DI MEDIA SOSIAL, AKAN SELALU ADA ORANG YANG KITA HINDARI

112 14 0
                                    

Sebagai manusia yang berbeda, kita sangat mudah membenci seseorang. Tak menyukai mereka karena alasan sepele. Dan seringkali saling menghindar karena pernah terjadi gesekan serius atau hal yang tak menyenangkan di antara kedua belah pihak.

Baik di dunia nyata dan media sosial. Kita semua melakukannya. Kita mengindari orang-orang tertentu yang pernah membuat kita tak nyaman dan sebisa mungkin, tak pernah lagi berurusan dengan mereka.

Dalam dunia media sosial yang luas dengan orang-orang yang tak pernah bertemu secara langsung. Kita jauh lebih mudah menghindari mereka semua dengan cara memblokir atau menghapus pertemanan. Tapi, ada cara yang kadang agak dewasa tapi sesungguhnya itu hanya semacam omong kosong hubungan sosial yang selama ini kita jalani.

Kita membiarkan mereka yang tak kita sukai dan benci untuk tetap berteman dengan kita. Memenuhi beranda media sosial kita. Dan masih bergentayangan di berbagai macam grup yang kita juga memasukinya.

Kita mencoba memberi kesan kepada diri kita sendiri, sebenci dan tak suka kita dengan seseorang. Kita tak perlu menghapus pertemanan dan menutup semua kontak. Cukup abaikan mereka. Tak usah pedulikan. Jangan mencoba bertukar sapa dan saling berkomentar.

Benar-benar mengabaikan seseorang yang kita tak sukai di grup yang sama, di media sosial yang sama, dan di ruang-ruang yang sama, telah menjadi bagian dari kebijaksanaan kita yang semu.

Kita mencoba menjadi bijak, sebenarnya tidak. Itu hanya bentuk kerapuhan hubungan sosial dunia modern yang kita hadapi. Betapa mudahnya kita saling mengabaikan dan tak peduli. Entah mereka yang kita abikan tokoh publik atau orang biasa. Kita tak peduli. Dan orang lain juga melakukannya kepada kita.

Karena kita saling mengabaikan, dan jumlah orang yang kita abaikan jumlahnya ternyata banyak. Media sosial kita sangat sepi. Kita menjadi penyendiri di media sosial masing-masing.

Dan ruang yang masih tersisa, yang membuat kita bernapas hanyalah grup-grup komunikasi dan grup-grup acak media sosial yang kita tak benar-benar berteman dengan mereka.



Pertemanan di media sosial pun sangat berjarak dan penuh kekecewaan.

Kita membuat jarak terhadap orang-orang di dunia nyata. Kita juga membuat begitu banyak jarak dengan orang-orang di dunia Maya.

Semakin dewasa, kita kian terisolir. Kegagalan hubungan-hubungan sosial dalam sejarah hidup kita mendorong kita aktif selalu di media sosial masing-masing. Membagikan konten tertentu. Menulis curahan hati. Atau mengomentari hal-hal sepele dan sebenarnya tak terlalu penting.

Akan selalu ada orang yang coba kita hindari. Kita hindari sejauh mungkin. Tak lagi berurusan dengan mereka. Tak ingin lagi sekedar berbincang, menyapa, apalagi memperbaiki hubungan yang pernah baik.

Orang-orang yang kita hindari pada akhirnya kian banyak. Terlampau banyak. Sampai pada suatu saat, kita malas untuk membangun hubungan baru yang sangat dekat. Kita kian nyaman dengan hubungan-hubungan semu, yang singkat, yang tak mengikat, dan mudah datang dan pergi.

Berbagai macam media sosial yang pernah kita masuki dan coba, telah menjadi saksi nyata akan runtuhnya hubungan sosial dan idealisme ikatan antar manusia. Banyak dari kita pun memilih untuk saling mendiamkan. Mengamati orang-orang yang pernah kita kenal. Tapi tak ingin lagi dekat dengan mereka. Berkomentar atau bahkan bertutur sapa lagi.

Kita memutuskan untuk menjadi pengamat dalam diam dan masuk kedalam kesepian abadi kita masing-masing.

Dan, akan selalu ada orang yang kita hindari, baik di dunia nyata atau media sosial kita masing-masing. Karena ini adalah cara hidup yang kian meluas dan dijalani oleh banyak orang yang hidup. Menjadi normal. Dan begitu normal.

PSIKOLOGI DAN MASALAH-MASALAH KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang