Chapter 26 ~ Traitor In This House

473 56 7
                                    

𝕃𝕦𝕟𝕒𝕣'𝕤 ℕ𝕠𝕥𝕖 :

Aku akan melanjutkan catatan kemarin saja.

Aku duduk di ruang makan. Memperhatikan makanan yang ada di piring ku. Aku belum pernah melihatnya. Jenis makanan apa itu aku juga tidak tau.

"Kenapa,Lunar?" Tanya Psikiater pada ku yang jelas sekali bingung. Aku menengok ke arah Psikiater sekilas,lalu menatap lagi makanan di piring ku.

"Aah,iya. Jenis makanan mu kan beda,ya? Ini namanya Indomie" (Author ngesponsor. Dapet kiko 4 biji)

Aku menengok ke arah Solar sekarang. Masih tidak mengerti apapun. "Sudahlah,coba saja"

Aku mengangguk,mengambil garpu yang tersedia lalu menggulung untaian terigu yang dibentuk. Licin karna ada air kaldunya.

..

Enak. Aku mengerjap. Tidak pernah tau makanan manusia itu enak. Entahlah,aku tidak pernah keluar dimensi sebelumnya.

"Enak,Lunar?" Tanya seseorang dari dapur. Oh,itu salah satu elemen Tuan Muda yang nanti ku ketahui bernama Gempa. Elemen yang paling dewasa,menurut ku.

Aku mengangguk,lalu melihat ke sekeliling. Interior rumah yang bagus. Sederhana tapi sangat nyaman,seperti kamar ku di Istana. Ah,aku jadi teringat pada Pangeran Mahkota.

Aku menunduk,menerka nerka apa yang Pangeran Mahkota lawan saat ini. Ia disana bukan untuk main main atau hanya sekadar pekerjaan tertulis,tapi bertarung fisik. Tidak pernah sebelumnya aku membiarkan ia bertarung tanpa perlindungan ku.

Prioritas ku selalu Pangeran Mahkota,tapi sekarang,aku harus memprioritaskan seorang manusia yang bahkan aku baru kenal sekali. Aneh juga karna aku langsung merasa nyaman saat ada di dekatnya.

Seperti saat pertama kali Pangeran Mahkota berteman dengan ku. Andai kata ia tidak berteman dengan ku,pasti aku sudah membusuk di jalanan sana. Terbuang,tanpa perlindungan.

"Lunar? Kau baik baik saja?" Suara Psikiater membuyarkan lamunan ku. Aku menggeleng,tanda aku tidak apa apa. Tapi tatapannya curiga,aku tidak suka wajahnya saat seperti itu. Mengintimidasi.

"Sungguh?" Aku mengangguk takzim,lalu segera menghabiskan makanan ku.

Selesai makan,semuanya berkumpul di ruang tengah,termasuk Gempa dan Solar juga Psikiater. Aku tidak terbiasa duduk di sebuah kursi empuk seperti ini,aku agak tidak nyaman. Aku lebih suka bebatuan besar untukku duduk,memang keras,tapi aku telah terbiasa.

"Adakah yang kita lupakan?" Psikiater memecah kesunyian diantara kami. Membuat kami semua ikut berpikir. Apa yang kami lupakan...?

...

"TUAN MUDA!" Teriakku lantang,lantas pergi ke atas. Benar,juga. Tuan Muda sedari tadi tidak ada,padahal ia yang mengantar kebawah..

Ada yang aneh disini. Tapi aku tidak tau apa.

Aku terdiam di kamar atas. Semua bekas pertarungan tadi lenyap. Tak ada bekas. Padahal tadi banyak bercak hitam. Apa yang terjadi..

Aku..

Ah.

Tunggu sebentar...

Tuan Muda memanggil ku sekian kali,lalu naik ke atas dan bertanya aku sedang apa. Padahal ia sudah lihat bahwa aku tengah bertarung. Tanpa panik,ia mengikuti arahan ku. Padahal sebelumnya,sebelum kami berpindah dimensi,ia panik betul bahkan ketika kami sampai disini,paniknya masih terlihat begitu jelas.

Aku sibuk sendiri dengan Psikiater dan Laptopnya. Lalu,Tuan Muda tiba tiba tertawa sendiri dan langsung bertanya soal Solar.

Kami tetap memperhatikan satu sama lain,saling mempelajari tingkah laku,terutama aku.

Identitas Yang Telah Tiada 2 : Recall Every Single Memory Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang