38

416 33 1
                                    

Renjun duduk di atas pasir, menatap laut berwarna hijau lumpur. Cuaca sangat menyedihkan, langitnya seribu nuansa abu-abu. Renjun berharap dia bisa menghapus awan mendung dan menemukan semburat biru kecil.

Apakah itu sesuatu yang sering dikatakan ibunya? Cari langit yang cukup biru untuk membuat sepasang celana pelaut dan cuaca akan cerah malamnya. Mungkin itu bukan kata-kata ibunya. Mungkin itu kata-kata dari salah satu pekerja sosial yang mengurusnya. Renjun tidak yakin. Dia tidak yakin pada apa pun.

Sekarang mulai gerimis dan beberapa keluarga di pantai mulai berkemas dan pergi. Bahkan burung-burung camar terbang menjauh.

Renjun menarik jarinya yang kedinginan ke dalam lengan sweater birunya. Apakah dia sudah berusaha cukup keras untuk menempatkan segala sesuatu dengan benar? Dia pikir begitu.

Renjun meletakkan tangannya di saku dan mengeluarkan gumpalan catatan Post-It yang Jeno tinggalkan. Dengan beberapa lipatan yang cekatan, Renjun merubahnya menjadi sebuah perahu kecil dan melemparkannya ke pantai.

Lima belas menit kemudian, armada perahu kertas kuning tergeletak di pasir. Air telah menjangkau beberapa dari perahu itu dan membanjirinya. Renjun menyaksikan ombak-ombak datang dan bertanya-tanya apakah air itu akan terus-menerus terdorong ke pasir, mencoba merangkak naik ke pantai sebelum menyusut kembali. Segera, ombak itu akan mencapai semua perahu kecilnya dan kemudian akan mencapai Renjun. Mungkin ia harus membiarkan laut menelan dirinya dan segala sesuatu yang salah dengannya.

Ada kenyamanan yang aneh dengan tidak memiliki apapun yang tersisa, tidak memiliki harta. Koper dengan sisa-sisa pakaiannya berada di bagasi mobil. Renjun kehilangan tasnya di suatu tempat. Mungkin dalam kabin truk di mana dia menumpang tadi.

Renjun masih memiliki ponselnya kemudian mengeluarkannya dari saku. Dia tidak menghidupkannya selama berhari-hari. Renjun menekan tombol kecil di bagian atas dan menghapus  notifikasi panggilan tak terjawab dan pesan tanpa memeriksanya terlebih dahulu.

Renjun tidak lagi tertarik pada apa yang orang-orang katakan. Dia mengetik satu pesan di telepon, tapi tidak mengirimkannya.

Untuk Hippo,
Maaf kita kehilangan satu sama lain.

Mermaid XX

Renjun menghapus tanda ciumannya (huruf X).

Kemudian meletakkan ponselnya kembali. Dia menempatkan telepon tegak di pasir antara dirinya dan ombak. Setelah beberapa saat, lampu pada layar ponselnya mati.

Beberapa perahu kertas yang lain masih berjuang dalam ombak.

..

Bahkan dengan tubuh Renjun yang memunggunginya, Jeno tahu itu adalah dia. Ia tak tahu apa yang akan ia lakukan jika Renjun tidak ada di sana. Pikiran bahwa ia bisa datang terlambat hampir melumpuhkan dirinya.

Jeno berjalan di bagian puncak pasir pantai sampai berada tepat di belakang Renjun yang melihat ke pantai dari sebuah gundukan pasir. Renjun tidak akan mendengar kedatangan Jeno di atas kegaduhan laut.

Renjun dikelilingi oleh segitiga kertas kuning dan ponselnya berdiri tegak di pasir di depannya. Jeno mengambil ponsel dari sakunya dan mengetikkan pesan.

Dia bisa melihat Renjun tersentak ketika ponselnya menyala. Untuk beberapa saat, wanita itu hanya duduk di sana, dan kemudian Jeno melhatnya meraih ponsel dengan sangat lambat dan mengambilnya.

Larilah bersamaku.

Jeno menunggu untuk melihat apa yang akan Renjun lakukan. Dia berharap Renjun tidak akan terburu-buru masuk kedalam laut. Lautnya kelihatan sangat dingin, dan Jeno benar-benar tidak ingin lebih basah lagi. Jeno mengirim pesan lagi.

tramontane [noren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang