Aku tidak mengerti

70 5 0
                                    

POV 1: Elias

Di ruang gelap ini aku merenung, memikirkan kehidupan apa yang sedang kujalani, mengapa semua ini terjadi padaku, dan apa yang harus aku lakukan untuk mengakhiri semua ini. Tunggu! Apakah aku bisa mengakhirinya?

Rakkhh!

Lamunanku buyar ketika sebuah suara misterius menggema di sekitarku, Aku menyapu pandangan ke seluruh sudut ruangan melihat benda-benda yang tertata rapi di meja, pintu yang tertutup rapat serta jendela yang tampak biasa saja, tidak ada yang berubah dari posisinya semula. Aku sangat ingat karena tanganku sendiri yang menatanya.
Tetapi sesaat kemudian hawa dingin mulai menyelimuti kamarku, beserta suara deru napas yang terengah-engah di belakang telingaku.
Aku tidak melihat siapapun ketika mengarahkan pandanganku ke belakang tetapi suara itu seakan menerorku dan terus berpindah. Aku mulai merasakan takut, berusaha bernapas panjang dan memejamkan mata, sepertinya cara itu berhasil, suara itu tidak terdengar lagi untuk beberapa saat lamanya.
Aku mulai tenang dan membuka mata, tapi kemudian sesosok wajah buruk rupa dan beraroma memuakkan berteriak memekikkan telingaku, untuk sesaat aku tidak bisa bisa bergerak, seakan waktu berhenti ketika dia mendekatkan wajahnya dengan jarak yang paling dekat denganku, Aku bisa merasakan napas yang keluar dari jeritan itu dan mataku seakan dipaksa terus terbuka untuk menyaksikan wajah murkanya.
Sekeras Aku berusaha akhirnya Aku bisa menutup mata dan bergegas membuka pintu, tapi diluar pintu Aku tidak menemukan satupun ruangan di rumahku, melainkan hutan belantara.
Rasa bimbangku semakin menjadi, bercampur takut dan marah, apakah ini mimpi atau nyata.

"Elias, bangun!"

"El, tolong!"

"Bangun ... Ah!"

"Mba Sati!"

"Mamah! Omah! Pah!"

Ke arah mana Aku harus berlari, meski mahkluk berwajah menjijikkan itu tidak mengejarku tetapi Aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan di sini, di mana ini!

Napasku mulai memburu dan terengah-engah, sekujur tubuhku dipenuhi keringat dingin bersamaan dengan lemasnya kakiku.
Aku duduk bersandar di sebuah pohon, tak terasa apapun, Aku tak peduli apakah ini mimpi atau nyata, Aku putus asa.

"Anakku ...." Deg! Jantungku seakan berhenti, suara itu sangat mirip dengan dengkuran yang aku dengar di belakang telingaku, dengkuran yang sama dengan sosok yang nenekku sembah di kamar mandi kala itu.
Suara itu terdengar sangat dekat, tetapi lirih dan hilang tertiup angin. Mataku berjaga-jaga menyalang kesana-kemari ke berbagai sisi, tidak ada siapapun.

"Elias, tolong. Kalo saat ini, lu lagi mimpi, plis! Bangun!" Aku memejamkan mata, menekankan kedua tanganku pada wajah dan lalu membukanya lagi.
Aku masih ada di hutan belantara yang gelap, mataku mengeluarkan air mata, apakah Aku menangis?

"Tuhan, Aku sudah putus asa."

"Berikan Aku petunjuk, Tuhan."

"Elias!" Suara seorang wanita memanggilku, Aku kembali menyapu pandangan ke manapun agar menemukan siapa pemilik suara itu, dari kejauhan terlihat sesosok wanita paruh baya.

"Aku merasa pernah melihatnya."

"Elias, anakku." Panggil Wanita itu, siapa dia?

Aku bangkit dari dudukku, mendekati sumber suara itu yang kini ia sedang berjalan sambil melambaikan tangannya padaku, seakan-akan menyuruhku mendekatinya.

"Kamu, siapa?" Tanyaku, suara itu tidak asing bagiku.

"Elias, putraku." Aku berhenti bergerak, begitupun juga wanita itu, kemudian ia tersenyum dan menangis.

"Kamu, ibu?" Entah apa yang Aku katakan, tetapi Aku merasa pernah atau bahkan beberapa kali melihatnya, apakah dia, ibuku?

"Elias!" Wanita itu berteriak pedih, sesaat kemudian api membakar seluruh tubuhnya dan menghilang.

Aku tidak tahu apa itu, Aku hanya bisa menyaksikannya tanpa berkata apapun, tanpa bergerak. Aku seakan terpaku dengan pemandangan yang hanya beberapa jengkal jaraknya.
Aku jatuh berlutut. Apa yang aku lihat? Aku merasakan kepedihan, kasih sayang, dan juga ketakutan pada suara wanita itu. Aku merasa sangat dekat dengan dia, sangat mengenal sosoknya, bahkan seakan dia selalu ada di sampingku.
Aku kembali menangis, dengan tertunduk dan berlutut, kepedihan itu semakin terasa dihatiku, mataku perih.
Aku menatap gundukan abu dari wanita itu, dan kembali menangis, kali ini dengan isak yang tak tertahankan.

"Apa yang terjadi padaku! Ah! Anj-"

Mengumpat? Aku tidak tahu, sungguh! Bagaimana caranya Aku keluar dari mimpi ini.
Keadaan yang tidakku mengerti ini, kurasa Aku harus mencari tahu. Aku membungkus abu itu dengan daun yang kuambil disekitar, kumasukkan ke sakuku, dan Aku perlahan berjalan menjauh dari tempat itu, mau kemana? Aku tidak mengetahuinya.
Lama Aku melangkah, hanya ada pepohonan, semak belukar dan kicauan burung-burung menyeramkan di malam hari, jangkrik, dan beberapa suara aneh yang menyelimuti hutan dan menuntun langkahku hingga ke sungai, gemercik suara air itu menenangkan pikiranku, membuatku melupakan sejenak apa yang barusan Aku lewati, tanpa kusadari ketenangan ini membuatku tertidur.

SATI (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang