27. Hopeless Romantic

101 14 8
                                    

(Vote dan komen kalian sangat berharga)

(Vote dan komen kalian sangat berharga)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"We all broke our rules for someone."

(⁠´⁠;⁠ω⁠;⁠`⁠)

Pijaran lilin di atas candle holder berdesain asimetris tak mampu membuat pandangan Rayyan berpaling. Balutan warna copper dengan hitam yang berpadu sukses membelenggu. Tangannya masih menggenggam sepaket bunga carnation berwarna pink, berharap ada kebenaran dari filosofinya. Namun usai terbengkalai selama beberapa jam, harumnya memudar. Anyelir yang malang.

Sengaja Rayyan datang sebelum matahari tenggelam semata-mata hanya untuk memaksimalkan rancangan kencan. Mua bilang, ia akan kemari setelah senja menghilang, tapi sekali lagi, ucapannya hanyalah sebatas angan. Hal paling mustahil yang masih saja Rayyan tunggu sampai sekarang. Apa itu merayakan hari jadi? Bahkan gadis itu tak pernah mencintainya sama sekali.

Seorang pianis serta pelayan cafe mulai merasa lelah, menantikan tenggat acara yang sebenarnya. Berkali-kali mereka bertanya pada satu-satunya sosok lelaki mengenakan jas hitam, mengandai adanya suatu kepastian. Sudah lewat tiga jam Rayyan terdiam, memilih untuk melamun panjang sejak panggilan teleponnya dimatikan. Bahkan dirinya pun sudah kehilangan selera kala menatap makanan dan minuman yang siap dihidangkan.

Rayyan terkekeh sumbang bersamaan dengan padamnya api pada lilin di depan, embusan angin malam terbilang cukup kencang. Sia-sia lelaki itu menyewa rooftop di lantai 5 sebuah cafe bernuansa putih dilengkapi dengan gua-gua ala Santorini Yunani. Bola matanya bergulir ke samping, memandangi intensifnya lampu-lampu perkotaan. Dari sekitar 300 seat di area outdoor, hanya ada dirinya seorang. Berangsur-angsur kesabarannya tergerus dalam diam, hingga dadanya tak lagi lapang. Sikap yang Mua tujukan kepada Rayyan benar-benar memuakkan.

"Punten, A? Kumaha ieu? Jadi atau henteu?"

"Bentar, Kang. Dia udah di depan," kata Rayyan membuat pria berseragam putih hitam itu mengangguk paham sekaligus mewajarkan. "Nah, itu dia!"

Perubahan raut wajah Rayyan mengundang pria tersebut untuk segera mengalihkan pandangan, menoleh ke belakang. "Eta? Waah ... kabogoh anjeun geulis pisan (Itu? Waah ... pacar kamu cantik banget)," kagumnya usai menatap seorang gadis mengenakan cocktail dress berwarna hitam yang tengah melambaikan tangan.

Senyumnya mengembang, menghipnotis sebagian orang yang jika dianalogikan mungkin sekumpulan bunga dalam genggaman Rayyan mampu menunduk malu, menandakan bahwa segala jenis kata keindahan hanya layak tertuju kepada gadis itu.

Rayyan berdiri, berlanjut cipika-cipiki bersama Naufri. Lelaki itu terlampau girang, karena selain untuk mengenyahkan rasa malu yang sempat menerjang akibat ditelantarkan, kini Naufri datang dengan penampilan sangat elegan, persis sewaktu mereka masih pacaran.

MUA-RAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang