01

2.2K 125 3
                                    

Happy Reading

'Selamat Tinggal'

Renjun menatap tulisan yang ada di atas pasir dan tertawa. Kalau itu bukan tanda, dia tak tahu apakah itu.

Renjun mengambil tiga langkah berikutnya dan ombak dingin terasa menyapu kakinya. Renjun mengertakkan gigi dan tetap melangkah maju sampai air mencapai pinggangnya. Terjun sambil gemetar dan dia mulai berenang.

Beberapa saat kemudian sandalnya terlepas dari kakinya. Sial, itu sandal favoritnya. Renjun mendengus dengan tawa, sehingga ia menghirup penuh air asin dan mencoba untuk berdiri. Ketika kakinya gagal menyentuh dasar, dia menggapai-gapai disekelilingnya sampai ia mendapatkan napas kembali dan bisa berenang lagi.

Tak butuh waktu lama sebelum dirinya menggigil. Renjun membayangkan dirinya meluncur ke dalam tidur nyenyak dan tenggelam. Lalu membayangkan dirinya berjuang untuk bernapas ketika air bergegas masuk ke tenggorokannya.

Renjun membuang jauh ketakutannya. Dia tidak akan kembali.

Berbalik, dia mendongak ke arah langit abu-abu pucat dini hari. Akan lebih menyenangkan melihat matahari untuk terakhir kalinya. Renjun membiarkan dirinya tenggelam dan beberapa saat kemudian kakinya menendang naik ke permukaan. Dia mendengus kesal. Dia bahkan sudah menahan napas.

Ini tidak akan semudah apa yang ia pikirkan. Betapa anehnya jika dia berenang jauh sampai ke Jepang.

Kemungkinan besar sebuah kapal tanker yang akan menggilasnya.

Ditengah pikiran kalutnya, tiba-tiba sebuah hantaman menerjang ujung hidungnya. Renjun tersentak saat ia terdorong ke bawah, air tertelan dan panik.

Tenggelam adalah tujuannya, diserang oleh hiu sungguh sesuatu yang sama sekali berbeda. Dia segera berenang agar muncul ke permukaan, kengerian akan dimakan hiu mengubahnya menjadi geliat ketakutan yang luar biasa. Ketika kakinya bersentuhan dengan sesuatu yang padat, rasa takut berubah menjadi teror.

"Oww!" hiu itu berteriak.

Renjun meronta-ronta lebih keras.

"Apa yang sebenarnya kau lakukan?" hiu itu menuntut.

Memiliki halusinasi yang menghibur. Renjun menoleh dan berputar. Dia tidak tidur semalam dan pikiran lelahnya membayangkan seseorang ada bersama dirinya sekarang. Untungnya bukan hiu.

Dia tersihir oleh manusia yang sangat menakjubkan—seorang pria yang marah, berambut gelap yang perlu bercukur.

Meskipun ada bayangan hitam di bawah matanya, dia sangat tampan. Gelombang nafsu bergabung dengan rasa menggigil pada tubuh Renjun. Tapi, bisa saja dia memiliki tubuh seperti kuda nil, karena Renjun hanya bisa melihat kepala dan bahu telanjang.

"Oh Tuhan, hidungmu berdarah. Maaf," kata pria itu.

Renjun menyentuh wajahnya dan melihat darah di jarinya sebelum percikan air laut mencucinya dengan bersih.

"Aku tidak melihat ke mana aku menuju. Aku tidak mengira akan ada seseorang yang berada sejauh ini," katanya.

Renjun terus berenang, bertanya-tanya apakah ia bisa membuat pria itu tetap bersamanya.

"Apakah kau tidak akan mengatakan apapun?" Tanyanya.

Renjun membuka mulutnya, menganggap tak masuk akal bicara dengan seseorang yang tidak nyata, dan menutup mulutnya lagi.

"Apa kau putri duyung?" pria itu lalu menyelam ke bawah air.

Apa dia seorang duyung jantan?

Tapi kemudian pria itu tahu Renjun bukan putri duyung. Dia muncul di samping Renjun, lebih dekat dari sebelumnya, pandangan ngeri terlihat di mata cokelatnya yang lembut.

tramontane [noren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang