Hari itu cuaca buruk.
Hujan membasahi kota.
Saat pulang sekolah, sumire yang tidak membawa payung tampak merenungi nasibnya.
"Pengecut atau berani" Gumamnya.
"Berani berarti aku harus ngelawan hujan. Pengecut berarti aku bertahan disini sampai hujan berhenti dan mencegah sakit juga sih." Tambahnya.
Hatinya benar-benar galau untuk menentukan nasibnya.
"Gak! Gak! Trus mau sampai kapan aku nunggu disini ? Berani dan nekat !" Ujarnya dengan pasti.
Dengan berat hati lagi, sumire pun melangkahkan kakinya ke derasnya hujan.
"KANNN !! ITU MAKANYA AKU BENCI HUJAN !!" TERIAKNYA LAGI.
Namun ia tersadar bahwa dia sama sekali tidak basah.
.
Ia menengok ke belakang dan di dapatinya kawaki dengan wajah datar berdiri memegang payung.
"Wah, kamu udah kayak goblin !" Celetuknya kemudian.
Kawaki tanpa membalas sekalipun, terus berjalan dan diikuti sumire.
"MAKASIH !" Ucap sumire kemudian.
Kawaki masih tidak menjawab.
"Terima kasih ! Terima kasih ! Terima kasih !" Ucap sumire lagi berharap kali ini di jawab kawaki.
"Kamu harus bayar ini !" Jawabnya.
"Ah aku bakal buatin kamu sarapan yang lebih enak dari sebelum-sebelumnya !" Balas sumire sembari tersenyum manis kearahnya hingga matanya menjadi sipit.
.
Mereka terus berjalan di tengah derasnya hujan.
Meski hampir sampai di cabang yang akan memisahkan keduanya, sumire masih mencoba membuka topik lagi.
"Jadi gimana sama buku yang aku kasih beberapa hari yang lalu ? Efektif ? (Buku yang di kasih sumire di perpustakaan)" Tanya sumire yang memiliki niat iseng pada kawaki.
"Buku yang gak guna" Jawab kawaki ketus.
Sumire pun tertawa keras dan benar-benar terlihat puas.
Kawaki menatapnya.
Dia pikir, ini pertama kalinya dia melihatnya tertawa seperti itu, karna biasanya ketika sumire menertawainya, sumire masih terlihat berusaha untuk menahannya.
Tanpa sadar, kawaki hampir melepaskan gagang payung yang ia pegang.
Sumire mencoba membantunya.
Tangan mereka bersentuhan.
Keduanya diam cukup lama.
Mereka saling menatap.
Keheningan sesaat itu di patahkan oleh bunyi petir yang sangat keras.
Keduanya kembali tersadar.
Mereka tiba di jalan bercabang berlawanan arah.
"Soal mengigau itu, aku udah ikutin petunjuk di bukunya, tapi itu beneran gak efektif."
"Hah kamu beneran bacain buku itu ?" Tanya sumire tidak percaya.
"Gak masalahkan kalo di coba dulu" Jawab kawaki.
"Astaga bodoh banget" Batin sumire.
"Oh ya, tapi aku juga keinget sesuatu." Ujar kawaki kemudian.
"Hah ? Apa ?" Tanya sumire.
"Aku pernah sekali tidur nyenyak, meskipun akhirnya aku ngigau lagi sih." Jawab kawaki.
"Oh ya ? Jadi apa yang buat kamu tidur nyenyak ? Mungkin ritual sebelumnya bisa di coba lagi, dengan begitu pelan-pelan kamu bisa tidur normal lagi kan ?" Tanya sumire kemudian.
Kawaki tersenyum tipis sambil mendekati sumire.
Sikapnya kembali membuat sumire bingung dan agak ngeri.
Kawaki memangkas jarak yang semakin menipis.
Sumire semakin merasa ngeri.
.
"Itu, waktu aku tidur di samping kamu." Jawabnya.
"Hah ??"
"Jadi apa itu bisa di coba lagi ?" Tanyanya dengan iseng.
Ucapan kawaki membuat wajah sumire seperti kepiting rebus.
Sumire berusaha menonjoknya, namun kawaki mampu menghindari itu.
Kawaki berlari menjauhi sumire sambil tertawa mengejeknya.
"Heh ! Gimana sama payungnya ?" Teriak sumire yang tampak khawatir.
"Ambil aja, aku gak perlu payung" Jawab kawaki sembari berjalan mundur.
Dalam sekejap, kawaki sudah terlihat basah kuyup.
"KAMU BODOH YA ?! GIMANA KALO KAMU KENA FLU ?!" Gerutu sumire lagi.
"EMANG BODOH. AKU BUKAN ANAK PINTAR YANG GAK BAWA PAYUNG DI MUSIM HUJAN." Teriak kawaki melawan suara hujan yang semakin deras.
Kawaki pergi dan kini hanya terlihat punggungnya.
Sebelumnya masih terlihat senyum usil yang di tampilkannya.
"KAMU GAK LAGI CARI ALASAN BUAT GAK MASUK SEKOLAH KAN ?!!" TERIAK SUMIRE LAGI.
Kawaki tidak merespon.
"AH ! BESOK HARI MINGGU ! SAMPAI KETEMU DI HARI SENIN ! sadboy.." TERIAK SUMIRE LAGI, meskipun kata terakhir sengaja di pelankan.
Teriakan sumire hanya di balas lambaian tangan oleh kawaki.
Sumire beranjak pergi namun terhenti sebentar.
"Tadi itu ? Dia ketawa kan ya ?" Lirih sumire kemudian.
.
.
.
JANGAN LUPA VOTE ⭐
KAMU SEDANG MEMBACA
"2375 Days" [END] ✓
Fanfic"...Kamu berhasil nyelamatin aku dari rasa sakit kehilangan eida. Aku bahkan gak pernah berfikir aku bisa buka hati lagi ke orang lain, tapi kamu berhasil matahin itu. Tapi sayangnya kehadiran kamu hanya sebentar. Kamu justru ngelakuin hal yang sama...