Bagaimana rasanya hidup dengan dikelilingi oleh orang-orang yang berkembang secara ekonomi, yang rumahnya semakin bagus dan membaik, kendaraan mereka berubah menjadi lebih mahal, sering terlihat menikmati liburan dan waktu bersama sekeluarga, dan anak-anak mereka terlihat makmur dan berpendidikan tinggi. Sedangkan jika kamu melihat keluargamu sendiri. Rumah orang tuamu nyaris tak berubah dan malah menuju hancur. Penghasilan orang tuamu tak pernah cukup untuk membuatmu bermimpi menikmati hal-hal yang anak-anak lainnya miliki dan rasakan. Dan kamu, harus mencari uangmu sendiri terus-menerus jika kamu menginginkan hidup yang lebih enak dan makmur.
Melihat orang tuamu yang berhenti, tak berkembang, dan cenderung mundur terlalu jauh dari saat mereka masih agak muda. Apakah perasaanmu masih bisa baik-baik saja
?Banyak orang tua yang menyerah secara ekonomi saat anak-anak mereka masih belum mandiri dan masih terjebak dalam bangku sekolah. Bahkan akhir-akhir ini, banyak orang tua muda yang menyerah terhadap ekonomi mereka, lalu memilih tidak bekerja, pasrah dengan hidup, dan memutuskan menganggur dengan kesadaran penuh atau terjebak dalam perjudian saat anak mereka baru berusia satu bulan atau beberapa tahun. Seringkali, memilih bercerai dengan begitu mudahnya dan menyisakan anak-anak yang depresif sejak masih bayi. Yang tidak hanya kekurangan uang dan pemenuhan ekonomi dari keluarga lengkap. Tapi juga kehilangan sosok orang tua dan kasih sayang mereka.
Tak banyak orang tua yang masih bisa mempertahankan kekayaan mereka, membuat ekonomi mereka tetap stabil, atau malah semakin makmur saat mereka berusia di antara empat puluh-lima puluh tahunan.
Banyak orang tua menyerah di sekitar umur itu. Mereka lelah dengan kehidupan mereka. Dihancurkan oleh pengalaman yang tak menyenangkan. Jatuh bangun mencari uang dan pada akhirnya, menyerah. Pasrah dengan keadaan atau hanya bekerja demi sekadar makan saja. Sudah tak ada keinginan untuk berkembang. Tak lagi punya keinginan untuk belajar hal-hal baru yang berhubungan dengan penghasilan. Dan tak lagi punya ambisi untuk maju, berubah, dan menjadi lebih baik secara ekonomi keluarga.
Bagi banyak orang tua yang kita kenal. Beberapa di antara mereka sudah merasa nyaman dengan penghasilan mereka, keadaan tempat mereka tinggal, konsumsi harian mereka, kemampuan mereka menghasilkan uang pun terhenti pada sebatas untuk memenuhi diri mereka sendiri. Yang terjadi, kita melihat banyak sekali rumah-rumah yang tetap sama keadaannya selama berpuluh tahun. Terkadang semakin hancur dan memburuk tampilannya. Dan ekonomi keluarga, hanya sejauh itu dan itu saja.
Anak-anak pun harus berhenti di sekolah menengah saja. Atau tak lagi bisa melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi dan lebih baik. Tak pernah merasakan kemakmuran yang berlebih kecuali semuanya yang serba pas-pasan. Tak bisa langsung mencoba berbagai kemungkinan membuka usaha karena orang tua tak memiliki modal untuk mendukung anaknya. Atau jika anaknya pintar atau cenderung cukup jenius. Para orang tua yang berhenti secara ekonomi, menghukum anak-anak mereka untuk tak berpikir soal pendidikan dan menyuruh anak-anaknya untuk langsung bekerja saja sehingga mengurangi beban ekonomi keluarga.
Orang tua yang berhenti secara ekonomi tapi masih memiliki anak yang belum mandiri secara penuh dan juga berusia sekolah adalah orang tua yang melahirkan anak-anak hanya untuk menyiksa anak-anak itu.
Selalu ada jejak tak menyenangkan dari anak yang memiliki keluarga yang secara ekonomi miskin atau kekurangan bahkan jika seseorang itu pada akhirnya sangat makmur dan kaya raya. Perjalanan untuk mencapai kemakmuran itu harus ditebus dengan berbagai trauma, kelelahan emosional, waktu yang habis di tempat kerja, dan berbagai perasaan tak menyenangkan seperti pernah diremehkan, hancur secara percintaan, merasa tak berguna, cemas dengan masa depan, tak percaya diri atau minder, merasa iri dan sakit, ingin marah terhadap dunia, membenci keadaan diri sendiri, dan banyak hal yang tak bisa diobati oleh pencapaian ekonomi pada akhirnya.
Beberapa perasaan itu, pada akhirnya menetap dan tak bisa dihapus oleh sebanyak apa pun kekayaan yang dimiliki. Menjadi sejarah trauma, kenangan buruk atau tak menyenangkan, atau perasaan malu yang masih teringat ketika menua.
Beberapa orang tua menyerah dengan diri mereka sendiri dan tak lagi tertarik mencari uang dengan sungguh-sungguh. Lalu membiarkan anak-anak mereka berjuang sendiri dalam belantara ketidakpastian dan harus hidup dengan perasaan cemas dan tak menentu nyaris setiap harinya.
Padahal masih banyak sisa usia yang mereka miliki tapi mereka berhenti terlalu cepat di usia yang masih cukup muda. Jika sejak awal mereka tak yakin akan diri mereka sendiri, kejiwaan dan pikiran mereka, atau kemampuan tubuh mereka sendiri. Seharusnya mereka lebih memilih tak memiliki anak. Daripada membuat anak-anak mereka kehilangan berbagai kemungkinan masa depan padahal kedua orang tua mereka masih hidup dan terlihat baik-baik saja dari luar.
Memiliki orang tua semacam itu. Yang berhenti terlalu awal terhadap dunia. Lalu mundur dari kehidupan dan tanggung jawab keluarga adalah pengalaman yang benar-benar sangat tak menyenangkan untuk dialami.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSIKOLOGI DAN MASALAH-MASALAH KITA
No FicciónBanyak hal yang telah menjadi masalah keseharian kita. maka buku ini akan membicarakan masalah-masalah itu, juga hal-hal yang menyangkut cara menghindari dan berpikir jauh ke depan untuk menghindari masalah-masalah itu.