Yang sesungguhnya nikmat adalah realita.
_zednHizam yang acuh dan fokus pada hpnya membuat darah Mazaya mendidih. Padahal sudah berulang kali dirinya memanggil laki-laki itu, tetap saja tidak didengarkan.
Dengan nekat, Mazaya kabur dari sisi Hizam. Dirinya berjalan menyusuri jalanan yang disibukkan dengan lalu lalang para pejalan kaki. Hingga tanpa sengaja dirinya terserempet sebuah mobil saat hendak menyebrangi jalan.
Pengendara mobil ingin membawa Mazaya kerumah sakit, tapi gadis itu menolak dan mengatakan bahwa dia baik-baik saja.
"Aduh, ini kayaknya keseleo, deh." Gimana Mazaya seusai merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu.
Ponsel nya nonaktif, dengan tujuan agar Hizam tidak mengganggunya. "Merah gini, kok kayaknya bengkak, ya?" tangannya memencet pergelangan kakinya sendiri. Sesekali Mazaya meringis, ini sakit.
Mazaya membawa langkah ke lantai dua untuk membersihkan diri dan bersiap tidur, Mazaya sudah penat dengan seharian ini. Di pagi tadi dirinya sempat berdebat dengan tua keriput yang selalu saja membuatnya emosi. Siapa lagi kalau bukan Pak Haji.
Pagi buta, Mazaya disibukkan dengan pakaian kotornya. Hari ini dia juga akan membersihkan rumah.
Tinggal sendirian di rumah sebesar ini, membuat Mazaya selalu kesepian. Meskipun sesekali Nabila main atau menginap dihari libur. Tetap saja terasa sunyi.
"Ih, kok kayaknya tambah bengkak, ya? Terus ini kenapa tangan aku pada merah-merah gini?"
Gadis itu memegang alat pel dan tengah bersiap untuk melakukan kegiatannya. Tapi, dia dikejutkan dengan bercak merah kecil di telapak tangannya yang tidak hanya satu. Seperti digigit nyamuk tapi tidak gatal.
"Perasaan bukan musim hujan, masa, iya, panas dalem? Biasanya nggak sampe kayak gini, deh."
Mazaya memilih untuk mengepel daripada pusing memikirkan soal bercak merah itu.
"Zaya," panggil Hizam di ambang pintu rumah yang terbuka.
Mazaya menatapnya jengah, gadis itu hanya diam. Seolah mengatakan apa.
"Aku masuk, ya?" tanyanya.
"Nggak boleh, baru dipel." Kata Mazaya sengit lalu melanjutkan kembali kegiatannya.
"Yaudah, ini ada bubur ayam buat kamu. Aku cantolin di sini, ya." Hizam meletakkan kresek putih itu di gagang pintu. Lantas dia beranjak pamit.
"Ck! Gue nggak butuh belas kasihan, bawa pulang aja."
Hizam berbalik, "aku beliin bukan karena kasihan. Aku beli ini, biar kamu nggak lupa kalo perut juga butuh asupan."
"Cih, sok bijak."
"Udah jangan marah terus, nanti aku pergi kamu nangis-nangis." Ejek Hizam lalu pergi darisana.
"Pergi aja," sahut Mazaya.
___
Hizam tergugu lesu di depan pusara Mazaya, tujuh hari sepeninggal Mazaya, dunianya tidak baik-baik saja. Diusapnya nisan itu, bahkan bunga mawar selalu segar di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEPADA NUELLA [TAMAT]
Teen FictionSimpan saja rasanya Teruntuk bulan yang tak selalu membersamai bintang, Mazaya tidak kuat sendirian. Teruntuk Hizam, terimakasih waktunya untuk mendewasakan Mazaya. Kepada Semesta, sampaikan rindunya Mazaya pada ketenangan. Kepada Daffa dan kebai...