Suasana kelas selalu seramai ini setiap presentasi akan dimulai. Ken dan Zao mungkin bisa tenang-tenang saja, tapi Levra dan duapuluh tiga anak lain di ruangan ini sudah ketar-ketir—entah bagaimana Dawai. Tapi sejauh yang Levra lihat, Dawai juga tak beda jauh dengan Ken dan Zao, yang hampir tidak goyah.
Kini mereka berempat sudah duduk melingkar di satu meja, di bawah kepemimpinan Ken sebagai ketua kelompok, Zao dan Levra memang tidak banyak bercanda disaat serius. Sehingga Dawai jadi tahu, ternyata jiwa ambis Ken tampak sekentara ini.
"Gue jelasin dari sini sampe sini." tunjuk Ken pada sederet kalimat dan setumpuk gambar di hasil kliping kelompok mereka. "Teori bigbang, gampang buat lo, kan, Lev?"
Levra mengangguk—selalu Ken yang memilihkan untuknya, selalu Ken yang memberikan bagiannya.
"Gue nebula aja, deh. Udah hafal, sih."
Levra jadi ingin menyikut Zao setelah kalimatnya barusan, "Songong amat lo."
"Gue gitu, loh. Apa, sih, yang ngga bisa?"
Zao tidak bermaksud pamer, dia justru benci kepintarannya selalu digembor-gemborkan, apalagi jika dia bisa disandingkan dengan Ken. Meski pada kenyataannya, Ken selalu berhasil menduduki peringkat satu, sungguh sulit untuk dikejar, sekalipun bedanya sangat tipis.
Dawai sejak tadi diam, memperhatikan, mengamati, mengobservasi—dia hanya melekatkan tatapannya pada layar laptop, di mana slide presentasi mereka terpampang di sana.
"Wai—"
"—Levra bukannya biasa jadi operator?"
Levra memberengut saat panggilannya sengaja dipotong Dawai, apalagi dengan topik setiba-tiba itu, hampir tak sesuai konteks. Zao jadi harus menahan kikikannya sekalipun Ken terus menginjak sepatunya di bawah meja sana.
"Kemaren lo cerita gitu sama gue, kan?"
Levra jelas terganggu, dia mendengus, lantas membanting punggungnya di sandaran kursi tanpa berminat membalas tatapan Dawai. Tapi dia mendesis, "Emang. Gue bukan cerita, gue ngasih tau. Bedain, cerita sama ngasih tau. Gue ngga sedeket itu sama lo buat cerita-cerita, jadi jelas gue cuman ngasih tau lo."
"Maksud gue, kenapa sekarang lo ngga jadi operator lagi kaya biasa?"
Levra jengah—mulai merasa aneh sebab omongan Dawai terkesan melantur, pun dengan Zao dan Ken. Sebenarnya permasalahan sesepele Levra tidak menjadi operator di presentasi kali ini, bukanlah sesuatu yang pantas dibahas dengan cara sesengit ini, kan? Tapi Dawai tahu-tahu saja mengubahnya jadi hal yang besar.
"Urusan gue, kan?"
Ken tahu jika ini dibiarkan, Levra bisa naik pitam dan parahnya akan mempengaruhi nilai presentasi mereka nanti. Jadi dia menyetop Dawai lebih dulu, "Lo itu ngga tau apa-apa sebelom lo jadi anak baru di sini. Ngga usah ngurusin hal-hal remeh gitu, deh, apalagi soal Levra—"
"—emang kenapa kalo soal Levra?"
"Buset." Levra sigap menyerobot, "Gue baru tahu lo bisa sengeselin ini."
Zao pun cukup takjub, hari ini Dawai memang tampak berantakan, dirinya tidak serapi biasanya, dirinya tak seberaturan biasanya, hari ini dia terlihat agak serampangan. Padahal kemarin-kemarin, Zao sempat memuji kalau Dawai adalah sosok super tenang, alim, diam-diam menghanyutkan, well-manner, dan segala sesuatu yang baik itu ada padanya.
"Fokus." Zao menengahi, suaranya jadi tegas seketika. "Ken, lo selaku ketua kelas dan ketua kelompok, cepetan bagi bagian kita semua. Setelah presentasi ini, setelah nilai keluar, lo pada terserah kalo mau uring-uringan bareng."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aphelion [✓]
Teen FictionJika pengidap Pistanthrophobia harus dipertemukan dengan pengidap Psikosis, apakah keduanya bisa menyatu sedekat manusia dan kematian? Tentu tidak ada yang bisa menjamin selain Dawai dan Levra, sebab hanya mereka yang bisa memangkas bentang jarak it...