Chapter XI

194 25 3
                                    

Apple sejak tadi memperhatikan Krist dengan khawatir melihat kondisi pria itu yang terlihat sedang tidak dalam kondisi baik. Wajah Krist pucat dan beberapa kali Apple melihat pria itu meringis menahan sakit di kepala nya.

"Lebih baik kau pulang dan beristirahat saja Krist." ucap Apple.

"Tidak apa, ini hanya pusing sedikit nanti juga hilang." balas Krist.

"Tetap saja. Lihat wajah mu sudah seperti mayat hidup. Lebih baik kau pergi ke ruang kesehatan dulu lalu kembali setelah tubuh mu merasa baik."

"Tapi,"

"Tidak perlu memikirkan pekerjaan. Aku masih bisa melakukan nya sendiri, sekarang kau pergi sana."

Setelah berdebat sebentar akhirnya Krist pun mengikuti saran Apple untuk pergi ke ruang kesehatan yang di sediakan di kantor ini. Krist berjalan dengan memijat kening nya yang terasa pusing, dua hari terakhir ini ia merasa tubuh nya mudah lelah dan sakit.

"Uncle Krist kenapa?"

Pic, anak itu sudah dua hari ini selalu berada di kantor Singto. Untung saja dia tidak mengganggu, justru anak itu selalu menjadi pusat perhatian.

"Tidak apa, uncle hanya merasa tidak enak badan."

"Uncle Krist sakit?"

Krist ingin menjawab pertanyaan Pic namun kepala nya berdenyut, dan penglihatan nya berubah buram. Ia berpegangan pada tembok untuk menahan tubuh nya dan itu langsung membuat Pic panik karena setelah nya Krist terjatuh tak sadarkan diri.

Pic kecil yang panik tak tau harus meminta tolong pada siapa, ia pun dengan cepat berlari ke ruangan ayah nya dan berteriak. Teriakan Pic yang nyaring ternyata bukan hanya membuat Singto kaget, tapi Apple juga.

"Sayang ada apa?" tanya Singto dengan khawatir.

"Ayah, uncle Krist jatuh dan tidak bangun lagi." adu anak itu.

Singto yang mendengar nya pun langsung bergegas pergi bahkan ia meninggalkan Pic yang masih berdiri di sana. Untung ada Apple yang menemani anak itu.

Singto melihat tubuh Krist yang masih tergeletak tak sadar kan diri langsung memeriksa keadaan pria itu. Krist pingsan. Dengan rasa khawatir yang teramat, Singto mengangkat tubuh Krist dan membawa nya ke ruang kesehatan.

"Bantu aku. Periksa dia cepat!"

Dokter yang di pekerjakan di sana pun langsung memeriksa kondisi Krist saat mendengar perintah dari Singto. Jantung Singto berdetak tak karuan melihat wajah pucat Krist yang tengah tertidur.

Melihat reaksi wajah dokter yang kebingungan membuat Singto dengan kasar menarik lengan dokter itu.

"Ada apa? Dia sakit apa?" tanya Singto.

"Ini aneh, saya tidak melihat ada penyakit di tubuh nya, melainkan..."

Melihat sang dokter ragu mengatakan nya membuat Singto geram. "Bagaimana bisa? Jelas-jelas dia pingsan! Kau bisa memeriksa nya tidak!"

"Saya tidak yakin apakah ini benar atau tidak, tapi seperti nya anda harus membawa nya ke dokter obgyn tuan."

"Obgyn? Kenapa?"

"Sepertinya dia pria spesial yang memiliki rahim sama seperti wanita, dan seperti nya dia juga sedang mengandung."

Raut wajah Singto langsung melemas. Hamil? Krist?

"Saya bukan dokter kandungan, itu sebabnya saya menyuruh anda untuk membawanya ke dokter kandungan untuk memastikan kondisi nya. Saya permisi."

Singto mendekat pada Krist. Ia ingin tak percaya dengan semua ini, tapi kenyataan nya memang benar. Krist memang spesial, dia memiliki rahim, tapi untuk mengandung? Tentu Singto senang jika memang itu adalah hasil dari permainan mereka waktu itu karena Singto masing ingat betul ia menumpahkan nya di dalam, bukan di luar. Kemungkinan besar anak yang di kandungan Krist itu miliknya.

Krist menggeliat dalam tidur nya, ia menyentuh kening nya yang terasa sakit dan berdenyut.

"Ini dimana?"

Krist mencoba menegakkan tubuh nya menjadi duduk tentunya dengan bantuan dari Singto.

"Ruang kesehatan. Kamu pingsan tadi, Pic yang nemuin kamu."

Krist mengangguk mengiyakan ucapan Singto. Tubuh Krist benar-benar sangat lemas.

"Krist," Krist menengok saat Singto memanggilnya. Singto bingung harus bilang bagaimana, satu sisi ia senang karena kehamilan Krist yang sudah ia yakini bahwa anak itu adalah milik nya lagi. Tapi disisi lain, ia takut Krist tidak bisa menerima kondisi nya yang sekarang.

"Aku kecapean ya. Maaf, nanti kerjaan nya bakal aku bereskan."

Singto menggeleng. "Tak apa. Biarkan saja, masih ada Apple kamu istirahat saja."

"Krist," lagi Krist menoleh pada Singto. "Ikut sebentar bisa?"

Krist menatap bingung pada Singto. "Kemana?"

"Nanti kamu juga tau."

Singto membawa Krist menuju sebuah rumah sakit dan langsung mengarah ke ruang obgyn. Melihat itu Krist mengerti dan mulai berontak dari Singto.

"Kenapa kesini?" tanya Krist.

"Memastikan sesuatu." Singto kembali menarik Krist namun pria itu tentu menolak nya membuat Singto menatap Krist tajam.

Dengan paksa Singto membawa Krist untuk melakukan pemeriksaan. Krist benar-benar gugup, ia takut mengetahui fakta jika memang benar ia hamil.

Dan benar saja, ketakutan itu pun menjadi kenyataan saat dokter mengatakan usia kandungan nya menginjak 3 minggu. Usia itu tepat dengan setelah mereka melakukan nya. Krist benar-benar takut, itu artinya dia kembali terjebak pada situasi yang sama dan dengan orang yang sama pula.

Pulang pemeriksaan Krist terus diam. Ia tak tau harus seperti apa. Apakah ia harus senang karena kembali di beri kepercayaan untuk menjaga seorang malaikat lagi, atau justru ia harus sedih karena mendapatkan nya dari pria yang sama.

Mungkin jika mereka masih bersama dan hubungan mereka baik-baik saja, ini tentu nya menjadi sebuah kabar bahagia. Tapi nyata nya tidak. Krist justru takut untuk menerima kenyataan itu.

Krist yang masih melamun tidak sadar jika Singto mengantar nya sampai ke rumah Krist sendiri. Krist terlalu hanyut dalam pikiran nya yang sedang berkecambuk.

"Itu milik ku kan?"

Krist menoleh menatap Singto yang sedang menatap nya.

"Anak dalam perut mu, itu milikku."

Tidak. Singto sedang tidak bertanya pada Krist, tapi pria itu sedang mengklaim nya.

"Bukan."

"Jangan berbohong pada ku Krist, sudah jelas usia nya sama dengan saat kita berhubungan waktu."

"Kau tidak tau apapun! Setelah kita melakukannya, aku juga melakukan dengan orang lain. Itu artinya bayi ini bukan milik mu."

Singto yang mendengar kebohongan dari mulut Krist itu pun menggeram marah. Ia tak suka kata-kata itu keluar dari mulut kekasih nya.

"Aku tidak ingin berdebat dengan mu kali ini, tapi jangan membohongi ku jika kau tidak bisa berbohong."

"Aku tidak!"

"Bahkan tangan mu tidak bisa berbohong pada ku Krist."

Mendadak Krist langsung menghentikan tangan nya yang memang sejak tadi sedang meremas ujung pakaian nya. Hal yang selalu Krist lakukan tanpa sadar ketika dia sedang berbohong.

"Ku tegaskan sekali lagi pada mu tuan Singto Prachaya yang terhormat, ini bukan lah anak mu. Aku permisi."

Singto ingin mengejar Krist namun dering ponsel nya menghentikan nya. Ternyata itu dari Apple yang mengatakan bahwa Mook ada di sini.

Sialan bukan?














Tbc....

Ey ey ey
Mana yang minta lanjut? Yuk buru di cek wkwk
Maap klo makin ngawur, dan jarang update ya. Tapi semoga masih pada suka deh wkwk

Ok bye bye

08.09.22
Dy

Heartbeat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang