13. Rindu Kecil untuk Hizam

18 7 0
                                    

Kenapa terkadang waktu menjadi tombak rindu yang begitu menyiksa?

_zedn

Mazaya berlari dari kejaran Daffa yang mencoba menggagalkan acara membolosnya, napas Mazaya terengah-engah. "Sumpah nggak lucu, masa, dikejar-kejar gini, ihh." Gerutunya kemudian melanjutkan larinya.

Sekarang dia akan pergi kemana? Biasanya jika membolos, Mazaya akan mengunjungi Hizam ditempat bekerjanya. Tanpa sepengetahuan Mazaya, air matanya mengalir begitu saja. Mazaya bingung, apakah tanpa Hizam dirinya akan mampu menjalani pendewasaan ini. Juga tanpa kedua orang tua disisinya.

Gadis itu mengusap air matanya kasar, "dasar cengeng, lari juga pake nangis. Kayak drama istri diselingkuhin suaminya aja."

"Mazaya Nuella, kamu kabur aku semakin kejar!!" Daffa berteriak dengan napas terengah-engah. Meskipun sering berolahraga tetap saja dia akan ngos-ngosan jika diminta mengejar Mazaya siang bolong seperti ini.

"Daffa drama, deh!!" teriak Mazaya tanpa berhenti berlari meski kepalanya sempat menoleh kebelakang.

"Kamu yang kebanyakan drama, Zaya. Balik ke sekolah nggak?!!!" kali ini Daffa benar-benar lelah, dia memilih untuk berhenti mengejar Mazaya dan mampir ke sebuah toko sembako untuk membeli dua botol air mineral.

Seusai membeli, laki-laki itu menilik keadaan sekitar, barangkali Mazaya berniat untuk menyusulnya masuk ke toko. "Kira-kira Mazaya kemana ya?" gumam Daffa, dia memilih duduk di kursi yang telah disediakan oleh pemilik toko. Meneguk air mineralnya dengan santai.

"DOR!!"

Mazaya menepuk bahu Daffa hingga membuat laki-laki itu mengumpat dan mengelus dadanya.

"Ih mulutnya kasar, nggak baik." Mazaya mengambil duduk di sebelah Daffa. Gadis itu menerima uluran air mineral yang diberikan Daffa dengan senang. "Terimakasih, ketosnya SMA 75."

Daffa hanya mengangguk, lalu kembali meneguk air mineralnya. "Gimana? Udah capek lari, ya? Makanya jangan suka bolos."

Mazaya mendelik sinis, "heh, Parman!! Aku juga nggak nyuruh kamu buat ngejar, kamunya aja ngedrama." Balas Mazaya sengit, bisa-bisanya Daffa bilang seperti itu. Mazaya sudah biasa, Daffa saja yang tidak peka. Membolos adalah kebiasaan buruk Mazaya yang sampai sekarang masih dipertahankan olehnya.

"Cih, coba aja aku nggak ngejar, pasti kamu udah ngarep, kan. Ih kok Daffa nggak ngejar aku, ya. Gitu pasti, kan, hayo ngaku." Cibir Daffa, jangan lupakan bibirnya yang mleyat-mleyot persis ibu-ibu komplek saat menggosip.

Mazaya menatap Daffa dengan tajam, kali digambarkan mungkin sudah seperti Kak Ros yang wajahnya memerah menahan emosi. "Daffa, kamu kok pede banget, sih??!!"

Daffa terkejut dan berubah panik kala mendengar nada bicara Mazaya yang tinggi, tidak seperti biasa yang penuh kelembutan. "Eh, sorry, dong. Jangan marah-marah gitu, iya aku salah. Maaf, Zaya."

"Ish, kamu tu, sukanya ngegas, giliran di gas aja langsung ciut." Ejek Mazaya.

Keduanya kembali diam. Daffa enggan membalas ucapan Mazaya karena dirinya sudah lelah, dia ingin segera memejamkan mata. Benar-benar mengantuk.

Mazaya menepuk bahu Daffa, "eh, pulang aja yuk. Disini panas, nanti demam." Katanya asal.

Sedangkan Daffa yang tidak mau ambil pusing segera beranjak mengikuti langkah Mazaya di depannya. Jangan lupakan Mazaya yang menarik tangannya seperti kambing, diseret-seret tanpa kelemahlembutan.

KEPADA NUELLA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang