Tutor, Deck?

4.3K 452 115
                                    

Author note : Sepanjang chapter ini bayangin aja muka Gracia tengil kayak media di atas ya. Bayangin sisi manja bocilnya lagi ilang gak tau kemana, yang ada cuma pretty savage aja. Thank you!


***


Kalau Shani bertukar posisi dengan Gracia saat ini maka sudah barang pasti gadis itu akan memasang ekspresinya yang jutek bukan main. Tapi sayangnya ini adalah Shania Gracia Chaesar, putri semata wayang Boby Chaesar si pelatih handal dan Shania Junianatha suhu dari segala divisi per-pawang-an.

Memangnya kamu pikir untuk apa selama ini Boby sering bulak-balik kamar Gracia malam-malam kalau bukan demi transfer chakra sebagai bekal di masa depan?

"Gracia diem-diem aja nih daritadi kayak orang lagi dilukis. Ngobrol dong Gre ngborol," Ucap Lidya pada gadis yang hanya tersenyum sambil menyesap ice lemon tea di hadapannya. "Eh, iya. Lu sama Shani kenalnya udah lama?"

"Lumayan..." Gracia melihat kedua gadis di hadapannya secara bergantian. "...emang gak lebih lama dari kalian sih, tapi paling gak sekarang jadi yang paling tau tentang Ci Shani lah ya." Lanjutnya dengan santai yang membuat ketiga gadis itu tersedak, khususnya Shani.

"Emang kayaknya lu mending diem aja Gre gak usah ngomong. Bukan apa-apa ini mah, tapi sekali ngomong rada nyakitin." Sahut Lidya yang disusul tawanya dan juga Viny.

"Tapi kamu beneran sedeket itu Gre sama Shani?"

"Tergantung. Level deketnya Kak Viny gimana dulu,"

"Ya...dulu sih aku waktu pacaran sama dia udah sedeket sampe tau pattern hape sama daftar fingerprint." Jelas gadis yang paling tua diantara keempatnya itu. "Eh tapi itu kan pacar ya. Kalau temenan mah...kayaknya kita gak temenan yang deket gitu ya, Shan? Deketnya karena PDKT aja gak sih?" Lanjutnya meminta validasi pada gadis di hadapannya.

"I...ya kayaknya, Kak. Aku lupa sih. Udah lama juga kan hehe." Jawab Shani main aman lalu pandangan gadis itu beralih pada tangan Gracia yang mengambil ponsel miliknya dari atas meja.

"Boleh aku pinjem, Ci?"

"Buat?"

Gracia tersenyum. Disingkirkannya beberapa gelas dan mangkuk dari tengah-tengah meja yang kemudian ditaruhnya ponsel itu di atas sana.

"Kak Viny, dulu Kakak fingerprint-nya berapa banyak?"

"Kalau gak salah dua deh. Ibu jari dua-duanya."

Gracia mengangguk paham lalu mulai mengabsen keseluruhan jemari tangan kanannya untuk bulak-balik membuka dan mengunci layar ponsel Shani sebagai pertanda kalau kelima sidik jari itu terdaftar di ponsel tersebut.

"Aku lima nih, Kak. Padahal aku cuma temennya lho."

Viny melongo. Ia masih ingat betul dulu saat mau daftarkan ibu jarinya saja sampai harus drama semalaman suntuk saking Shani koar-koar butuh privasi--apalagi Gracia sekarang yang cuma temen?!

"Bisa banyak kayak gitu harus baku hantam dulu atau gimana?"

"Baku hantam?" Gracia menoleh ke arah kekasihnya yang sudah pijat-pijat dahi. "Orang Ci Shaninya sendiri kok yang maksa aku buat daftar fingerprint di sana."

"HA?!" Seru Viny serta Lidya bersamaan yang untungnya sore itu keadaan resto sudah tidak terlalu ramai pengunjung. "Yang bener aja?! Jangan kan fingerprint, gue yang pernah PDKT sama Shani terus mau acak-acak poni doang nih pasti langsung kena tampol!"

"Oh, maksud Kak Lidya kayak gini?" Ucap Gracia yang langsung menaruh tangannya di atas kepala Shani sambil mengusap-usap kepala gadis itu dengan sedikit kasar sampai Shani tertunduk dalam untuk menyembunyikan rasa salah tingkah serta pipinya yang mulai terasa panas.

"YA ALLAH. TREMOR BANGET. UDAH LAMA GAK DIGINIIN NIH MASALAHNYA." Batin Shani uring-uringan sendiri.

Sementara itu Lidya masih memandang kagum sekaligus tidak percaya pada apa yang dilihatnya saat ini. "Coba pattern," Tambah gadis itu yang sudah sadar dari keterkejutannya.

Gracia kembali mengunci layar ponsel Shani sebelum membuat pola angka delapan yang lagi-lagi berhasil membuka ponsel tersebut.

"Kenapa angka delapan, Shan?"

"Angka keberuntungan." Ucap Shani cepat sebelum Gracia yang mewakilkannya untuk menjawab. Batin Shani sudah ketar-ketir kalau kekasihnya itu memberitahukan pattern Shani saat ini terinspirasi dari bulan kelahiran Gracia.

Bukan. Bukan tidak mau mengakui Gracia sebagai pacar, buktinya dari awal perkenalan dengan dua orang tersebut Gracianya sendiri yang memperkenalkan statusnya sebagai teman Shani. Masalahnya kalau sampai senior-seniornya ini tahu fakta di balik itu, bisa tamatlah sudah ia kena ledek habis-habisan.

Apalagi Shani hapal betul kalau mulut member-member generasi Lidya dan Viny itu bak gelas penuh yang kalau kena senggol sedikit saja langsung tumpah kemana-mana.

"Mau aku bikin kaget sekali lagi gak, Kak?" Tanya Gracia sambil menaik-turunkan alisnya yang langsung dijawab anggukan cepat oleh dua orang itu.

Ia membuka aplikasi salah satu m-banking yang ada di ponsel Shani, memasukkan variasi kode angka dan huruf sebagai verifikasi untuk menuju halaman utama, melakukan pengecekan saldo setelah memasukkan 6 angka rahasia ke dalamnya.

Iya.

Gracia tahu semua kode dan PIN ATM Shani.

"Kok...bisa..." Ucap Lidya serta Viny yang sudah tidak habis pikir dan hanya dijawab Gracia dengan mengedikkan bahu serta ekspresinya yang tengil.

Viny tiba-tiba teringat sesuatu dan langsung menatap Gracia dengan pandangan menyelidik. "Ah! Tapi aku gak percaya pertemanan kalian bisa kalahin aku kecuali dengan buktiin satu hal,"

"Apa?"

"Udah berapa banyak gajinya yang keluar buat kamu?"

"Kak Viny!" Sahut Shani cepat sambil melotot ke arah mantannya.

"Aku beneran harus jawab nih?"

Viny dan Lidya mengangguk dengan wajah penasaran.

"Emang sama kalian udah abis berapa?"

"Gue mah gak usah ditanya, kan gue gak pacaran. Level lu tuh udah levelnya orang pacaran kayak si ini nih," Jawab Lidya lalu menyikut Viny. "Dia udah sampe dibeliin barang dari ujung kepala sampe ujung kaki. Dua digit juga kayaknya sampe. Kalau lu berapa?"

"Sini aku bisikin biar gak kaget," Gracia menggantungkan ucapannya lalu memberi kode pada kedua senior itu untuk lebih dekat dengannya. "Aku gak perlu uang Ci Shani, Papaku udah bisa beliin aku private jet waktu umurku tujuh belas."


***
.

.

.

.

.


He love me he give me all his money~ That Gucci, Prada comfy my super Boby~

Tetep slay di depan mantannya pacar, ya ges ya.

Silent treatment khas perempuan kebanyakan setelah chapter ini ya, Adik-adik!

Btw, boleh tolong komentarnya untuk part ini? Hehe. Karena biasanya aku balas komen dulu sebelum update chapter baru. Jadi kalau udah masuk notif balas komen, tandanya tinggal hitung mundur aku bakal update.

Thanks a lot!

Aimílios/αιμίλιος [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang