Chapter IX

214 28 4
                                    

Cahaya mentari menerobos paksa masuk kedalam ruangan melalui sebuah celah-celah. Cahaya nya nyang begitu terang mengusik sesosok pria yang tengah bergumul di bawah selimut.

Krist mengucek mata nya lalu ia pun memposisikan dirinya untuk duduk, namun ia meringis saat area di bawah sana terasa sakit. Krist terbelalak kala ia menyadari kondisi nya yang sangat berantakan dengan tanpa memakai pakaian alias naked.

Kepala nya berdenyut saat ingatan nya kembali memutar kejadian semalam. Tangan nya langsung mengacak acak rambut nya frustasi.

"Apa yang sudah ku lakukan?" gumam nya dengan memukul mukul kepalanya sendiri.

Singto yang baru saja kembali entah dari mana langsung menghentikan aksi Krist saat ia melihat pria itu dengan brutal nya sedang menyakiti dirinya sendiri.

"Hentikan! Apa yang kau lakukan Krist!"

"JANGAN MENYENTUH KU!!"

Krist mendorong kuat tubuh Singto menjauh dari nya, mata nya yang merah menatap tajam pada Singto yang tengah khawatir.

"Menjijikan!" sarkas Krist untuk diri nya sendiri dengan mengusap kasar pada setiap jengkal tubuh nya yang di penuhi oleh tanda dari Singto.

Singto geram melihat Krist yang menyakiti diri nya sendiri, oleh sebab itu Singto dengan sedikit kasar menyentak dan menahan kedua tangan Krist agar tidak menyakiti tubuh nya sendiri.

"KU BILANG JANGAN MENYENTUH KU!!"

"Berhenti menyakiti dirimu sendiri! Ada apa dengan mu sebenarnya hah!"

"Ada apa? Kau bertanya padaku begitu? Apa kau tidak lihat betapa kotor nya diri ku sekarang! Aku sudah seperti seorang jalang yang—"

Singto memotong ucapan Krist yang sembarangan dan tanpa di pikir dahulu dengan cara membungkam bibir pria itu dengan bibir nya. Singto mencium kasar Krist dan membuat Krist meronta.

"Berani kau berbicara seperti itu lagi, akan ku cium kau hingga pingsan!" tekan Singto dengan tegas.

Nafas kedua nya memburu karena pergulatan kecil yang mereka lakukan. Tangan Singto terulur untuk mengusap sudut bibir Krist yang masih ada bekas pergulatan entah milik siapa.

"Jangan bandingkan dirimu dengan seorang jalang, kau permata milik ku yang sangat berharga, dan jangan sakiti dirimu sendiri Krist."

Krist mendorong Singto. "Pergilah! Aku ingin sendiri."

"Krist,"

"Ku mohon."

Melihat raut wajah Krist serta suara nya yang memohon dengan lirih membuat Singto mau tak mau harus meninggalkan pria itu sendirian.

Setelah kepergian Singto, Krist beranjak dari tempat nya dengan tertatih karena rasa sakit itu masih ada. Langkah kaki nya berhenti di depan cermin wastafel yang memperlihatkan kondisi tubuh nya yang penuh kissmark.

Perlahan tangan Krist terulur mengusap perut nya dengan bergetar.

Apa yang akan terjadi selanjutnya? Tanya Krist pada dirinya sendiri didalam hati.

Singto dan Krist memutuskan untuk meninggalkan kota Paris karena pekerjaan mereka sudah selesai. Dan selama di perjalanan itu Krist benar-benar membisukan dirinya sendiri, bahkan ia tak sedikit pun melirik pada Singto. Pikiran nya kacau karena sesuatu.

"Aku akan mengantarmu."

"Terimakasih tuan, tapi saya bisa pulang sendiri. Permisi."

Krist langsung menghentikan taksi dan pergi begitu saja meninggalkan Singto dengan sikap dingin nya. Singto menggumam kesal.

Di sepanjang perjalanan pulang, jiwa Krist seolah tidak ada. Ia hanya melamun menatap ke luar jendela hingga tak sadar bahwa kini ia sudah sampai di depan rumah nya.

"Maaf Pak, kita sudah sampai."

"Oh! Terimakasih."

Kedatangan Krist di sambut kedua anak kembar nya dengan bahagia, di sana juga ada Jane.

"Apa kalian merepotkan aunty Jane selama papa pergi?" tanya Krist yang dibalas gelengan oleh kedua nya.

"Tidak Krist. Mereka sangat pintar dan penurut." ucap Jane.

Krist tersenyum pada Jane. "Terimakasih sudah menjaga mereka untuk ku Jane."

Jane mengangguk. "Sudah menjadi kewajiban ku untuk menjaga kalian."

Krist mengernyit bingung dengan ucapan Jane. "Maksud mu?"

Jane langsung gelagapan saat ia menyadari ucapan nya yang ceroboh. "Euh, maksud ku sudah kewajiban ku untuk menolong sesama bukan? Lagi pula aku juga tidak merasa keberatan menjaga mereka berdua.

Krist mengangguk lalu pamit untuk izin pulang. Hanya butuh beberapa langkah karena rumah mereka berhadapan.

Tanpa sengaja Jane melihat sebuah mobil hitam berhenti di jarak yang lumayan agak jauh tapi masih bisa terlihat jelas keberadaan nya. Lalu setelah nya mobil itu melaju dan menghilang.

Sementara itu di tempat yang berada jauh. Terlihat seorang pria tengah bertemu dengan seseorang.

"Apa maksud mu? Tidak mungkin Singto mengetahui nya!"

"Awal nya aku berfikir juga begitu, tapi setelah mendengar ucapan nya malam itu aku yakin jika Singto sudah mengetahui tentang kita Mook."

"Sekarang bagaimana? Aku tidak mau jika harus kehilangan Singto. Aku mencintai nya Godt." tukas nya.

Godt yang mendengar ucapan Mook pun sedikit terpukul karena selama ini ia mencintai Mook, tapi wanita itu justru mencintai Singto. Namun, rasa cinta nya pada Mook membutakan mata nya dan juga menutup akal sehat nya hingga ia pun terlibat dalam skenario yang di buat oleh wanita itu.

Ya, Mook dan Godt selama ini ternyata menjalin hubungan di belakang Singto. Bagaimana bisa? Sejujur nya Godt yang merupakan teman sekolah Singto saat sekolah dulu kini berubah status menjadi adik tiri nya karena sang ayah menikah dengan ibu Godt. Dan Singto tidak tau jika adik tiri nya itu ternyata adalah kekasih Mook sebelum akhirnya menikah dengan dirinya.

Godt membawa Mook ke pelukan nya dan menenangkan wanita itu. "Tenanglah, aku akan mencari cara. Jadi jangan sedih lagi oke."

Godt selalu bisa ia andalkan dalam situasi seperti ini.

"Terimakasih, kau orang yang paling mengerti keinginan ku."

"Apapun untuk mu Mook."

Mook tersenyum miring. Akan ia lakukan apapun demi mempertahankan status nya sebagai nyonya Ruangroj, sekalipun ia harus menjadikan Godt sebagai pion untuk menjalankan rencana nya.













Tbc...

Gimana sama chapter ini? Sedikit demi sedikit mulai paham alur nya kan? Paham dong ya wkwk

Ok, seperti biasa jangan lupa vote dan komen nya...🙌

Bye bye

04.09.22
Dy

Heartbeat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang