BAB 8, ORANG-ORANG YANG BERBAHAGIA

4 2 2
                                    

- Pov Azka

Sekilas tentang Amira dari sudut pandangku...

Namanya... Sudah tahu, kan? Amira, lengkapnya Amira Lestari. Sederhana tapi bar-bar, dan itulah yang membuatku benar-benar jatuh cinta kepadanya. Dia yang terlalu polos (sebenernya nggak juga sih, daripada polos, mungkin lebih tepat dibilang jujur ya), dia yang jujur dan kadang terlalu apa adanya membuat orang lain auto segan sama dia. Soalnya dia sendiri ya seperti itu, kalau emang dia gak suka, ya gak suka, nggak ada penawaran.

Aku dan Amira sudah bersahabat sejak SMA. Soal bagaimana pertemuan kami itu... Mm, sepertinya terlalu panjang untuk diceritakan. Dan bisa dibilang, Miazka Organizer ini adalah hasil dari pemikiran kita bersama, meskipun kejadian ini jauh dari masa SMA kami, karena setelah Amira lulus dari sana (dia adalah kakak kelasku), kami sempat tak bertemu kembali untuk waktu yang agak lama.

Sosok Amira ini adalah wanita yang tangguh, cerdas, dan pekerja keras. Dia juga berbakat dalam bidang seni. Kurang-lebih, aku dan dia memiliki passion yang hampir sama. Sebetulnya masih banyak yang ingin kuceritakan tentang gadis ini, tapi kayaknya sih gak bakal habis satu bab, kasihan author-nya nanti. Jadi, kita ikuti cerita selanjutnya aja ya?

***
-Pov Author

"Pagi, Mas Azka," sapa Hera ramah begitu Azka melangkahkan kakinya ke bagian dalam kantor Miazka Organizer.

"Pagi... Lho, itu tumpukan apa di samping pintu?" tanya Azka heran demi melihat dua keranjang yang penuh di sudut dekat meja receptionist, persis di sebelah pintu.

"Paket, mas," jawab Hera sekenanya. Efek masih ngantuk karena kemarin dia ngerias di tiga tempat sekaligus.

"Ya paham ini paket, Juleha, tapi maksudnya dari mana dan ditujukan kepada siapa?" tanya Azka gemas.

"Oh, dari beberapa client mas, silakan dibawa aja ke atas..." jawab Hera yang baru "ngeh" dengan maksud pertanyaan atasannya tersebut.

"Oh, ya udah, tak bawa ya ini, nanti kita unboxing bareng-bareng..." kata Azka. Hera cuma mengangguk. Sungguh, kepalanya terlalu berat saat ini, efek kurang tidur ini ternyata benar-benar menyiksanya.

***
Jam makan siang adalah waktu yang paling ditunggu oleh semua orang, baik dia siswa, mahasiswa atau bahkan pekerja, tak terkecuali para pegawai di Kantor Miazka Organizer. Sekarang adalah waktu yang tepat bagi mereka untuk melemaskan punggung, meluruskan kembali otot-otot tubuh mereka yang kaku karena berada di depan meja komputer seharian (saat sedang tidak menangani acara, seluruh karyawan Miazka Organizer ya kayak pekerja pada umumnya ; komputeran trooos, natap layar LCD terus selama delapan jam bekerja, setiap hari seperti itu).

"Siang Mas Azka, tumben nggak ke warung nasi padang di seberang?" tanya Hera yang sedang menyeduh mie instant cup faforitnya.

"Saya mau manasin pasta buatan Amira, anak itu gak bisa datang karena udah janji mau nemenin mamanya seharian di rumah sakit," jawab Azka seraya menyodorkan kotak makan besar berwarna biru muda itu, menunjukkannya pada Hera.

"Oh, begitu ya mas. Yowes dilanjut, saya udah selesai kok," katanya. Azka cuma mengangguk. Hera sempat menatap bosnya itu dengan cukup lama, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk pergi dan kembali ke mejanya.

"Hera, tunggu!" seru Azka tiba-tiba.

"Apa, mas?"

"Mie-mu ketinggalan tuh," katanya seraya menunjuk mie instant cup yang tergeletak pasrah di atas meja pantry.

"Oh iya, lupa," Hera kembali menuju meja pantry, lengkap dengan ekspresinya yang nyengir jelek banget, menatap Azka yang masih fokus dengan ponselnya. Mungkin lagi berbalas pesan dengan Amira.

"Mas!"

"Eh pisang goreng, apa tho Ra? Ngagetin aja!" omel Azka seraya meletakkan ponselnya kembali ke saku kemejanya.

"Ini pastanya saya keluarin dari microwave, daroipada kenapa-kenapa itu makanan ditinggal HP-an..."

"Nah, sekarang gantian saya yang lupa. Makasih ya, Ra," kata Azka tulus seraya mengambil kotak makanannya dari tangan gadis itu.

"Ya mas, sama-sama, saya duluan ya," pamit Hera seraya membawa mie-nya. Azka cuma mengangguk.

***
Kembali ke kediaman Azka, malam hari. Hari ini tak seperti biasanya, karena ia harus menyelesaikan sederet pekerjaannya tanpa Amira. Omong-omong soal gadis itu, gimana kabarnya? Apa yang kini sedang ia lakukan?

[Malam, manis.] sebelum otaknya dapat berpikir jernih, ternyata jemarinya sudah lancang – mendahului langkahnya untuk mengetuk layar ponsel, mengetik sebuah pesan dan mengirimnya ke nomor gadis itu.

[Malam, anak tuyul, udah di rumah?] tidak sampai satu menit, balasan sudah datang. Dan dengan tak kalah cepat Azka-pun membalasnya.

[Udah, capek, kacau banget kerja sendirian hari ini] Amira is typing.

[Tidur, nak, BTW itu paket siapa sih yang lo potoin dan lo taroh di meja? Perasaan banyak banget...]

[Itu semua kiriman dari client yang pernah kerja bareng sama team kita, katanya mereka merasa puas banget dan mereka pengen mengapresiasi kita, ya mungkin dengan cara ngirimin paket-paket itu.]

[Oh, kiriman dari orang-orang yang berbahagia ya?] Azka mengernyitkan dahi. Apa maksud balasan dari Amira ini?

[Maap buk, ane kagak paham, maksudnya bagaimana yak?] dan lagi-lagi tulisan "Amira is typing" terpampang di layar ponselnya.

[CK, telminya gak sembuh-sembuh ini anak ya. Mereka kan habis kawin (eh, nikah ding), ya otomatis bahagia lah, gimana siiih? Efek kelamaan jomblo jadi rada gak peka sama yang begini-gini yak boskue?] SADESS! Mungkin itu kata yang cocok disematkan untuk sosok sebuah *eh, seorang Amira Lestari. Mulutnya itu kek Mie Setan level 5, puedese ra umum, pedes banget pokoknya.

[Emang mereka yang udah nikah pasti selalu bahagia ya?] balas Azka lagi. Walaupun matanya udah 5 wat begitu, demi berbalas pesan dengan Amira, ia rela untuk terus terjaga.

[Seharusnya sih begitu, tapi nggak tau juga, kan jalan cerita hidup orang gak ada yang tau kecuali ALLAH, yang menyimpan segala cerita, jalinan takdir dan rahasia dari miliaran bahkan triliunan manusia dan makhluk hidup lain yang ia ciptakan. Dah, ah, tidur sana cumi, gue tau kalau lo online tapi balesnya lama begitu pasti matanya udah kreyep-kreyep gak jelas, udah minta dipuk-puk terus ditaroh di box bayi. Met tidur, boss-ku yang mirip bayi. Besok kita ketemu ya, gue masuk...] Dan Azka ternyata telah benar-benar tertidur dalam keadaan ponsel yang menutupi sebagian wajahnya. Tapi mata 5 wat-nya itu ternyata masih sempat membaca pesan Amira yang satu paragraf lebih itu. Dan tentang orang-orang yang berbahagia, agaknya memang benar, terutama soal jalan cerita hidup orang yang tidak pernah diketahui tidak hanya oleh orang-orang lain di sekitarnya, bahkan yang bersangkutan sendiripun aslinya gak tau dia akan mengalami apa, bisa jadi hari ini dia sedih, besok lusa dia bahagia, atau malah sebaliknya. Ya, hidup memang penuh misteri, dan takdir selalu saja se-bercanda itu. Dan jalinan takdir yang unik adalah perantara dari setiap rangkaian kisah manusia yang bisa jadi akan dipertemukan dan lalu dipersatukan oleh sebuah keadaan. Dan jika Tuhan sudah merestui, semesta mendukung keadaan ini, lalu tunggu apa lagi?

(TBC).



Hula, apa kabar? Bagaimana cuaca di kotamu?

Surabaya nyaris setiap hari basah terpercik hujan.

Terima kasih ya buat yang masih betah ngikutin perjalanan kisah ini, sorry banget kalau slow update, soalnya waktunya kebagi-bagi nih antara mau upload disini dan disana (kebetulan aku ada tanggung jawab dua novel lagi di dua platform lain).

Oke, enjoy this story and see you next part 🤗🐿🐿🐿🐿

WEDDING DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang