Amira bersungut-sungut di antara tampang Azka yang seperti tanpa dosa ; yang menariknya paksa dari mimpi super indahnya di pagi hari ini.
"Lo tuh gaje, Ka, selalu adaaa aja kejutannya. Sekarang lo malah udah rapi, terus dateng ke sini dan ngeliat gue yang masih amburadul dasteran. Bener-bener sakit nih orang," omelnya.
"Nggak usah ngomel, ah, bangun sana, terus mandi. Gue kan boss, terserah dong kalau mau ada agenda dadakan kayak gini," katanya pura-pura arogan. Amira memutar bola matanya malas.
"Well, wait here, bayi! Ada-ada aja lo, beraninya ngerusak acara minggu pagi gue..." omelnya seraya keluar dengan malas-malasan dari balik selimut bulu bergambar beruang yang ternyata masih ia kenakan dari tadi.
"Mandi ya nak, perlu pake bak bayi gak?" ledeknya. Dan sebuah bantal berbentuk apel melayang ke kepalanya sebagai peganti jawaban. Azka cuma ngakak.
***
"Aduh, ini tempat macam apa sih?" tanya Amira agak gusar setelah mengetahui Azka membawanya berputar-putar keluar masuk gang, dan berakhir di sebuah bangunan besar berpagar cokelat tua."Yang jelas bukan tempat maksiat dong, lagian mana ada tempat maksiat buka pagi-pagi..."
"Ck, Davidio Azkaaa!" serunya setengah galak.
"Kapan sih kak gue pernah boong sama lo?"
"Eh, apa? Kok kakak lagi?" Amira kaget.
"Hehe, sorry, lupa. Ya udah ayok, pasti udah banyak yang nunggu di dalam," kata Azka. Amira terpaksa mengangguk.
***
Wanita berjilbab dan berwajah teduh itu menyambut Azka dengan sangat senang, ketika lelaki itu membuka pintu pagar yang berderit karena sudah dimakan usia."Bunda Husna, apa kabar?" tanya Azka pelan.
"Baik nak, ayo, masuk, ajak temanmu juga. Hari ini Carissa sama Mario kesini juga lho..." katanya antusias.
"Yah, ketemu sama anak dua itu juga akhirnya. Sehat ta mereka?" tanya Azka antusias.
"Sehat banget, itu lho mereka semua ada di dalam, makanya ayo masuk," ajak Bunda Husna. Mereka mengangguk.
***
Rumah singgah Cenderawasih ini adalah tempat bagi anak-anak yatim dan anak-anak putus sekolah, serta anak-anak terlantar lainnya. Dan yang lebih spesial lagi, rumah singgah seluas dua hektar ini juga menerima teman-teman disabilitas yang berniat berkarya dan belajar bersama disini.
"Abang!" suara cempreng seorang gadis langsung menyambut Azka setelah memasuki bagian dalam rumah."Caca, kaget aku... Tongkatmu mana, kok jalan-jalan seenaknya tanpa benda itu kamu tu," omel Azka.
"Cuma disini sih aku hafal bang. Mas Iyo, ini lho ada Bang Azka!" jeritnya lagi, memanggil entah siapa.
"Apa sayang?" tanya seorang cowok tampan yang di tangannya masih ada sebuah gitar.
"Bang Azka datang, tapi kayaknya gak sendirian deh," ucap Caca.
"Mana?"
"Itu di belakangmu, mas!" serunya.
"Eh, abang!" lelaki bernama Mario itu menyalim takzim tangan Azka.
"Yo, sehat kamu?"
"Sehat bang, abang sama siapa kesini?" tanya Mario penasaran.
"Ini temen abang, namanya Mbak Amira..."
"Eh, Amira Lestari A.K.A Mirai Chan gak sih?" tanya Carissa.
"Lho, kok... Itu kan nama penaku," celetuk Amira tanpa sadar.
"Yes, aku ketemu penulis idolakuuu!" Gadis itu berjingkrak-jingkrak, lalu berjalan cepat menuju Amira yang tersenyum, seolah tertular aura riang dari gadis yang terlihat lebih muda itu.
"Bang Azka, fotoin!" pintanya. Azka mengiyakan. Amira merangkul bahu gadis itu sebagai tanda keakraban, dan mereka berpose bahagia di depan kamera.
***
"Lo sering main kesini ya, Ka?" tanya Amira. Gazebo rumah singgah, siang hari. Kata Bunda Husna (pengelola rumah singgah ini), mereka harus makan disini, dan berdiam diri saja sambil menatap kolam ikan yang penuh berisi ikan (ya iya, kalau isinya buaya apa lagi buaya darat jadinya horror), pokoknya harus bersantai saja disini. Tadinya Amira mau membantu persiapan, tapi nggak dibolehin, katanya tamu adalah raja, maka sudah sepantasnnya juga di-raja-kan."Ini sebenernya berawal dari pertemuan gue dengan Caca dan Rio yang terjadi secara nggak sengaja..." kata Azka seraya menyandarkan punggungnya di sandaran kursi bambu yang mereka duduki.
"Kok bisa sih? Kalian ketemu dimana?" tanya Amira penasaran.
"Gue lupa sih persisnya kapan, kalau gak salah 2-3 tahun yang lalu, waktu itu gue ngejuri lomba band, dan mereka berdua ikutan..."
"Jadi peserta?" tanya Amira lagi.
"Dia runner up tahun sebelumnya, sama band-nya. Nah mereka tuh jadi guest star di kompetisi. Kalau gak salah namanya... D'Special Band, iya deh itu kalau gak salah, gue juga lupa-lupa inget sih."
"Owalah. Terus hubungannya sama rumah singgah ini apa?" tanya Amira kembali.
"Ya nggak ada, mereka trainer disini, lo gak lihat disini banyak anak-anak difabel sama kayak mereka?" tanya Azka.
"Ya lihat, tapi gue gak terlalu paham. Orang tujuan kita kesini apa juga gue bingung kok," jawab Amira jujur. Azka menghela napas. Susah banget sih ngurus manusia es satu ini. Hatinya udah terlanjur beku, terlanjur mati rasa, jadi memang sulit untuk mencairkannya lagi.
"Ya kita tunggu sajalah, semoga setelah ini lo akan mengerti ya," kata Azka pasrah. Meski bingung, Amira hanya mengangguk saja.
***
Azka membukakan pintu mobil untuk Amira, dan gadis itu turun dari sana dengan wajah sumringah. Bahkan senyumnya tak lepas sejak mereka berpamitan pada ibu pemilik rumah singgah dan couple bucin Marica (Mario dan Caca) tadi."Eh, kenapa senyum-senyum aja ini anak gadis orang?" goda Azka seraya ikut turun dari pintu penumpang sebelah kanan.
"Gue... Happy," jawab Amira pelan. Sejujurnya, dia sendiri masih nggak yakin sama perasaannya. Apa ia dia benar-benar happy?
"Mi... Lo beneran happy? Seneng ketemu mereka?" tanya Azka tak percaya.
"Iya, asyik banget ternyata seneng-seneng bareng mereka. Apa lagi setelah ketemu Mario dan Carissa, vibes happy-nya kek nempel terus di gue gitu," kata Amira jujur.
"Alhamdulillah, itulah yang sebenernya gue pengen..." kata Azka seraya mendahului langkah memasuki lorong apartemen Amira.
"Maksud lo?" Amira nggak ngerti.
"Gue pengen elo merasakan kebahagiaan yang benar-benar lahir dari hati lo. Meskipun lo ngejawabnya agak lama tadi, tapi, gue tau, dan gue bisa merasakan kalau lo lagi bener-bener bahagia," jelas Azka.
"Kok bisa gitu? Lo tau dari mana?" Amira penasaran.
"Mata lo, Ami, mata lo itu adalah bagian tubuh lo yang paling ekspresif. Dan satu lagi fakta tentang mata lo itu..." kata Azka serius. Seketika pegangan Amira di pintu lift terhenti, dia penasaran.
"Apaan, Ka?"
"Mata lo itu indah, dan gue suka ngeliatnya." Azka berucap pelan, disusul dengan bibir Amira yang tersenyum. Entah pertanda apakah senyuman itu, yang jelas Azka tetap suka. Ya udahlah yah, namanya juga bucin, dimaklumin aja.
(TBC).

KAMU SEDANG MEMBACA
WEDDING DREAM
RomanceApakah seseorang yang terbiasa merancangkan pernikahan untuk orang lain harus sudah menikah lebih dulu? Nyatanya tidak, tuh. Azka Dirgantara, 24 tahun. Terjun dan menggeluti dunia seni adalah cita-citanya sejak kecil. Meski keluarganya bolak-balik...