SUASANA DAN LINGKUNGAN KOTA YANG MELINDUNGIMU DARI PERASAAN MISKIN

33 2 1
                                    

Sebagai orang terpelajar yang lulus dari kampus tertentu dan kini tengah bekerja atau menganggur. Kamu masih belum memiliki rumah. Uang yang kamu hasilkan habis untuk membayar sewa rumah, kos, atau apartemen. Dan tentu saja, habis untuk membiayai kehidupan sehari-hari, jajan, makan, gaya hidup, dan nongkrong.

Jika usiamu masih awal dua puluhan dan hampir tiga puluhan atau malah lebih. Kamu masih merasa santai. Tak banyak tekanan emosional yang keras dan brutal yang akan kamu terima dari tetangga dan orang sekitar kecuali saat kamu berada di lingkungan kerja.

Pikiranmu masih tenang. Tak ada orang yang menanyakan kapan kamu menikah dan memiliki anak secara terus-menerus. Tak ada yang menanyakan kamu kerja di mana dan menghasilkan berapa banyak perbulan. Di kota besar, orang-orang tak tahu kamu entah miskin, cukup makmur, mapan, atau kaya raya. Lingkungan kota yang agak cuek dan tak terlalu memikirkan yang lain. Membuatmu bisa santai saat berada di jalan, mal, kafe, bioskop, pusat belanja, dan ruang-ruang publik lainnya.

Tak ada yang benar-benar mengenalmu. Kamu aman dari kritikan dan tatapan langsung orang-orang desa dan kampung yang jauh lebih kejam dan menuntut sambil menggunjing ke sana kemari.

Saat kamu berpakaian kekinian, gaul, dan fashionable atau bahkan terlihat seperti layaknya orang mapan dan makmur kebanyakan saat menikmati waktu bermain. Orang-orang di sekitarmu tak peduli latar belakangku dari mana. Mereka tak peduli kendaraan apa yang kamu bawa. Apa kamu memiliki rumah atau tidak. Seberapa besar gajimu atau status sosial yang kamu miliki. Banyak orang tak terlalu peduli.

Di kota-kota besar, kamu terselamatkan dengan suasana dan lingkungan kota yang tak terlalu peduli dengan urusan orang lain. Yang orang lihat dari dirimu saat berada di ruang-ruang publik adalah tubuhmu yang indah. Cara berpakaian yang menarik dan elegan. Kamu terlihat sebagai orang berpendidikan, terpelajar, dan tak kelihatan sangat miskin.

Dan tentu saja, kamu tampak seperti orang-orang perkotaan terpelajar yang sadar diri akan merawat tubuh, berpenampilan menarik, dan memiliki gaya hidup yang tak jauh berbeda dengan orang berpendidikan tinggi lainnya. Atau orang makmur dan kaya kebanyakan.

Saat kamu pulang ke kosan, apartemen, atau rumah sewa. Orang-orang di sekitar tempat tinggalmu juga tak terlalu peduli atau tak mau tahu. Yang penting kamu tak membuat masalah dan hal buruk di lingkungan sekitar, itu sudah cukup. Walau di beberapa kasus, tak semuanya seperti itu.

Temanmu, rekan kerja, orang-orang yang kamu temui secara acak di beragam tempat, dan orang-orang yang kamu kenal saat di kampus dan lainnya. Mereka semua memiliki kecenderungan tak mempermasahkan apakah kamu memiliki tabungan yang cukup banyak atau tidak. Kamu memiliki aset atau tidak. Seberapa banyak gaji yang bisa kamu tabung atau miliki. Apalah kamu sudah memiliki rumah, mobil, atau kendaraan yang cukup bagus. Dalam artian tentu, banyak dari mereka tak terlalu peduli dan mau menanyakan hal-hal yang dianggap sensitif bagi orang terpelajar perkotaan.

Dalam suasana dan lingkungan yang semacam itu. Yang tak terlalu mencampuri urusan pribadi. Kamu terselamatkan dari beban sosial lingkungan pedesaan atau suasana di sekitar rumah orangtuamu. Di lingkungan kota yang sekarang kamu berada di dalamnya. Kamu aman dari perasaan tak memiliki apa-apa. Aman dari perasaan miskin dibandingkan orang-orang lainnya. Karena kamu tahu, orang-orang di sekitarmu, yang kamu temui, yang kamu kerja bersama dengan mereka. Mereka semua hampir tak jauh berbeda dengan dirimu.

Bandingkan saja, jika kamu di lingkungan pedesaan atau kota kecil yang dikelilingi oleh desa. Atau saat rumah orangtuamu berada di pedesaan yang jauh dari kota atau sangat dekat dengan sebuah kota.

Kemungkinan besar orang-orang yang kamu temui adalah orang-orang yang sudah memiliki rumah. Kendaraan yang mereka pakai adalah kendaraan mereka sendiri: entah dibelikan orangtua atau hasil dari bekerja. Saat mereka makan di pinggir jalan, di kafe agak kecil, di alun-alun kota, di simpang lima, atau di pusat perbelanjaan. Kebanyakan dari mereka pulang ke rumah sendiri. Mobil dan motor yang mereka pakai adalah mobil mereka sendiri. Uang jajan mereka adalah uang hasil kerja mereka sendiri.

Dan, hal yang sangat menyakitkan saat kamu berada di lingkungan pedesaan adalah rumah-rumah yang besar dengan halaman yang cukup luas ternyata dimiliki oleh orang-orang di umur dua puluh dan tiga puluhan. Selain mereka yang sudah tua, pastinya.

Sialnya, saudaramu, tetanggamu, dan keluarga besarmu sudah memiliki rumah dan bekerja dengan keras untuk menyimpan uang. Hasilnya langsung terlihat dan benar-benar terkumpul. Karena kebanyakan orang desa yang sadar diri. Mereka nyaris jarang menghabiskan uang untuk jajan setiap hari kecuali saat tertentu di waktu akhir pekan bagi keluarga yang cukup makmur. Mereka menghindari membeli barang-barang mahal tak berguna, dan hal-hal yang tak penting lainnya. Fokus mereka adalah ke hal yang terlihat jelas di mata orang-orang: memiliki rumah, punya usaha atau pekerjaan layak, dan mungkin saja jabatan atau status sosial.

Saat kamu berada di kota untuk gaya hidup dan keseharian yang terlihat makmur. Orang-orang desa atau yang tinggal di desa. Mereka bekerja dan mengumpulkan uang untuk pembuktian diri. Agar tidak dihina sekitar. Agar mereka tidak digunjing dan dicibir tetangga. Agar orangtua mereka bangga dengan pencapaian anak-anaknya.

Suatu pembuktian nyata yang harus segera dilakukan jika tidak ingin dihina, dianggap miskin, orang gagal, atau beban keluarga. Baru sisa uang lainnya digunakan untuk berbelanja dan makan enak di pinggiran jalan tiap akhir pekan.

Suatu kesadaran yang mulai hilang bagi mereka yang kini kecanduan berada dan hidup di kota karena lingkungan sekitar tak peduli dengan pencapaianmu.

Kamu sudah merasa cukup hanya hidup dari bulan ke bulan bekerja untuk mendapatkan gaji, menghabiskan gaji, dan terlihat seperti orang makmur dan kaya tapi sesungguhnya kamu nyaris tak memiliki apa-apa. Gaya hidup perkotaan, suasana, dan lingkungan yang ada di dalamnya membuatmu sangat nyaman sehingga lupa kesadaran akan keadaan diri sendiri.

Kamu setiap hari hidup layaknya orang makmur dan mapan dari gaji bulanan yang kamu terima dan tempat di mana kamu kerja. Kamu sudah merasa puas dan cukup terhibur dengan itu semua. Kamu sudah merasa aman dan bisa kemana-mana tanpa orang-orang tahu tentang kenyataan ekonomi yang kamu miliki.

Inilah kenapa, candu kenyamanan ini atau ilusi dari gaya hidup orang terpelajar kota yang ditopang dengan gaji tak seberapa. Membuat banyak orang lupa umur mereka dan mendadak saja mereka menua dengan kondisi belum memiliki apa-apa. Tidak memiliki titik aman finansial sama sekali.

Orang-orang di sekitarmu yang umurnya antara dua puluh lima dan tiga puluhan juga tak jauh berbeda dengan dirimu. Gaji mereka habis untuk kehidupan sehari-hari atau keluarga yang ada di rumah; kampung atau kota orangtua tinggal.

Kamu terbiasa berkumpul dengan orang-orang sejenis yang gaji dan penghasilannya habis dari bulan ini ke bulan berikutnya. Yang terpenting bisa bekerja, mendapatkan gaji yang cukup layak, dan sedikit bersenang-senang ke sana kemari. Dunia, terasa masih layak untuk ditinggali. Kamu tak tertekan oleh persaingan ekonomi yang mencolok karena orang-orang di sekitarmu tak jauh berbeda dengan dirimu. Atau orang-orang kaya yang kamu temui tak peduli dengan latar belakangmu.

Terlebih, saat hanya bisa bekerja dan bersenang-senang telah menjadi logika umum di kalangan orang berpendidikan perkotaan hari ini atau yang tinggal di berbagai kota.

Jika kamu ingin menampar dirimu sendiri. Cobalah sesekali merenungkan dirimu saat ini sambil berjalan di perumahan atau lingkungan elit ibu kota. Atau, cobalah untuk berjalan ke pinggiran kota. Ke desa-desa yang melingkari kota itu.

Di desa-desa itu, jika kamu merenungkan dirimu secara dalam. Kamu akan merasa kecil dan tak berguna. Kamu akan merasa sangat miskin dan tak punya apa-apa bahkan dibandingkan orang-orang desa kebanyakan.

Cara terbaik untuk menampar diri dan kembali ke kenyataan adalah mengelilingi desa-desa dan kota-kota kecil yang entah mengapa, mungkin kamu akan merasa aneh bahwa mereka jauh lebih makmur daripada dirimu yang berpendidikan tinggi, berpakaian menarik, dan hidup di kota-kota besar dengan beragam hiburan dan kafe-kafe yang menjamur.

Atau, kembalilah ke desamu. Ke tempat tinggal orangtuamu. Di sana, mentalmu akan diuji oleh omongan para tetangga yang akan mempertanyakan kondisimu hari ini dan pencapaian apa yang kamu miliki. Kamu akan dipertanyakan dan digunjing habis-habisan, di umurmu yang sudah cukup tua, dan kamu belum menikah, belum memiliki rumah, tak banyak uang yang bisa dibanggakan.

Di dalam kota yang jauh dari orang-orang yang tak kamu kenal. Kamu bisa merasa aman dan terlindungi bahkan jika kamu tak memiliki apa-apa. Tapi di lingkungan desa, menjadi miskin adalah suatu kondisi yang tak bisa kamu banggakan dan lindungi dengan mudah.

PSIKOLOGI DAN MASALAH-MASALAH KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang