Pada suatu saat di masa remaja atau saat usia belum mendekati tiga puluh. Kamu masih tengah asyik mencemooh orang-orang, berdebat panjang lebar mengenai anime dan manga layaknya agama, membela idol Korea dan Jepang seperti membela Tuhan, saling menghujat klub bola dan para pemainnya dengan kebencian tingkat tinggi yang kadang nyaris terlihat sinting, dan semua hal yang dirasa tak cocok di hati selalu dikomentari dengan nada yang pahit dan pedas.
Tapi perlahan dan pasti. Kedewasaan menghampirimu. Hidup seketika, tak seindah saat masih bisa menghujat siapa saja tanpa beban pikiran dan tanggung jawab yang berarti.
Pada titik ini, kamu akan tersadar, bahwa orang-orang yang selalu kamu benci dan tak sukai. Hidup mereka jauh lebih baik daripada dirimu.
Kedewasaan mengajarimu kenyataan bahwa untuk mendapatkan dan mempertahankan kemakmuran dan kebahagiaan, semuanya tak selalu mudah.
Kenyataan menjadi lebih seram bagi dirimu. Kamu pun mulai kesusahan mencari kerja. Masih menganggur cukup lama. Mendapatkan gaji yang layak pun harus mati-matian mempertahanlannya. Setiap hari kerja, kerja, kerja, dan kerja. Tapi, kemapanan dan kekayaan tak kunjung menghampiri.
Saat kamu melihat biaya pernikahan, kamu pun mulai ragu terhadap dirimu sendiri. Saat mengetahui biaya membangun dan membeli rumah begitu sangat mahal. Kamu pun merasa tak yakin bisa memilikinya. Saat melihat sebagian orang di sekitarmu berkembang dan mulai mapan. Kamu menelan ludah.
Dunia mendadak saja tak semudah sewaktu remaja.
Setelah kamu menikah. Segalanya membutuhkan uang. Jika kamu ingin terus mempertahankan pernikahan agar tetap aman dan damai. Kamu harus terus memiliki uang, bekerja, dan berusaha sebaik mungkin.
Terkadang, saat kondisi keuangan mulai memburuk. Segalanya terasa berat dan mahal. Kamu akan mulai merasakan bagaimana rasanya beras habis. Bagaimana beratnya perasaan saat mengisi token listrik yang habis. Betapa tak menyenangkannya saat gas juga habis. Saat bahan-bahan dapur sudah menyusut dan tak layak dimakan. Saat rumah mulai harus diperbaiki. Saat kendaraan bermasalah atau bensin juga habis. Saat alat hiburan mulai rusak satu persatu dan saat tagihan internet mendadak saja terasa menjadi beban yang terlalu mahal untuk ditanggung. Juga, masih ada kredit kendaraan yang harus dibayar, kredit usaha yang harus segera dibayar, atau kredit rumah yang entah kapan akan berakhir; seperti abadi.
Tak banyak lagi waktu untuk menghujat orang-orang yang hidupnya jauh lebih baik dari dirimu. Kamu sudah terlalu sibuk mempertahankan dirimu sendiri agar tidak mati lebih cepat atau menyerah terhadap kehidupan yang saat ini kamu jalani. Mungkin, sesekali kamu masih terlibat dalam perdebatan omong kosong seperti saat masih remaja dan muda dulu. Entah perdebatan politik, game, atau hal-hal yang sekadar mampir di beranda media sosial. Tapi, rasanya tak akan senyaman dahulu kala. Sekarang, beratnya dunia sehari-hari, membuat segala macam komentar menjadi terasa pahit dan getir.
Apalagi jika kamu memiliki anak saat kondisi ekonomi masih belum mapan, berantakan, dan hidup selama ini masih mengontrak. Hidup rasanya, hanya sekedar bekerja tanpa henti hanya untuk mempertahankan isi rumah agar tetap berjalan seperti biasanya.
Tak banyak waktu untuk liburan, bersenang-senang, keluar kota, atau menikmati hidup dengan sedikit berfoya-foya. Semua uang yang kamu hasilkan selalu saja habis untuk anak-anak yang mulai beranjak sekolah dan remaja. Untuk rumah yang harus selalu ada makanan di dalamnya.
Atau terkadang, kamu merasa semuanya serba terbatas, kurang, dan tak ada sisa lebih yang bisa diharapkan di awal bulan berikutnya. Yang tersisa dari hidupmu hanyalah bekerja dan bekerja, yang diiringi oleh perasaan cemas dan gelisah sepanjang waktu.
Istrimu berharap kepadamu, kapan kalian akan memiliki rumah setelah menikah lebih dari sepuluh tahun. Sedangkan suamimu, sangat ingin, tapi pekerjaan tak selalu membuahkan hasil. Tak ada yang bisa ditabung untuk masa depan.
Terkadang, dunia yang tersisa bagi banyak orang dalam masa depan yang masih panjang untuk dijalani adalah dunia yang berisi segala yang terbatas, yang kurang, yang pas-pasan, dan pekerjaan yang terlalu membosankan dan tak menyenangkan untuk dijalani tapi harus tetap dilakukan agar tetap hidup dan bertahan.
Saat kamu mengalami kedewasaan dan harus menjalani segala yang berkaitan dengan tanggung jawab terhadap diri sendiri dan keluarga. Duniamu tak lagi sama seperti dulu.
Saat kamu mulai melihat dan mengalami sendiri bagaimana hidup dalam kenyataan dunia orang dewasa. Kamu akan tahu, menghujat orang lain sudah tak lagi menarik. Mencemooh kehidupan orang lain sudah tak lagi menghibur. Karena ada kehidupan yang jauh lebih menyedihkan yang harus kamu jalani dengan sekuat tenaga. Dunia yang tak sebaik dengan kehidupan orang-orang yang pernah kamu benci, cemooh, bandingkan, dan kamu buat bercandaan.
Dan bahkan jika pada akhirnya kamu menjadi makmur dan cukup kaya. Jika kamu sadar, kamu akan lebih memilih diam atau tak ingin terlibat. Karena dalam kemakmuran itu, juga ada kehidupan berat yang harus dijalani dan ekonomi stabil yang harus dipertahankan.
Ada hati yang rapuh. Cinta yang rusak. Atau keadaan membosankan dan penuh ketidakpuasan walau dikelilingi oleh kemakmuran.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSIKOLOGI DAN MASALAH-MASALAH KITA
Non-FictionBanyak hal yang telah menjadi masalah keseharian kita. maka buku ini akan membicarakan masalah-masalah itu, juga hal-hal yang menyangkut cara menghindari dan berpikir jauh ke depan untuk menghindari masalah-masalah itu.