Selamat membaca★
(Beri vote dan komen, ya!)"In both spiritual and physical way, I'm tired."
ヾ( ͝° ͜ʖ͡°)ノ♪
Waktu berputar cepat, tapi Rayyan masih merasa bahwa Diba selalu ada di sisinya, menemani setiap langkah, mematai tanpa lengah. Bayangnya tak pernah terlupa. Gadis manja yang kerap menghiburnya di rumah. Gadis bawel dengan suara cempreng yang tiada habisnya. Gadis keras kepala yang sering menjadi lawan debatnya. Gadis yang akhir-akhir ini sangat jarang ia perhatikan sebab tergantikan peran dengan orang asing yang baru dua tahun ia kenal.
Di benaknya penuh andaikata, seperti; andai ia tidak menomorduakan Diba, andai ia bisa datang sewaktu gadis itu meminta dijemput di halte sekolahan, andai ia paham bahwa yang Diba butuhkan bukan kesendirian, melainkan pelukan, andai ia tidak pergi sekolah hari itu, andai ia tak buta akan cinta, dan ... masih banyak andai lainnya yang memadati isi kepala. Bahkan kalaupun semesta memberikan hukuman yang tidak berkesudahan, belum cukup bagi Rayyan untuk mendapatkan maaf dari adiknya. Rayyan sungguh menyesal.
Sudah masuk tiga minggu gadis pemilik nama lengkap Aghniny Dilraba atau kerap disapa Diba itu dikebumikan, Rayyan masih belum memberikan peluang pada kekasihnya untuk berbincang. Setiap kali Mua meminta penjelasan, tak ada hal yang dapat Rayyan lakukan selain berkata kasar. Emosinya sangat tidak stabil. Alhasil, hal tersebut membuat jarak mereka kian membentang panjang, berlarut-larut tenggelam dalam keasingan.
Saat ini, Rayyan tengah berlari mengelilingi lapangan voli dengan kedua tangan terkepal kuat. Keringat yang marak bercucuran membuat kaus raglannya basah. Lelaki itu sama sekali tidak berniat untuk membakar kalori, lebih merujuk pada menenangkan jiwa yang hampir gila jika terus-terusan dibiarkan merutuki kesalahan fatal. Tapi hasilnya sama saja, Diba malah ikut serta berlari-lari di pikirannya.
"Dib ... gue capek ...."
Rayyan sudah membungkukkan tubuh dengan kedua tangan memegangi lutut. Pernapasannya terengah-engah. Tanpa sadar, matanya memerah. Ia sungguh tak peduli jika banyak orang akan menyaksikannya menangis saat itu, ia hanya butuh waktu, waktu untuk benar-benar mengikhlaskan kepergian gadis yang ia sayang.
Sebotol air mineral tersodor dari samping, membuat Rayyan hanya melirik, enggan untuk menoleh, apalagi memandang wajahnya yang selalu mengundang murka.
"Kalau capek jangan terlalu dipaks-"
"ARRGHHH!" Rayyan menghempaskan botol mineral sampai terguling ke paving lapangan.
Lelaki itu menatap lawan bicara dengan sorot tajam, sarat peringatan. "ANJING!" umpatnya kemudian.
Seketika, aktivitas sekolah seolah berhenti secara terpaksa, semua mata sudah tertuju pada keduanya. Yang lebih membuat Mua terkanjat yakni ketika Rayyan menendang botol mineral pemberiannya. Dada naik turun penuh emosi, sesak tersalur dari hati ke hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
MUA-RAY
Teen FictionApa jadinya jika pengabdi ketenangan berpacaran dengan pemuja keramaian? Dua sisi yang saling bertentangan kini bertabrakan, hancur dan berantakan. Puing-puingnya masih ada, berserakan di mana-mana. Hampir saja melukai banyak orang yang melintas di...