#Tandai_yangtypo
Jangan kenceng-kenceng larinya, ntar jatuh nggak kuat berdiri lagi.
_zedn
Siang begitu terik, dengan segala beban di pikiran yang tidak pernah berhenti menghantui. Mazaya terus menitikan air matanya, mempertanyakan kepada semesta perihal keberadaan sang Ayah.
"Jahat, jangan ambil Ayah Zaya, nanti Zaya sama siapa, semesta jahat!!!!" teriak Mazaya. Wajahnya bahkan sudah memerah menahan amarah dan tangis.
Hizam kembali membuka pintu bercat putih elegan itu, mendekat lalu menuntun Mazaya untuk berdiri. Di pegangnya erat kedua bahu yang bergetar menahan isak itu. "Zaya, dengerin aku. Apapun yang terjadi, semua udah jadi takdir, ya. Nggak boleh nyerah sama keadaan, jalan kamu masih panjang." Tutur Hizam seraya mengusap pelan anak sungai yang mengalir di pipi gadis itu.
Mazaya hanya mengangguk, lalu berjalan perlahan meski tertatih dengan bantuan Hizam. "Izam janji jangan pergi dari Zaya, ya." Pinta Mazaya tulus, menatap dalam manik cokelat Hizam.
Tanpa pikir panjang, pria itu lalu mengangguk dan tersenyum. Langkah Mazaya berhenti di tengah anak tangga. Seseorang yang telentang dengan khidmat dengan kain hitam yang menutupi seluruh bagian tubuhnya membuat darah Mazaya memanas. Siapa dia? Pikir Mazaya.
"Iz-Izam, itu siapa?" tanya Mazaya lirih sembari mengalihkan pandangan kepada Hizam dan sosok itu secara bergantian.
Hizam mengangguk tanpa menjawab, "yuk, samperin."
Tapi Mazaya enggan meneruskan langkah, dia terlalu takut bahwa itu adalah Ayah-nya. Mazaya masih ingin bersama pria itu. Gadis itu menggeleng kuat dan memeluk Hizam. Mazaya menolak kenyataan siang ini secara terang-terangan.
"Ayo, ada aku, gak perlu takut. Udah jalannya, Zaya, kamu harus ikhlas." Kata Hizam lalu membawa langkah Mazaya yang terseret untuk mendekat pada sosok tertutup kain hitam tersebut.
Mazaya duduk di depan raga kaku itu, Hizam membuka kain yang menutupi sampai kepala tubuh tersebut. Sesosok jiwa yang sangat Mazaya kenali, kini telentang pasrah tanpa napas. Dengan wajah yang hampir hancur.
Mazaya terkejut, darahnya memanas. "Ay-ayya-ayah," lirih Mazaya. Air matanya kembali turun. "Izam, ini bukan Ayah Zaya, Ayah Zaya masih di kantor." Elak Mazaya sembari menggoyangkan lengan Hizam.
"Izam!! Itu bukan Ayah Zaya, Ayah Zaya masih hidup, Izam. Itu bukan Ayah Zaya!!!" teriak Mazaya di depan Hizam dengan histeris. Wajahnya sudah memerah juga matanya. Bahkan jilbabnya sudah berantakan, membuat anak rambutnya sedikit mengintip melalui jelah dahinya.
"Zaya, tenang," pinta Hizam lalu mendekap Mazaya erat. Gadis itu terus saja memukuli lengannya, tapi tak terasa sakit pada diri pria itu.
"Itu bukan Ayah Zaya, Izam, mereka bohongi Zaya." Ujar Mazaya di sela-sela tangisnya.
"Zaya, tenang, dengerin aku." Ujar Hizam dengan menangkup kedua pipi Mazaya, membawa gadis itu agar menatap matanya. "Ayah kamu, udah nggak ada, kamu harus ikhlas. Kita nggak bisa lawan kehendak Tuhan, sayang." Jelas Hizam tulus, pria itu menghela napas lelah yang begitu berat.
Mazaya menggeleng kuat, "bukan, Izam! Dia bukan Ayah Zaya. Ayah Zaya masih di kantor." Elak Mazaya lagi, Ayahnya pasti kembali. Pikirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEPADA NUELLA [TAMAT]
Teen FictionSimpan saja rasanya Teruntuk bulan yang tak selalu membersamai bintang, Mazaya tidak kuat sendirian. Teruntuk Hizam, terimakasih waktunya untuk mendewasakan Mazaya. Kepada Semesta, sampaikan rindunya Mazaya pada ketenangan. Kepada Daffa dan kebai...