Menepi

87 72 86
                                    

Hai, kenapa kita udah nggak seakrab dulu?

Kamu yang memang berniat pergi atau bagaimana?

Kenapa kamu nggak cerita apapun lagi ke aku?

Sudah menemukan rumah baru, kah? Atau kamu memilih untuk menyimpan semua masalah kamu sendirian.

Aku kangen kamu.

Kangen kamu yang tiba-tiba seperti anak kecil, kangen kamu yang langsung berubah jadi sosok dewasa banget, aku juga kangen pemikiran logis kamu itu.

Aku kangen chat panjang kita dulu.

Aku kangen semuanya tentang kamu.

Bukan aku nggak mau duluan. Tapi gimana, ya.

Posisiku serba salah.

Ada orang lain di antara kita. Iya, meskipun itu bukan suatu masalah. Tapi bisa jadi aku yang jadi sumber masalahnya.

Kamu tahu kan maksudku. Iya, ada hati lain yang harus kamu jaga. Dan dia wanita.

Sebagai sesama wanita aku paham perasannya.

Kalau aku jadi dia, aku juga cemburu saat melihat orang yang aku sayang dekat dengan wanita lain meskipun itu sahabatnya.

Aku takut, dengan adanya aku bisa dianggap sebagai duri dalam hubungan kalian.

Tapi aku juga takut, takut kehilangan kamu.

Aku nggak mau kita jauh. Aku nggak mau kita hancur dengan adanya status baru kamu sama wanita itu.

Jadi aku harus gimana?

Kalau perlahan kita seperti ini, pasti kita jadi asing.

Apa yang harus aku lakukan? Pergi?

Aku nggak jahat, kan?

Sungguh aku bingung.

Apa kita perlu bicara, ya? Tapi apa perlu? Apa penting? Tapi untuk apa juga?

Aku menjauh untuk menjaga.

Bukan aku berhenti peduli, kalau kamu berpikir aku pergi kamu salah. Aku tetap di sini.

Aku selalu cek last sent kamu. Setidaknya aku tahu kamu online.

Ada niat untuk memulai percakapan dengan kamu, tapi tidak begitu penting.

Lagi-lagi aku takut.

Harus ya ini berakhir?

Aku belum siap.

Bahkan aku nggak akan pernah siap.

Melepas LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang