Guru? (SMA)

121 15 10
                                    

Oke, mulai sekarang setiap cerita di oneshoot ini bakalan Vee kasih keterangan "SMA" kalo part Nat-Oon di sini masih sekolah, kalo gak ada keterangannya, berarti Nat-Oon udah kuliah, okee??



"Udah gede tuh ya mbok bisa di bilangin! Kamu di kasih hati minta jantung!"

Natcha menghela napas, pelajaran olahraga dalah pelajaran yang menyeramkan jika di bandingkan dengan pelajaran Geografi dengan mata pelajaran yang tergolong sulit. Tapi bagi Natcha, pelajaran yang sulit tak berarti apa-apa daripada guru olahraga yang galak dan...

"Udah mesum! Tukang marah-marah! Gue kasian ama istrinya"

Gadis kesayangan Singto itu menoleh pada teman yang berdiri tepat di sebelahnya, Lyla berbisik padanya. Gadis berambut hitam pekat itu sudah sejak awal tidak menyukai guru olahraga tersebut.

"Gue juga sebel sebenernya ama dia, ga sabaran amat! Tapi mau gimana lagi?" Bisik Natcha membalas, tak mau ketahuan sedang bergosip tentang gurunya.

Sedangkan Arthit yang berdiri di belakang sang kakak ikut mengobrol "harusnya kita lapor gak sih? Udah ga beres nih guru!"

Kedua gadis di depan Arthit menggeleng "Gila lo! Kita ga punya bukti!" Sentak Lyla pada Arthit.

"...Sampe sini paham?! Kalo udah paham, semuanya baris!"

***

Akhirnya pelajaran pesakitan itu berakhir setelah tiga jam pelajaran Natcha dan semua teman perempuan satu kelasnya menahan emosi dan rasa takut. Sebab guru mata pelajaran olahraga satu ini adalah guru yang membuat kenangan buruk di masa kelas dua belas angkatan Natcha dan Arthit.

"Masa guru olahraga obesitas, sih?"

Natcha membenarkan dalam hati, ia tidak bermaksud body shaming, namun untuk ukuran tubuh guru olahraga, guru itu terlalu gemuk, bahkan untuk guru yang gemuk. Selain itu, guru tersebut seperti gila hormat, tidak berusaha untuk membaur dengan siapapun. Yang Natcha lihat sendiri, guru tersebut langsung keluar dari sekolah setelah jam mengajarnya habis. Tak seperti guru yang lain, guru tersebut tak pernah terlihat mengobrol santai berdua dengan guru lain, selain urusan pembelajaran.

"Eh, lo tau si Refa anak kelas sebelas? Dia dipepetin ama guru itu, tau!"

Teman satu meja Natcha membelalak, Lyla adalah penangkap berita yang handal, relasinya di seluruh sekolah Natcha teramat baik, jadi berita sekecil apapun pasti Lyla tahu.

Bela, salah satu orang di meja Natcha berceletuk, "Kalo ada bukti chatnya, kita bisa bikin laporan!" Ujarnya geram, Bela tak pernah berurusan dengan guru tersebut di luar jam pelajaran, namun sesungguhnya berada di tempat yang sama dengan guru obesitas itu sudah membuatnya muak setengah mati.

"Iya anjir, kelas sebelah udah bikin laporan ke wali kelas!" Sahut Lyra, saudara sepupu Lyla yang duduk di seberang Bela, "Soalnya si Nashwa kemaren dapet kata-kata nggak enak dari dia," satu meja di tengah kantin itu mendekat pada Lyra yang berdeham, "Lo tau Nashwa anak padus yang kulitnya agak gelap itu, kan? Nah dia kan lagi bercanda ama Paul anak padus juga, sebenernya gak ngeganggu pelajaran soalnya lagi nunggu giliran gitu, eh sama guru itu di bilangin 'eh banci! Lagi olahraga yang serius, nanti kena bola nangis! Yang satunya juga, udah jelek pecicilan' gitu! Apa nggak emosi Nashwa ama Paul?!"

"Sumpah, dia ngaca nggak, sih? Guru-guru lain aja pada gak mau deketan ama dia, harusnya perbaiki sikap dan berat badan, kalo berat badan gak mampu, minimal ahlaknya di benerin"

Perbincangan hari itu di kantin tak hanya sekedar perbincangan, mereka sepakat untuk membujuk teman-teman satu kelasnya untuk mengadu pada wali kelas mereka, Lyra dan Lyla juga mengajak kelas-kelas lain yang diajar guru olahraga tersebut untuk mengadu pada wali kelas masing-masing. Dan juga orang tua mereka. Sebenarnya Natcha juga bingung sendiri, kenapa neneknya menerima guru tak beradab di sekolahnya. Sepulang sekolah ini Natcha berencana menyeret Arthit ikut menemaninya untuk pergi ke kantor sang nenek.

Sekolah Natcha adalah sekolah yang cukup elit, para orang tua membayar mahal bukan untuk guru yang sembrono tetapi untuk lingkungan yang sehat bagi anak-anak mereka. Natcha harus menyelesaikan hal ini dengan sang nenek, selaku ketua yayasan yang baru setelah nenek buyut tiada empat tahun lalu.

"Kak Prae, nenek ada?" Prae selaku sekretaris kesayangan nenek Ruangroj itu mengangguk, ia mempersilahkan Natcha dan Arthit mengetuk pintu ruangan sang nenek. Setelah mendapat izin dari dalam, kembar yang masih mengenakan seragam sekolah itu melangkah masuk menemui sang nenek yang masih asyik berkutat dengan monitornya bersama sang ayah.

"Kakak, abang? Ada perlu apa sampe ke sini? Udah makan?" Sambut sang nenek, Singto mengusap-usap rambut Natcha.

Gadis tujuh belas tahun itu menatap serius sang nenek, "Nenek pasti udah denger desas desus laporan tentang pak Sar, kan?" Sang nenek seperti melihat Singto versi wanita jika melihat Natcha saat ini, cucu perempuannya ini sangat mirip dengan Singto saat serius, maka sang nenek juga akan menganggapnya serius, "Duduk dulu" titahnya, Arthit hanya bisa menemani untuk mengontrol emosi sang kakak, dan Singto yang makin penasaran itu pun tak beranjak sama sekali dari tempatnya semula.

"Nenek, pak Sar gimana? Dia udah kelewatan! Aku punya banyak bukti tentang kelakuan dia di sekolah"

Terima kasih, Lyla dan Lyra! Bukti sangat cepat dan akurat untuk dijadikan acuan agar guru teraebut dituntut. Kekuatan orang tua juga berpengaruh dalam hal ini, Singto sebagai orang tua juga tak terima, Arthitnya menjadi salah satu korban, "Abang kenapa gak cerita sama ayah?! Pak Sar hampir perkosa kamu?!" Singto menggeleng tidak percaya, hanya karena paras manis putranya, orang lain berhak memperlakukan Arthit semaunya, tidak! Singto tak akan membiarkan hal ini terjadi.

"Bu, aku gak mau tau! Besok pagi guru itu harus di pecat!"












Bersambung!

Keluarga Macamana (Oneshoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang