#Tandai_yangtypo
Mau seperti apapun, tetap kamu yang menjadi tujuanku.
_zedn
Hizam berlari tergopoh-gopoh di Koridor SMA 75, dia memenuhi permintaan Mazaya untuk mendampinginya. Matanya menelisik setiap sudut koridor tapi tak di dapati Mazaya di sana. Dimana gadis cantik nan imut itu? Hizam khawatir terjadi sesuatu dengan gadis itu.
Laki-laki itu kembali teringat jika teleponnya masih tersambung kepada Mazaya. "Halo, Zayaaaa?? Dimana kamu, sayang?" tanyanya dengan suara lantang sembari mengecek satu persatu ruang kelas yang dilewatinya.
"Zaya, kamu denger aku, 'kan?" tanyanya lagi. Namun, tetap tak ada jawaban dari gadis itu. Hanya suara is akan dan sesapan ingus yang didengarnya.
Hizam sampai pada ruang kelas yang berada di ujung lorong, nampak sunyi tapi dia tetap membuka pintu. Memastikan ada Mazaya disana.
"Hizam!!!" teriak Mazaya, ponsel dan telinganya menangkap kuat suara nyaring itu. Mazaya disana, terduduk lesu dengan wajah sembab sembari memeluk lututnya.
"Zaya, kenapa?" tanya Hizam. Kakinya melangkah dengan tergesa, segera membawa Mazaya dalam dekapannya. Berharap agar gadis itu berhenti menitikan air mata. Hizam mengelus punggung rapuh bergetar itu seraya berucap, "sudah, sekarang nggak perlu takut dimarahin. Ada aku, jangan nangis ya."
"Ii-iz-izam, Zaya nggak mau kayak gini." Kata Mazaya disertai isakan dalam dekapan Hizam.
"Ya, kalau nggak mau begini. Harus buat perubahan, dong." Tutur Hizam lembut, masih dengan mengusap punggung Mazaya.
"Zaya nggak bisa, Zaya nggak kuat." Kata Mazaya, dia benar-benar tidak kuat bertahan sekarang.
"Zaya kuat kok, buat perubahannya pelan-pelan ya, aku temenin deh. " Kata Hizam lagi. Sebenarnya laki-laki itu begitu prihatin dengan keadaan Mazaya sekarang. Tapi, dia kembali mengingat ucapan Mazaya tempo lalu. Jangan kasihani aku, aku nggak butuh.
"Hizam, disuruh ke ruang BK, jadi walinya Zaya, ya?" tanya Mazaya sembari mendongakkan kepala. Menunjukkan puppy eyes nya.
Hizam yang gemas lalu mencubit pipi tembam itu, "iya, jangan nangis lagi ya." Kata Hizam sembari mengulurkan kelingkingnya, "janji."
Mazaya tersenyum juga mengulurkan kelingkingnya, "janji, Izam."
-(abj)-
"Seperti yang Anda ketahui, Mazaya sudah berulang kali berkasus. Dan, point yang dikumpulkan oleh Mazaya sudah melebihi batas dalam satu semester ini." Jelas Bu Sindi sambil menghela napas lelah.
"Lalu, apakah masih bisa di tolerir, Bu?" tanya Hizam dengan raut santai tapi serius. Dia sebenarnya nervous dibalik wajah santainya. Mazaya yang duduk disampingnya hanya sesekali menghela napas panjang dan enggan untuk membuka suara.
"Jika ada kehendak untuk berubah dari Mazaya, mungkin sekolah masih bisa mentolerir. Biasanya sekolah akan memberi kesempatan seorang siswa untuk memperbaiki kesalahan selama kurang lebih tiga minggu, dan jika tidak ada perubahan atau malah semakin menjadi, dengan berat hati kami harus mengeluarkan siswa tersebut. Jadi, semua keputusan ada di tangan Mazaya, Pak." Tutur Bu Sindi sehalus mungkin, beliau tidak ingin turut emosi hanya karena seorang siswi yang berulah. Bu Sindi saja aslinya tidak tega memberi peringatan pada Mazaya dengan memanggil walinya. Tapi, mendengar dari ricuh para staf kesiswaan dan BK lainnya membuat beliau mau tidak mau harus segera bertindak. Ini juga demi Mazaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEPADA NUELLA [TAMAT]
Teen FictionSimpan saja rasanya Teruntuk bulan yang tak selalu membersamai bintang, Mazaya tidak kuat sendirian. Teruntuk Hizam, terimakasih waktunya untuk mendewasakan Mazaya. Kepada Semesta, sampaikan rindunya Mazaya pada ketenangan. Kepada Daffa dan kebai...