Bab 28

31.6K 2.7K 122
                                    

Lorraine sudah agak tenang, sudah bisa diajak bicara baik-baik tanpa memukuli dadanya lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lorraine sudah agak tenang, sudah bisa diajak bicara baik-baik tanpa memukuli dadanya lagi.

Olivia menatap Lorraine yang matanya membengkak, sedih hati Olivia melihat keadaan Lorraine. Lorraine adalah sahabatnya, orang yang menurut Olivia memiliki nasib yang serupa dengannya. Rasa sakit yang Lorraine alami bisa Olivia pahami karena ia juga mengalami hal yang sama dahulu.

Dikecewakan oleh keluarga dan pasangan, mereka berdua sama-sama tak diharapkan di keluarga mereka tapi tetap harus mengemban peran sebagai anggota keluarga hanya karna darah orang tua mereka mengalir dalam nadi mereka.

“Lorraine.. aku bukannya ingin beradu nasib dengan mu, aku paham betul apa yang kau rasakan. Kau dan aku kita ini sama, kita berdua benci dengan keluarga kita karna kita diabaikan dan tumbuh tanpa kasih sayang meski dengan yang berlimpah. Aku masih beruntung karna aku punya adik yang peduli dengan ku sedangkan kau anak tunggal, kau sendirian dan kesepian, perasaan itu lah yang membuat mu mudah jatuh pada tipu daya orang lain.”

“Aku tahu rasanya Lorraine, perasaan lemah saat kita diberi kasih sayang oleh seseorang. Karna tidak pernah merasakannya sejak kecil ketika kita mendapatkan perhatian sedikit saja dari orang lain hati kita dengan mudahnya jatuh, sekeras mungkin kita berusaha untuk menutup diri dan tidak percaya akan bujuk rayu orang lain pada akhirnya kita jatuh lagi. Kita mengharapkan apa yang mungkin kita anggap tidak akan pernah bisa kita dapatkan sampai kapan pun. Cinta dan kasih sayang yang tulus dari seseorang.”

Sekali lagi Olivia menyentuh tangan Lorraine dengan lembut, menggenggamnya berharap perkataannya ini bisa membuat Lorraine paling tidak merasa sedikit lebih baik.

“Kau mungkin kecewa karna berkali-kali ditipu oleh orang yang paling kau percaya dan sayangi, tapi Lorraine.. ini bukan akhir dari segalanya, kau masih ada aku, Aleandra dan Kayla yang sayang padamu. Kau tidak sendirian Lorraine..”

Lorraine menggelengkan kepalanya, ia tahu teman-temannya sayang padanya tapi situasinya berbeda sekarang ini. “Aku tahu kau dan yang lainnya sayang padaku, tapi Olivia kita ini hanya sahabat. Kau, Aleandra, bahkan Kayla kalian semua sudah menikah, sudah berkeluarga. Kalian punya kehidupan kalian masing-masing tidak berputar hanya padaku, aku juga ingin punya orang yang bisa ku percaya, ku jadikan rumah sebagai tempat ku pulang tapi setiap kali aku merasa aku sudah menemukan orang yang tepat. Kenyataan kembali menertawai ku, aku merasa tidak pantas.. aku merasa seolah di dunia ini tidak ada orang yang benar-benar bisa mencintai ku dengan tulus, tanpa peduli siapa aku, tanpa peduli siapa Ayah ku, tidak ada orang yang bisa seperti itu.”

“Ada Lorraine.. aku yakin ada. Aku dan yang lain saja bisa sayang padamu seperti saudari kami sendiri tanpa memandang siapa Ayah mu. Kita mungkin bertemu di sekolah elit sampai-sampai kita bisa bersahabat, tapi bukan Ayah mu yang membuat ku ingin berteman dengan mu. Tapi dirimu lah yang membuat aku dan yang lainnya ingin berteman dengan mu. Jangan anggap remeh dirimu sendiri Lorraine, kau lebih indah dan lebih berharga dari yang kau kira.”

Setitik air mata Lorraine kembali jatuh membasahi pipinya, “Terima kasih Olivia, terima kasih karna masih mau menerima ku datang dan mendengar semua keluh kesah ku meski kau sudah memperingatkan ku sejak jauh hari tapi tidak pernah ku dengarkan. Maafkan aku..”

Olivia menganggukkan kepalanya, ia senang bisa menjadi sosok sahabat yang berguna bagi Lorraine. “Aku akan selalu ada di sisi mu dan mendukung mu. Itu sudah tugas ku sebagai seorang sahabat.”

“Boleh aku merepotkan mu sekali lagi?”

“Apa itu? Katakan saja aku akan membantu mu dengan senang hati.”

“Tolong bantu aku pergi dari negara ini tanpa ketahuan siapapun, kau punya teman yang bisa memalsukan identitas kan? Aku butuh kartu identitas baru agar keberadaan ku tidak bisa dilacak oleh Ayah ku nanti.”

Kening Olivia berkerut bingung, “Kau mau pergi jauh? Malarikan diri bukan solusinya Lorraine.”

“Aku tahu melarikan diri adalah tindakan pengecut, tapi aku tidak tahu harus melakukan apa lagi selain ini. Aku ingin pergi ke tempat di mana tidak ada yang mengenal ku, tempat di mana aku bukan Lorraine Morgan. Mungkin hal ini bisa sedikit membatu ku lupa akan kekecewaan ku pada orang tua ku dan juga Ezekiel. Aku janji saat hati ku sudah baik-baik saja aku akan pulang. Aku akan pulang dengan senyum paling lebar yang pernah kau lihat. Mungkin saat aku pulang kau sudah punya anak nantinya.”

Olivia sebenarnya tidak ingin melepaskan Lorraine pergi jauh sendirian, tapi Olivia sadar itu lah yang Lorraine butuhkan. Waktu menyendiri untuk menyembuhkan luka di hatinya.

“Baiklah aku akan membantu mu tapi aku punya satu syarat.”

“Syarat? Syarat apa itu?”

“Ini tentang kau dan Ezekiel, kau bilang kau pergi sebelum mendengar penjelasan darinya bukan?”

Lorraine mengangguk sebagai jawaban, ya Lorraine memang pergi begitu saja setelah melihat Ezekiel mengangguk menerima tawaran dari Ayahnya. Lorraine pergi karna Ezekiel pun tak mau menatap wajahnya.

“Aku memang tidak suka dengan Ezekiel, tapi tidak ada salahnya kalau kau minta penjelasan dan dengarkan alasannya kenapa dia menerima tawaran Ayah mu. Bila jawabannya nanti menyakiti perasaan mu sekalipun paling tidak kau punya alasan untuk berhenti dan memulai hidup baru mu. Aku akan mendukung mu dan membantu mu memulai hidup baru tanpa Ayah mu atau pun Ezekiel. Tapi sebelum itu kalian harus bicara dari hati ke hati lebih dulu. Setelah itu kau bebas menentukan ingin tetap pergi melarikan diri atau tidak.”

Lorraine paham apa yang Olivia maksudkan. Ini seperti pertemuan terakhir agar tidak ada penyesalan yang Lorraine rasakan nantinya.

“Aku akan bicara dengannya untuk yang terakhir kalinya. Meski aku tahu bicara dengannya tidak akan ada gunanya. Ezekiel lebih mencintai kekuasaan dan aku tidak bisa hidup dengan laki-laki seperti itu, itu mengingatkan ku pada Ayah ku sendiri. Ini kesempatan terakhir yang bisa ku berikan pada Ezekiel, jika Ezekiel tetap lebih memilih kekuasaan maka aku akan pergi dan tidak akan pernah muncul lagi di depan wajahnya atau pun Ayah ku. Karna bagi mereka aku tidak lebih penting dibandingkan uang dan kekuasaan.”

Jauh di dalam hati Lorraine sebenarnya Lorraine masih berharap Ezekiel akan memilihnya. Meski Lorraine tahu tidak mungkin Ezekiel rela melepaskan kesempatan besar hanya untuk bisa bersamanya.

Next preview

“Kau sahabatnya Lorraine, kau pasti tahu kan Lorraine kemana? Berita itu, itu tidak benar bukan? Yang berada di pesawat itu bukan dia kan?”

Mr. Ezekiel - Neighbor With Benefit [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang