05

606 47 5
                                    

Renjun tidak berkedip. Bagaimana mungkin dia tidak menyadari? Bingung, Renjun meraih sepasang kacamata yang jarang ia pakai dan memakainya kemudian berbalik ke arah Jeno.

Mustahil, luar biasa, tak terbayangkan—benar-benar terlihat seperti yang ada di fantasi anak remaja, dia berdiri di depan Renjun, di apartemennya, si bad boy bintang pop, Lee Jeno, dengan bulu mata panjang runcing dan penampilan yang menggiurkan.

albumnya telah terjual jutaan kopi. Hidupnya menjadi pembicaraan umum di majalah. Dia adalah seorang pria yang tiba-tiba datang dari dunia musik lalu meninggalkan perusahaan agensinya dengan terguncang dan para penggemarnya menjerit-jerit.

Ada di apartemenku!

Renjun membungkuk dengan sangat hormat. "Paduka Yang Mulia. Saya sangat tersanjung untuk menerima Anda di rumah saya yang sederhana. Bagaimana kabar IU?"

Jeno menyeringai. "Lucu sekali." Kemudian wajahnya berubah kecewa. Ia mengulurkan tangan ke arah kacamata Renjun dan menarik tangannya kembali. "Ya Tuhan, tidak heran kau menyetir tidak terarah di jalanan. Kau tidak bisa melihat ke mana arah yang kau tuju!"

"Kupikir kau tertidur."

"Aku terlalu takut untuk membuka mataku. Kenapa kau tidak membiarkan aku mengemudi?"

"Mobil itu hanya diasuransikan untukku."

"Kita bisa saja terbunuh," keluh Jeno dan Renjun menyeringai.

"Mataku tidak seburuk itu." Renjun melemparkan kacamatanya kembali ke meja dan menyetel ulang microwave.

Jeno mendengus dan perutnya bergemuruh. Aroma manis membuat Renjun lapar juga.

"Jadi bagaimana rasanya ada selebriti di sekitarmu untuk makan malam?" Tanya Jeno.

"Maksudmu kau benar-benar terkenal?" Renjun menganga padanya.

"Ha ha. Lucu sekali."

Apa yang akan Haechan, Yangyang dan Jaemin katakan? Renjun berpikir tentang hal itu. Tak seorang pun akan percaya hal ini.

"Kenapa kau ingin bunuh diri?" Tanya Jeno.

Renjun mendesah. "Kau pikir jika kau terus membahasnya, aku akan lengah dan menjawabnya begitu saja?"

Jeno memberinya senyum malu-malu. "Ya."

Renjun menahan senyumnya. "Bagaimana kalau kau yang duluan?"

"Aku kesana untuk berenang," kata Jeno.

"Aku juga."

"Kau tidak."

Renjun bertanya-tanya berapa lama mereka bisa memainkan permainan ini, tenis tanpa bola.

"Siapa tadi yang mengetuk pintu?"

"Haechan. Dia tinggal di lantai bawah."

"Dan apa yang terjadi kemarin sehingga membuat mereka ikut prihatin dan kau hancur?"

Renjun mendesah. "Kau punya telinga besar, Jeno." Dia mengambil dua piring dari lemari dan menaruhnya di meja.

"Bagaimana bisa kau tidak mengenaliku? Jadi kau bukan penggemar, ya?"

Mulut Renjun mengejang. "Kau tak pernah membuatku menjerit."

Saat kalimat tadi keluar dari bibirnya, Renjun berharap tidak mengatakannya. Jeno tampak seolah-olah ia ingin bicara dan memikirkan yang lebih baik tidak melakukannya. Renjun berjuang memikirkan sesuatu untuk dikatakan.

"Apakah kau tahu salah satu dari lagu-laguku?" Tanya Jeno. "Atau menonton salah satu filmku?"

"Err... Aku pernah melihatmu di koran," kata Renjun.

tramontane [noren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang