30. Mengurai Istilah Perasaan

162 17 3
                                    

(Mana nih vote dan komennya?)

(Mana nih vote dan komennya?)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cold night & favourite song."

→⁠(⁠°⁠ ⁠۝ ⁠°⁠)⁠┗

"Hari esok bukan kuasa kita, bukan juga ranah kita. Tapi kesiapan serta kemauan untuk menerima merupakan kewajiban kita," nasihat Zura setiap kali Mua berkata hendak menyerah. "Meskipun kelihatannya gak mampu, tapi Allah pasti akan selalu membantu. Good things, take time."

Entah bagaimana caranya, ia berupaya keras agar tak mengecewakan siapa saja, termasuk dirinya yang sudah lelah. Semalam, gadis itu kembali melakukan kebiasaan begadang, bahkan ketika teman-temannya sudah beristirahat dengan tenang. Mengabaikan makan malam hingga perutnya keroncongan. Ditemani secangkir expresso hangat agar kantuknya tertahan, sampai pagi menjelang. Ia benar-benar menghabiskan waktunya hanya untuk mengejar skor tertinggal.

Ancaman Sadam, denda uang jutaan, nama sekolah yang dipertaruhkan, serta beasiswa guna kelangsungan pendidikan pun menggerayangi otaknya sampai membuat gadis itu sakit kepala. Suhu tubuhnya panas tiba-tiba, sepertinya Mua demam karena terlalu banyak pikiran. Belum lagi dengan ketidaksonsistenannya dalam mengonsumsi makanan.

Gebrakan pada meja belakang menarik atensi seluruh peserta olimpiade. Menatap lekat-lekat seorang gadis pemilik wajah asia dengan mata sayu serta bibir pucatnya. Jauh sebelum pengawas tiba, Vanesha sudah mencoba membangunkannya, namun respons dari tubuh gadis itu hanya menggeliat bersamaan dengan erangan. Ingatnya ia sedang tidur di atas kasur sendirian.

Mata Mua melebar ketika melihat seorang pria beruban dengan rahang tegas itu menatap nyalang sembari menarik kasar lembar ujian. Bola mata yang bergerak dari kiri ke kanan guna membaca sederet nama sukses membuat ketakutan Mua menyerang tiba-tiba, merangsang degub jantungnya. Yang lebih naasnya lagi, pria itu segera merobek-robek kertas di tangannya.

"GET OUT!"

"Mr—"

"GET OUT!  YOU ARE DISQUALIFIED!"

Mua langsung berdiri, menangkap banyak pasang mata tidak ramah yang sudah menjadikan ia pusat perhatian.

"Mr, I apologize, please don't disqualify me," maafnya seraya mengatupkan kedua telapak tangan, namun tidak direspons baik oleh pengawas di depan.

"No tolerance! You have made a big mistake! Get out of the exam room now!"

Pria itu melenggang ke depan guna berdiskusi langsung dengan sang rekan. Sesekali pandangan mereka mengarah kepada satu-satunya gadis yang sudah lalai di waktu berlangsungnya ujian. Tatapan yang tertaut membuat Mua tidak dapat tenang, meninggalkan berjuta tanya membingungkan.

"Do you want to go alone or with your friends too?" Pria itu memberikan opsi. "Okay, we disqualify your team."

"Mr, please don't disqualify my team. It was my mistake, so let me do it," aku Mua seraya menundukkan kepala kecewa, ia sangat merutuki kebodohannya, ia benar-benar marah pada dirinya.

MUA-RAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang