09

611 41 9
                                    

warn! NSFW/mature content, blow job, hand job, fingering, masturbation!🔞

adegan jorok! buat yang kurang nyaman bisa langsung skip aja yaa, happy reading!



Ketika mereka terbangun keesokan harinya, tak satupun dari keduanya mendapat cukup banyak tidur. Jeno pikir itu lebih seperti tergelincir ke dalam periode kelelahan secara tak sadar. Dia merasa lega menyadari bahwa mereka bisa tidur di tempat tidur dan bukan di lantai, tapi dia merasa sakit. Lengannya melilit Renjun, kakinya di antara kaki Renjun, dan punggung Renjun menekan ke dada Jeno.

"Oh Tuhan," keluh Jeno.

"Apakah kita berdua masih hidup? Kupikir kita akan membunuh satu sama lain."

"Ini satu-satunya cara aku ingin mati. Kau—" Jeno berhenti dan kemudian berbisik di telinga Renjun, "Kau tidak berpikir tentang bunuh diri lagi, kan?"

"Kapasitasku-untuk berpikir-telah-kau hancurkan."

"Gadis lucu."

"Aku tidak bisa merasakan kakiku." Renjun mengeluarkan erangan panjang.

Jari Jeno menelusuri sepanjang bagian atas paha Renjun. "Jangan khawatir. Masih utuh dan kakimu sangat indah."

Saat tangan Jeno berkelana lebih rendah, bel pintu berbunyi membuat mereka terperanjat. Renjun tak sengaja membenturkan kepalanya ke dagu Jeno.

"Abaikan saja." Jeno mengedipkan air matanya kesakitan.

Tapi siapa pun yang ada di luar tidak mau menyerah menekan bel.

"Mungkin Haechan. Aku akan pergi dan memeriksanya."

Renjun berguling, mengayunkan kakinya dari tempat tidur dan telanjang tersandung keluar dari kamar.

Jeno memandangi pantat Renjun dan kemudian mengikutinya.

"Apa?" Bentak Renjun ke interkom.

"Renjun?"

Suara laki-laki. Seluruh tubuhnya menegang dan Jeno menduga Dickhead (si tolol) berdiri di lantai bawah.

"Aku ingin bicara denganmu. Bolehkah aku naik?"

Jeno mengepalkan tinjunya.

"Tidak," kata Renjun.

"Kumohon. Maafkan aku. Aku harus menjelaskan. Aku merasa tidak enak."

Jeno menarik Renjun ke samping. "Biarkan dia masuk," katanya. "Bukankah kau ingin mendengar apa yang akan dia katakan?"

Renjun menatap Jeno, tapi tidak menghentikan Jeno ketika jari pria itu menekan tombol pelepas pintu. Kemudian Jeno berjalan ke kamar mandi dan kemudian memunculkan kepalanya keluar. "Lebih baik pakai sesuatu. Tapi, jangan terlalu banyak. Beri dia sedikit petunjuk apa yang sudah ia lewatkan."

Jeno bersandar di wastafel, jantungnya berdetak keras. Bagaimana jika si tolol lebih besar daripada dia? Bagaimana jika Renjun ingin dia kembali?

Ketika Renjun membuka pintu, ia sudah mengenakan t-shirt panjang, Hyunjin menjulurkan seikat besar bunga setinggi pinggang. Mungkin dia berharap bunga itu akan memberikan sedikit perlindungan.

"Renjun, aku minta maaf," kata Hyunjin.

"Baik."

Renjun tidak bisa percaya dia berdiri disana berbicara dengan Hyunjin, bukannya berlari ke dapur untuk mengambil pisau, tidak meluncurkan kakinya ke pangkal paha pria itu. Hmm, dia seharusnya memakai sepatu.

tramontane [noren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang