Renjun membuka mata keesokan harinya mendapati Jeno sedang menatapnya. Renjun tersenyum malas.
"Aku mencintaimu," kata Jeno.
Renjun menelan ludah, sepenuhnya terjaga.
"Aku sudah menunggumu untuk bangun sehingga aku bisa mengatakannya. Aku seharusnya mengatakan itu sebelumnya. Sebagaimana mestinya. Aku. Cinta. Kamu." Jeno menekankan setiap kata dengan ciuman.
Untuk sesaat, Renjun tidak memiliki jawaban yang cerdas. Jantungnya berlari, berpacu melawan otaknya menuju garis finish dan menang.
Jeno mencintainya. Dia tidak lagi berpikir 'sepertinya' ia mencintai Renjun. Jeno mencintainya. Mata gelapnya bagaikan kolam yang dalam, begitu indah hingga Renjun ingin menenggelamkan diri di dalamnya.
"Dan meskipun aku suka melakukan seks denganmu, tapi jauh lebih dari itu aku mencintaimu karena aku bisa jujur denganmu. Aku percaya padamu. Aku mencintaimu karena kau telah membuatku melihat diriku lebih daripada yang aku pikirkan. Aku mencintaimu karena kau telah membuatku nyata. Aku mencoba untuk mengabaikan fakta bahwa kejantananku akan bergairah bahkan ketika aku memikirkan namamu." Jeno mencium ujung hidung Renjun. Dan kemudian menariknya kembali. "Apakah kau mencintaiku?"
"Ya, aku mencintaimu." Renjun menggerakkan jarinya di sepanjang bibir Jeno. "Kau adalah jalanku yang lain, Jeno. Tentu saja aku mencintaimu."
Wajah Jeno berseri dan kemudian tersenyum kecil. "Jalan lain apa?"
"Ketika aku berusia tujuh tahun hidupku terbagi. Aku berada di salah satu jalan ke dalam perawatan dan harapanku ingin menuju ke jalan yang lain, jalan yang berbeda, satu jalan di mana aku tidak melangkah saat orang tuaku bertengkar, di mana seharusnya tidak ada seorangpun yang meninggal. Pada jalan itu, aku bisa lulus ujian, menangkap peluang, mendapatkan pekerjaan yang baik, menemukan seseorang yang mencintaiku—seseorang yang berpikir aku manis, baik dan cantik. Kupikir, suatu hari jalanku akan tiba bersama-sama, seseorang akan membantuku membawa harapanku secara bersamaan. Pemikiran itulah yang membuatku tetap waras, membantuku untuk bertahan hidup. Itu sebabnya Hyunjin bisa menipuku. Kupikir dialah yang selama ini kutunggu, tapi bukan. Kaulah orangnya. Dan dengan cara yang aneh, menyesatkan, aku senang aku bertemu Dickhead, kalau tidak aku tidak akan pernah bertemu denganmu."
"Siapa yang bilang sesuatu tentang kau yang manis, baik dan cantik?" Jeno bertanya.
"Pria seksi yang aku kenal. Suatu hari aku akan memperkenalkanmu."
Jeno membungkuk untuk menanam ciuman lembut di bibir Renjun. "Aku harap aku bisa memutar waktu kembali dan memperbaiki semuanya."
"Sudah tepat sekarang dan itulah yang penting."
"Aku ingin memberimu seluruh dunia."
"Aku hanya ingin kamu."
"Bahkan dengan semua kebiasaan burukku?" tanya Jeno.
"Well, tidak, tidak dengan itu semua, jelas."
Jeno melompat pada Renjun, mengambil pergelangan tangannya dengan satu tangan dan menjepitnya di atas kepalanya.
"Kau seharusnya bilang kau mencintaiku bahkan dengan semua sisi burukku." Tangan lainnya menggelitik rusuk dan perut Renjun dan Renjun menggeliat.
"Aku menyerah," teriak Renjun.
"Kau terlalu mudah." Tapi Jeno menarik Renjun kembali terhadapnya dan membungkus lengan dan kakinya di sekeliling Renjun seolah-olah ia mencoba untuk membuat Renjun menjadi bagian dari dirinya.
Renjun tidak mengira dia akan pernah merasa begitu aman dan bahagia.
"Jadi, mengapa kau berpikir tidak ada yang akan mati jika kau tidak melangkah masuk?"
KAMU SEDANG MEMBACA
tramontane [noren]
Fanfiction[Remake story] Original story Strangers by Barbara Elsborg Renjun sudah cukup banyak berurusan dengan bad boy sampai suatu saat ketika ia berenang satu arah di laut ia bertubrukan dengan pria yang tidak bisa ia tolak. Lee Jeno seorang mantan bad boy...