera, aroma bunga segar, dan buah yang segar disusun rapi di sebuah gerai khusus. Xavia tersenyum melihatnya. Suasana kota lama yang terasa nyaman. Ramai dan hangat. Ruthenia sangat cocok dengannya.

"Sekarang, kita jual ini untuk makan!" Xavia berujar senang. Membuka kalung yang selalu ia pakai sejak kecil. Merupakan peninggalan dari keluarga kaisar. Satu-satunya tanda identitas Xavia sebagai seorang putri.

"Nona!" Marten berteriak saat Xavia hendak melepas kalung permata biru itu.

"Jangan itu." Wajah Marten tampak gelisah.

Xavia menghela napas kasar. "Untuk apa disimpan benda ini? Jika aku tidak diketahui oleh mereka, itu lebih baik. Dan kalau benda ini ada padaku, mereka pasti mudah menemukanku."

Pemuda itu diam. Dia menatap Xavia sembari menghela napas berat.

"Ikut saya," ujar Marten menarik lengan Xavia, mereka berjalan agak menjauh dari toko perhiasan.

"Anda benar saya bukan seorang budak."

Seketika Xavia senang. Dia menatap Marten dengan wajah berseri.

"Kau bangsawan, 'kan?" tebak Xavia semangat. Jika Marten bangsawan, mungkin Marten bisa membantunya bertahan, meski begitu dia tidak bisa percaya. Ya, lebih baik waspada selalu daripada hidup tanpa kehidupan nyaman.

***

Xavia tediam. Dia masih tidak bisa berkata-kata dengan kenyataan yang baru saja dialami.

"Pangeran Mahkota Ruthenia?" ulang Xavia pada pernyataan Marten.

"Haha, iya."

"Kau menipuku, hah?!" Xavia murka. Dia berteriak dengan mata besar penuh amarah dan memukul Marten.

"Tidak, ah, iya. Argh! Yang mulia!" Marten mencekal tangan Xavia. Menatap gadis kecil tersebut kemudian menghela napas kasar. "Aku berbohong tentang identitas seorang budak, dan aku jujur tentang aku seorang pangeran."

Xavia diam. Dia menatap orang-orang yang menyambut mereka.

"Apa itu benar?"

"Ya, sebenarnya Yang Mulia Putra Mahkota senang berjalan-jalan. Dia sering datang ke benua lain, tetapi saat tiba di Faith, Yang Mulia sulit dibujuk pulang. Bahkan Baginda Kaisar——"

"Putraku!" Teriak seorang wanita dengan gaun mewah yang berlari dengan suara yang dibuat melan kolis.

"Salam Baginda Kaisar," sapa semua orang tak terkecuali Marten. Cepat-cepat Xavia mengikuti semua orang.

"Anak nakal ini! Kau ingat pulang ternyata!" teriak si perempuan berambut merah dengan mata emas yang indah.

"Saya ada sedikit urusan, Baginda."

"Kau in—eh?! Mart, di mana kau menemukan si imut ini?!"

"Ah?" Xavia yang ditatap oleh Kaisar Ruthenia langsung terkejut. Apalagi suara heboh perempuan itu cukup membuatnya hampir terkena serangan jantung.

"Manis sekali!" Kaisar Ruthenia seketika memeluk Xavia erat, tak membiarkan jeda untuk gadis kecil itu terkejut untuk kejadian sebelumnya.

"Te-terima kasih."

"Ayo masuk! Masuk! Aku memberikan makanan enak. Astaga, Nak. Kau terlihat kurus."

Seketika Xavia yang masih terkejut diseret masuk ke dalam istana utama.

TBC

Jan lupa vote komen guys. Maaf belakangan nggak up karena ada masalah hehe.

Don't Fall In Love [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang