Rumah (2)

204 27 7
                                    

Sementara itu Singto baru saja memasuki rumahnya yang ternyata ada adik iparnya duduk bersama Force memainkan ponsel.

"ayaaahh! Kok baru pulang sih?" Force lari dari pangkuan Fiat memeluk ayahnya.

Natcha dan Arthit yang baru saja keluar dari kamarnya membawa tas pakaian mereka juga berlari memeluk Singto. Menjatuhkan tas mereka.

"maafin ayah baru bisa pulang sekarang" ucap Singto tulus pada ketiga anaknya.

"kakak, abang, adek, ayok..." ujaran Krist terhenti saat melihat ketiga anaknya berpelukan dengan Singto.

"Krist..." panggil Singto sendu.

"aku... ke rumah Gun dulu, June sama Fiat kalo mau pulang juga gapapa" ucap Krist datar lalu pergi keluar rumah.

"Krist! Ayo ngobrol" Singto memeluk istrinya dari belakang.

June yang mengerti pun mengajak ketiga keponakannya untuk pergi keluar rumah bersama Fiat, memberikan orang tua kembar itu ruang untuk berbicara.

"kenapa? Jelasin sekarang" titah Krist datar.

"duduk dul..."

"ga perlu"

Singto menghela napas "gue nabrak temen lo, dia lagi berantem sama suaminya, makanya dia minta gue nemenin dia beberapa hari. Gue khilaf, gue terlanjur nyaman sama dia. Dia cewek yang lembut, perhatian juga sama gue. Tapi dua hari terakhir gue suka keingetan lo, jadi ngebanding-bandingin Chereen sama lo, gue kangen sama lo..."

"tapi itu gak ngubah fakta kalo lo udah tidur sama dia"

Singto membeku, perkataan lelaki manis itu telak menghujam jantungnya "gue minta maa...."

"iya, jangan diulangin lagi ya" nada bicara Krist masih datar. Singto membola, kesalahan fatalnya dimaafkan begitu saja oleh Krist.

"...itu kalimat gue yang cinta banget sama lo, kalo logika gue yang jalan, hari ini juga surat cerai udah ada tanda-tangan gue" Krist melepas dekapan Singto "dari awal emang gue harusnya nolak keras perjodohan ini" ujarnya sambil memunguti tas ketiga anaknya dan tasnya sendiri.

Krist berlalu melewati Singto yang membeku "playboy selamanya playboy, gak akan bisa berubah. Singto makasih, lo udah bikin luka yang gak ada obatnya, rumah lo bukan gue lagi sekarang" ujarnya di depan pintu sebelum melangkah keluar rumah mereka. Rumah yang telah bertahun-tahun mereka isi dengan kenangan manis dan asam di setiap sudutnya bersama tiga mentari yang mereka sayangi dengan nyawa mereka.

Namun sayang pondasinya hancur begitu saja, mengakibatkan rumah itu roboh meskipun nampak baik-baik saja.

🏡🏡🏡

"Krist...Dek? Bangun sayang..."

Tidur Krist yang tak tenang akhirnya terganggu akibat ulah Singto yang terus menggerayangi tubuhnya, ia terperanjat ketika melihat tubuhnya sudah naked saat membuka mata, dan Singto yang juga naked tersenyum tanpa dosa menindih tubuhnya.

"anjing!" Krist menendak Singto hingga terjungkal jatuh ke lantai, membuat bunyi 'dug' yang sangat keras hingga membuat anak tengah mereka mengetuk-ngetuk pintu kamar sang ayah dan bunda khawatir.

"kita gapapa bang, tidur aja lagi!" pekik Krist sambil mencari-cari pakaiannya sendiri yang tidak ketemu hilang entah kemana, mengabaikan Singto yang mengaduh kesakitan.

Hari masih gelap, Krist meraih ponselnya melihat jam yang tertera lalu menghela napas.

02.15

Krist menyimpan ponselnya lagi, ia tidak bisa mengantuk sekarang. Diliriknya Singto yang sudah kembali merebah di sampingnya, langsung saja Krist menyusup ke dalam dekapan Singto dan selimut tebal yang menutupi tubuh polos mereka.

"kenapa hmm?" Singto membelai rambut Krist sayang, ia tahu Krist baru saja mengalami mimpi buruk.

"jangan pergi" pinta Krist manja mengeratkan pelukannya pada Singto.

Singto terkekeh, dalam pikirnya mungkin Krist bermimpi ia meninggalkannya. Namun Singto tak akan membahasnya karena akan membuat Krist menangis "gue nanti kerja, gak kemana-mana"

"gue ikut" rengek Krist.

"tumben?"

"ga punya alesan" rajuk Krist.

Singto menghela napasnya menepuk pundak polos Krist pelan "kalo gue ada salah, bilang. Kalo gue lupa, ingetin. Gue gak bener-bener tau apa yang lagi lo takutin, tapi yang pasti, lo..." menunjuk dada kiri Krist "masih jadi tempat gue pulang, and it always be" Singto mengecupi kepala Krist sayang.

"gue mimpi lo selingkuh sama mantan lo, kita hampir..." Krist menenggelamkan wajahnya di dada Singto.

"tapi kenyataannya gue masih disini, kan?" potong Singto, Krist mengangguk.

"udah sering gue bilangin, mimpi buruk gak usah diceritain, nanti kalo gue selingkuh beneran gimana?" tanya Singto lembut.

Tangan Krist diam-diam menyelusup menyentuh kesejatian Singto lalu meremasnya tanpa ampun hinga si empunya kesakitan.

"aarrgghhh! Sakit!" rintih suami Krist.

"kalo lo selingkuh, gue kebiri lo biar batang lo bisa diem!" ancam Krist membuat Singto merinding.

Sambil mengusap-usap barangnya, Singto merengek pada Krist yang sudah memunggungi dirinya.

"dek.. jangan gitu dong, mas kan cuma bercanda" Singto meringsut mengelus lengan polos Krist lembut. Namun itu membuat Krist sedikit meremang, karena memang ac yang dingin juga.

Krist berbalik menghadap Singto sambil mempoutkan bibirnya membuat suaminya gemas sendiri lalu mengecupnya singkat.

Singto kembali mengambil Krist yang sedang manja itu dalam dekapannya "manja banget begini, lo ngidam ya?"

plak!

"sembarangan aja kalo ngomong lu!" Krist memukul dada telanjang Singto tanpa ampun, meninggalkan bekas merah di tempat tersebut.

"lo gak ngidam?" Krist menggeleng marah.

"yaudah, kalo gitu.." Singto kembali menindih Krist "kita bikin lo ngidam lagi"

Krist menghalangi wajah suaminya yang ingin menggoda titik sensitifnya, namun gagal. Dirinya sudah larut dalam buaian lelaki yang lebih tua beberapa bulan darinya itu.

"pe-pengamannya ada di laci!"

🔥🔥🔥

"bun...nda?"

"iya dek?" Krist menyahuti Force sambil mengoles selai pada roti untuk sarapan bocah lima tahun tersebut.

"leher bunda kenapa? Kok merah-merah?" tanya Force kebingungan.

Krist membola, ia melirik lemari kaca yang berada di dapurnya "ck..kerjaan Singto nih" gerutu Krist berbisik.

Kemudian datanglah si tersangka yang tersenyum lebar tanpa rasa bersalah memeluk Krist dari belakang.

"lepas! Aku ngambek!" Krist menghempas tubuh Singto begitu saja.

Hal ini dilihat oleh ketiga anaknya yang sudah duduk rapi menunggu sarapan mereka. Natcha dan Arthit hanya tersenyum menggoda meledek orang tuanya.

"apa ketawa-ketawa? Uang jajan kakak sama abang bunda potong sebulan!" ketus Krist meninggalkan anak-anaknya beserta Singto

"apa?!"

"yah.. bunda, kakak mau nabung buat beli merch Thailand, bun" protes Natcha lemas.

"abang mau beli buku lagi, hh..." gerutu Arthit tak kalah lemas. Kedua kembar itu melirik sinis sang ayah yang tersenyum tanpa dosa.

"ayah! Tanggungjawab!"











Fin

Keluarga Macamana (Oneshoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang