(Tinggalkan jejak berupa vote dan komen, Guys!)
"The reason I like you? Because it's you."
ƪ(˘⌣˘)ʃ
Rabu pagi di SMA Pamunggaran rupanya tak kalah menghebohkan. Riuhnya berbagai opini yang membual menyatu bagaikan alunan penghantar kesesakkan. Pun sindiran secara frontal kerap kali terdengar menyakitkan.
"Mereka berdua keren banget, no debat no kecot."
"Ya seharusnya memang kayak gitu dari dulu. Foto Melanie dan Naufri yang lebih pantas dipasang."
"Dengan begitu, karakteristik SMAPAM jadi kelihatan. SMA unggul dengan segudang prestasi non kaleng-kaleng."
"Ini lebih good looking, sih."
"Good attitude juga. Secara, didikan orang tua mereka luar biasa."
"Gak kayak yang onoh, udah sombong, songong pula. Padahal kan gak punya apa-apa."
"Ya namanya juga sifat orang beda-beda. Tapi gue setuju sama lo, sih. Seharusnya kalau mau jadi bintang bisa menempatkan diri dan jaga sikap yang benar."
"Memang tata letak gak bisa menjaga sikapnya dia itu di mana gue tanya?"
"Lo lihat sendiri aja kalau ketemu orang jarang nyapa walaupun kenal. Jangankan nyapa, senyumpun sungkan dia."
"Ssstttt ... udah-udah. Jangan diskriminasi orang. Meskipun itu kenyataan, hahaha."
Tepat pada tanggal 06 Juli, poster yang sempat memampangkan foto seorang gadis bernama lengkap Muara Lathisfa Mandira dalam meraih juara olimpiade ekonomi tingkat nasional itu secara nyata telah diturunkan, lantas diganti dengan poster serupa berisi dua orang siswi kelas MIPA yang minggu lalu baru saja memenangkan juara satu dalam lomba debat se-Asia.
Cepat-cepat gadis ber-cardigan toska itu memundurkan langkah, berupaya menjauh dari kerumunan panjang yang semakin lama semakin ramai memadati area gedung depan. Mua mengeluarkan earphone, menyumpal kedua telinga yang kini tak luput dari pandangan mata beberapa siswi di sana. Wajar saja jika mereka tidak suka, sikap Mua yang tak pernah ramah memang kerap menjadi boomerang dalam lingkungan sekitar.
Gue memang gak bisa nutup satu-persatu mulut mereka. Tapi gue bisa nutup akses pendengaran gue supaya gak memperpanjang masalah, batin Mua mengalah.
Usai menaikkan volume suara dari dalam ponselnya, Mua segera menarik buku catatan matematika lantas berjalan seraya merundukkan kepala, fokus memahami angka demi angka yang tercetak jelas di atas lembaran kertas.
"Sok pinter!" sindir seorang gadis yang sudah muak sejak lama, entah apa masalah sebenarnya.
Melihat Mua menaiki anak tangga dengan fokus tak dapat digubah membuat Rayyan menyengir kuda hendak menyusul gadis itu di sana, namun langkahnya harus tertahan oleh Kalinggra yang sudah menarik ranselnya dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
MUA-RAY
Novela JuvenilApa jadinya jika pengabdi ketenangan berpacaran dengan pemuja keramaian? Dua sisi yang saling bertentangan kini bertabrakan, hancur dan berantakan. Puing-puingnya masih ada, berserakan di mana-mana. Hampir saja melukai banyak orang yang melintas di...