Jika biasanya suasana kamar Gracia di tiap kali ada Shani akan dipenuhi canda tawa atau mungkin suara ecapan hasil dari bubuhan kecupan singkat di area wajah setelah keduanya beringsut ke ranjang, tapi untuk yang kali ini jelas berbeda.
Keduanya tengah berdiri saling berhadapan dengan dahi yang sama-sama merengut, tak paham dengan pola pikir satu sama lain.
"Kamu tuh sebenernya anggep kita ini penting gak sih, Ci?"
"Hah?! Aku udah relain keluar dari karir aku terus kamu masih bisa nanya kayak gitu?!" Shani refleks tertawa miris. Diusapnya dahi itu sambil menggelengkan kepala beberapa kali. "Udah gila kamu ya?"
"Ya terus...kamu ngapain bisa-bisanya izin ke aku untuk pulang duluan di hari H fitting terakhir kita cuma karena bridal shower yang gak ada gunanya itu, ha?"
Alis Shani mengejit sebelah. "Gak ada gunanya gimana maksud kamu?"
"Lho, emang apa gunanya bridal shower selain haha-hihi gak jelas sampai pagi? Gak ada kan?"
Gadis yang biasanya tersenyum hingga memamerkan lesung pipinya itu menggeram dalam hati. Kepalan tangannya membulat sempurna menahan kesal.
"Kasih aku satu alasan kenapa acara foya-foya kamu sama temen-temenmu itu lebih penting daripada acara fitting baju pernikahan kamu sendiri."
"Aku gak bisa jawab,"
"Nah. Karena emang gak penting-"
"Bukan. Aku gak bisa jawab karena kamu gak bakal ngerti rasanya bikin acara bareng temen, Gre. Kamu gak akan pernah ngerti karena kamu gak punya." Shani menutup ucapannya dengan penuh penekanan lalu langsung mengambil tas selempang di atas meja rias Gracia untuk beranjak pergi.
Langkahnya dengan enteng berlalu begitu saja sampai membuat sang empunya terkesiap saat mendengar pintu kamarnya ditutup dengan kencang.
"What the hell, Shani Indira?!"
.
.
.
.
Dengan kecepatan rata-rata 140 sampai 150 kilometer per-jam, mobil Honda Civic putih itu melaju di tengah ruas flyover sekitaran Casablanca. Bukan Shani tak ingat kalau beberapa tahun lalu ada tragedi mobil yang terhempas angin dari atas sini, tapi biarlah pikirnya. Emosinya lebih menggebu-gebu dibanding sejumput rasa waras yang ia miliki.
Sejak pertengkarannya dengan Gracia satu jam lalu, tidak ada satupun pesan yang masuk ke ponselnya. Shani yang biasa lebih dulu meminta maaf juga sama sekali tak terbesit niat untuk kembali bersikap heroik menyelamatkan hubungan mereka.
Shani sadar kalau belakangan ini memang keduanya lebih sering berselisih pendapat mengenai hal-hal kecil. Bahkan telat jemput 5 menit saja bisa membuat kekasihnya mencak-mencak sepanjang jalan Bekasi - Jakarta.
Apa tidak meledak kepala Shani kalau kena semprot terus menerus?
Ah, ditambah pagi tadi saat Shani baru saja menyantap nasi goreng yang Gracia siapkan untuknya, tiba-tiba perempuan satu itu melempar sebuah map bening ke atas meja makan-berteriak tentang siapa nama pertama yang ada di daftar VIP Shani.
Ratu Vienny.
Tanpa ada alasan selain embel-embel cemburu, Gracia meminta kekasihnya untuk menghapus nama itu dari deretan tamu penting. Padahal di sana ada nama para member gen 3, Azizi dan juga Christi. Hanya kebetulan saja nama-nama lainnya berada di bawah nama keluarga besar.
Tapi ya sudah, pikir Shani, mau ditaruh di daftar tamu manapun toh sang mantan tidak akan betah berlama-lama ada di sana.
Ddddddrrrrttttt!
KAMU SEDANG MEMBACA
Aimílios/αιμίλιος [END]
Hayran KurguAimílios/αιμίλιος; strength. Chapter baru akan dipublish di hari yang penulisnya tentukan sendiri ya. Gracias!