Renjun telah menyelesaikan puzzle. Well, hampir selesai. Ada satu bagian yang hilang.
Renjun menatap gambarnya sejenak, mengagumi bentuk kucing hutan, mengingat bagaimana Jeno berbaring santai seperti macan tutul, bagaimana mereka telah memainkan teka-teki itu bersama-sama.
Lalu Renjun meraup semuanya dan memasukkannya ke dalam tempat sampah. Jika Renjun menginginkan kehidupan baru, dia harus menyingkirkan yang lama.
Renjun mengisi kantong-kantong hitam dengan semua bahan jahitan dan membawanya ke ruang tempat sampah bersama dengan komputer dan mesin jahitnya.
Mesit jahit itu sudah berhenti bergerak dan mati ketika Renjun pergi dan ia tidak punya biaya untuk memperbaikinya.
Renjun sudah tidak berhasrat untuk menjahit. Tidak ada gunanya lagi.
Sebelum Renjun sadar, dia sudah membuang hampir semua yang dia miliki, kecuali sejumlah kecil pakaian, ponsel dan catatan-catatan Post-It Jeno yang menempel di dindingnya. Hal itu tidak terlalu sakit seperti yang dia pikir. Semua itu hanya barang. Bahkan tempat tidur. Benda itu bisa pergi bersama dengan apartemennya.
Bagaimana bisa dia tidur di sana lagi dan merasa bahagia? Renjun meletakkan kalung bintang peraknya di bawah bantal. Semua itu bagian dari mimpinya sekarang.
Ketika Renjun akan berjalan ke bawah untuk yang keempat kalinya, membuang dua kantong lagi di ruang tempat sampah, ponselnya berdering.
"Renjun? Ini Woojin."
Renjun begitu terkejut dia menelepon, sejenak Renjun tidak bicara.
"Renjun? Apa kau disana?"
"Ya. Maaf."
"Hyunjin bilang kau ingin bicara denganku."
Renjun terus menyaksikan pemandangan kerikil di bagian belakang mobilnya dan bersandar di dinding. "Aku ingin bertanya tentang artikel yang kau tulis tentang Jeno," katanya.
"Dan di sini kupikir kau akan mengajakku berkencan." Woojin terkekeh.
Renjun sedang tidak mood untuk tertawa. "Jeno mengira aku sumbernya."
"Well, mungkin kau seharusnya menceritakan dari sudut pandangmu. Seperti menjelaskan bagaimana kau mendapat luka di wajahmu? Aku sudah punya judul utama—HRJ-LJN."
Jari-jari Renjun naik ke pipinya dan menelusuri goresannya. Seseorang pasti sudah mengambil fotonya saat ia meninggalkan rumah Jeno.
"Apakah dia memukulmu?"
"Tidak. Aku terkena ranting. Woojin, aku perlu tahu siapa yang bilang dia mencoba bunuh diri."
Ada napas dalam-dalam dari ujung telepon. "Kau tahu aku tidak bisa memberitahukan itu padamu. Aku harus melindungi sumberku. Dan ngomong-ngomong kau tak punya luka itu ketika kau masuk ke rumah Jeno. Luka itu ada ketika kau keluar. Apa ada hutan di ruang itu, hah? Atau mungkin Nancy McDonie yang memukulmu. Dia mudah marah."
"Apa ibu Jeno yang mengatakan itu padamu?" Renjun bertahan.
"Aku tidak bisa mengatakannya."
"Ayahnya?"
"Renjun, aku tak bisa memberitahumu."
"Tapi Jeno pikir itu aku."
"Lalu kenapa kau tidak membiarkan aku mewawancaraimu? Kau dapat meluruskan kesalahpahaman itu. Kami akan membayarmu. Aku bisa datang ke sana sekarang. Kau dapat memberitahuku bagaimana kau mendapatkan luka itu dan mungkin aku bisa memberi petunjuk tentang apa yang kau ingin tahu."
KAMU SEDANG MEMBACA
tramontane [noren]
Fanfiction[Remake story] Original story Strangers by Barbara Elsborg Renjun sudah cukup banyak berurusan dengan bad boy sampai suatu saat ketika ia berenang satu arah di laut ia bertubrukan dengan pria yang tidak bisa ia tolak. Lee Jeno seorang mantan bad boy...