#Tandai_yangtypo
Teruntuk semuanya, terimakasih sudah menemani cerita Mazaya sampai detik ini.
_zedn
Hari demi hari sudah Mazaya lewati. Suntikan rutin, kemoterapi, dan beberapa pil yang harus dikonsumsi nya. Semuanya Mazaya jalani dengan lapang hati, semuanya untuk melegakan perasaan Ghina.
"Daff, main tebak-tebakan yuk, kalo kamu kalah, kamu harus bawa Zaya jalan-jalan keliling rumah sakit."
Yang Mazaya tahu, dia memang di rumah sakit. Tapi rumah sakit mana dia tidak paham betul, karena setiap kali ditanya, jawaban Daffa ataupun Ghina selalu sama. Kamu di rumah sakit sama Daffa dan Mama.
Daffa mengetukkan jarinya di dagu, menimang tantangan yang Mazaya berikan. "Oke, kalo kamu kalah, kamu harus terima perintah dari aku!"
"Kenapa Upin Ipin nggak besar-besar?" Mazaya terkikik, ini bukan teka-teki melainkan mencari jawaban. Sebab Mazaya sendiri tidak tahu
"Karena udah takdirnya, kan?" tanya Daffa.
"Kamu, ih, kenapa sesimple itu?"
Daffa manggut-manggut, "karena Upin Ipin adanya di fiksi, jadi mereka nggak bakal bisa tumbuh dewasa kecuali dengan kehendak penulis skrip."
Wajah Mazaya berseri, "wah, Daffa pinter. Gitu, ya? Berarti mereka bisa abadi?"
Dengan bangganya laki-laki itu menepuk-nepuk dadanya, "ya, nggak tahu, aku bukan anggota produksinya."
"Yaudah, sekarang kamu."
"Kenapa senja selalu hilang setelah seseorang menikmatinya?" tanya Daffa seraya menilik dalam manik Mazaya.
Mazaya tersenyum, "karena dia tahu kalo keberadaannya sebatas semu. Dan dia sadar kalo yang ada di dunia nggak ada yang abadi."
Daffa tersenyum, "kamu janji, setelah kamu pulih, kita lihat senja bareng?"
"Zaya janji," gadis itu mengulurkan jari kelingkingnya pada Daffa, disambut pelukan oleh remaja itu.
Hanya beberapa orang yang tahu jika Daffa benar-benar takut kehilangan Mazaya.
"Permainan kita seri, Daff."
"Yaudah, aku aja yang bawa kamu keliling dunia, setelah kamu pulih."
-abj-
"Sayang, udah makan?" tanya Ghina pada anak gadisnya yang tengah tersenyum di dada Daffa. Gadis itu baru saja tertangkap basah oleh Ghina sedang mencuri ciuman di pipi Daffa.
"Udah, Ma." Daffa yang menyahut.
Ghina mengangguk, lalu mengusap surai Mazaya yang tergerai sebatas bahunya. "Jadwal kamu kemo, sayang."
Mazaya menciut, "tapi Zaya nggak bakalan mati, kan, Ma?" cicit Mazaya.
Daffa yang melihat Mazaya menciut langsung saja mencium pipinya, "nggak bakalan. Kamu kemo, bukan mau perang, sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
KEPADA NUELLA [TAMAT]
Teen FictionSimpan saja rasanya Teruntuk bulan yang tak selalu membersamai bintang, Mazaya tidak kuat sendirian. Teruntuk Hizam, terimakasih waktunya untuk mendewasakan Mazaya. Kepada Semesta, sampaikan rindunya Mazaya pada ketenangan. Kepada Daffa dan kebai...