Sesampainya di rumah Gracia, niat hati Shani sebenarnya ingin langsung pulang saja guna menyiapkan mental untuk bertemu Boby di esok atau beberapa hari kedepan. Jujur, Shani masih ketar-ketir sendiri karena menurut Gracia, kedua orangtuanya itu sudah tahu tentang yang terjadi di mobil kemarin malam.
Tapi sayang seribu sayang, niat melarikan diri itu pun harus kandas karena terlihat Boby sedang berdiri di depan gerbang bersama tukang sate padang yang dipanggilnya. Alhasil, siap tidak siap ya Shani harus turun untuk mampir se-ben-tar.
"Malam, Tante."
"Eh, ada Shani." Ucap Shania yang baru saja keluar kamar dengan setelan dasternya. "Tumben udah jam segini masih mampir? Emang nanti baliknya gak kemaleman?"
"Gapapa. Dia lagi ada urusan sama aku." Sahut Boby yang sudah duduk di ruang tamu sambil berhadap-hadapan dengan gadis itu.
"Lho? Gracianya mana?"
"Aku suruh beli nasi goreng langganan aku bareng sama Pak Rizal."
"Ha? Nasi goreng langganan kamu? Itu kan jauh banget, By!"
"Sengaja...biar lama." Ucapnya penuh penekanan pada dua kata terakhir.
Melihat respons suaminya yang kekanakan begitu, refleks membuat Shania menghela napas berat dan berjalan ke arah Boby sambil berkacak pinggang. Dilihatnya lebih dekat ekspresi Shani yang sudah gugup setengah mati ditambah bulir-bulir keringat yang mulai ketara di dahinya.
Shania berani bertaruh, kalau ia pegang telapak tangan Shani saat ini pasti dinginnya sudah bukan main.
"Boby.. Boby.. Udah tua kamu tuh. Udah harusnya bebasin anak kamu mau ngapain aja," Shania mengambil posisi duduk di samping suaminya dan menghadiahi satu pukulan bantal sofa tepat di kepala Boby hingga ia mengaduh pelan. "Lagian, apa sih yang harus kamu khawatirin dari seorang anak tunggal? Gracia pasti bisa jaga dirinya sendiri kok, apalagi sama Shani. Kita kan juga udah kenal sama keluarganya, jadi pasti mereka gak akan macem-macem."
"Gak akan macem-macem gimana? Dia aja berani cium Gracia, masa iya yang kayak gitu dibilang gak macem-macem."
"Ha?! Yang bener aja?! Dibahas sekarang banget nih?!" Jerit Shani dalam hati yang membuatnya semakin tertunduk menutupi ekspresi wajah tegangnya.
"Shani,"
"I--iya, Tante?" Dipaksanya kepala itu untuk terangkat kembali demi bertemu tatap dengan lawan bicara. "Kenapa?"
"Emang kamu beneran cium Gracia?"
"....."
"Kalau gak kamu jawab, nanti saya anggep bener lho, Shan."
"....."
"Oke. Berarti jawabannya iya," Shania melipat kedua tangannya di depan dada. "Kamu izin dulu gak sama Gracianya?"
"Eng...gak, Tante."
"Gracia marah atau tampar kamu gak habis dicium?"
"Enggak kok, Om. Gracia gak marah apalagi tampar saya. Beneran saya gak bohong." Dengan cepatnya ia menjawab menggunakan eskpresi sungguh-sungguh sebagai usaha meyakinkan kedua orangtua Gracia. "Lagian...saya ciumnya juga gak di bibir kok, Om." Jelasnya pelaaann sekali, tapi karena sunyinya ruangan tersebut alhasil Boby dan Shania masih bisa mendengarnya.
"Beneran?"
"Bener, Om."
"Coba ulang sekali lagi tapi yang jelas."
"Sa--saya, ehem. Saya cium Gracianya gak di bibir kok, Om..."
Boby menghela napas lega. "Alhamdulillah.."
"...tapi kena sudutnya. Dikit."
"Astagfirullah, Shani!"
***
.
.
.
.
.
Chapter yang ini memang gak panjang. Karena ya...namanya juga cuma pariwara HEHE.
By the way, aku mau tanya boleh? Sejauh kamu baca cerita ini, menurutmu love language yang dibutuhin dan atau dikasih sama Shani itu apa? Kalau Gracia juga apa? Di cerita ini lho ya, bukan real life wkwkwk.
Mohon jawabannya ya agar aku semakin rajin belajar dan berlatih keras~
Gracias!
KAMU SEDANG MEMBACA
Aimílios/αιμίλιος [END]
FanfictionAimílios/αιμίλιος; strength. Chapter baru akan dipublish di hari yang penulisnya tentukan sendiri ya. Gracias!