5. Dua untuk Satu

40 11 0
                                    

Jangan dipaksain, emang kadang kehidupan itu nyakitin.

_zedn

Mazaya mengendap-endap berjalan di depan kompleks, bahkan sandalnya saja tidak terdengar. Dan untung saja keadaan sangat mendukungnya untuk keluar malam ini. Tidak ada yang melihatnya keluar rumah, jadi aman tidak akan ada yang berbicara pada Ayah-nya.

"Asyik, semoga sampe depan gang gaada yang nongol." Gumam Mazaya di tengah perjalanannya. Tujuan gadis itu adalah ke warung sate di pintu masuk kompleks, dan itu bisa ditempuh olehnya dalam waktu lima belas menit dengan berjalan kaki.

Mazaya berjalan sembari menggulir layar ponsel nya, menikmati video yang diputar disana. Mazaya cenderung memilih video yang berbau siraman rohani.

Gubrakgg!!

Suara bising di belakangnya seolah tidak menembus gendang telinga Mazaya, gadis itu terlalu fokus dengan latar ponsel nya yang masih menampilkan sebuah acara ceramah. Gadis itu juga terkikik karena logat penceramah yang sangat humoris.

"Hey, gadis muda! Serahkan ponselmu padaku!!!" teriak tegas seseorang di belakangnya. Namun, Mazaya masih tak memedulikan bariton keras itu.

"Hey, apa kamu tidak punya telinga? Pantas saja jika tidak mendengar, telingamu saja tertutup hijab!!" katanya lagi disambut tawa salh satu rekan yang berada di sampingnya, sembari ancang-ancang akan memukul Mazaya dari belakang.

Tiba-tiba saja Mazaya lari terbirit-birit meninggalkan dua pria berbadan besar ala algojo itu. Melihat keramaian di depan, Mazaya menambahkan kekuatan berlari nya. Tuhan masih menyelamatkannya malam ini. Mungkin efek keluar rumah tanpa izin ya jadinya seperti ini.

"Om, sate ayamnya satu porsi, bungkus." Pinta Mazaya lalu menarik kursi warung yang telah disediakan.

"Owalah, cah ayu, kok piyambakan, nduk? Bapakmu ora nek omah, tha?" tanya penjual itu ramah dengan logat jawanya.

"Hehe, iya, Om, Ayah udah tidur." Jawab Mazaya.

"Loh, Ya, nek tengah gang kenceng griya ne mbak Uni bukannya peteng?" tanya Om penjual sate sembari mengipas satenya.

"Gelap banget, Om, sangat pelit pencahayaan." Cibir Mazaya, mengundang kekehan penjual sate itu. "Oh, iya, Om, tadi Zaya disuruh ngasihin hp ke dua laki-laki sejenis algojo gitu. Itu siapa ya, Om?" sambung Mazaya menatap lekat penjual sate.

"Oh, yang itu, memang sedang marak keluar, Ya. Dua orang itu bukan penduduk sini, anggap saja pengangguran yang gabut menodong masyarakat kompleks ini." Tutur Om penjual sate, ternyata gadis itu hampir saja menjadi korban. "Terus, kok alhamdulillah bisa selamat bagaimana caranya, Ya?" tanya Om penjual sate, gadis seusia Mazaya bisa saja berteriak ketakutan untuk menu undang orang-orang. Tapi, tadi ia tidak mendengar teriakan apapun. Yang ada hanya suara bising motor yang sesekali lewat.

"Besok kalo ketemu lagi, Zaya mau bantai mereka, mau cekik kepalanya. Biar kapok udah gangguin orang yang nggak pernah ngusik keadaan mereka." Jelas Mazaya dengan nada geram. Jemarinya terkepal kuat.

Penjual sate tersenyum dengan lagak Mazaya, benar jika gadis itu menjadi seberani itu, dia cucu seorang aparatur negara. "Waduduh, iya deh, Om Faiz dukung kalo itu positif." Kata Faiz, nama yang bagus untuk anak muda.

KEPADA NUELLA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang