Chapter 29: Janji dan Keinginan Terakhir

2.1K 306 17
                                    

Melihat anaknya basah kuyup di kejauhan, Adiratna menghela napasnya. Lantas berjalan menghampiri putri bungsunya. “Ya ampun, Nimas! Kenapa pakaianmu bisa basah semua?”

Mata Adiratna menelisik tubuh Dyah Nimas dari bawah sampai atas. Apa yang sudah dilakukan anaknya sampai sekujur tubuhnya benar-benar basah. Dengan perasaan canggung, Dyah Nimas hanya bisa mengusap lehernya tanpa berani menatap mata sang ibu.

Adiratna menghela napas lagi. Pasti gadisnya habis bermain air. Sudah dapat ditebak juga di mana tempatnya. “Kamu sudah bukan anak-anak lagi. Bersikaplah lebih dewasa.”

“Kamu juga, Shita.” Ayu Shita langsung menunduk begitu Adiratna menatapnya. “Apakah pantas seorang Mahapatih bersikap kekanak-kanakan?”

“Tidak, Ibu. Maafkan saya.”

Diam-diam Dyah Nimas tersenyum kecil menahan kegelian mendengar Ayu Shita mendapat omelan dari ibunya.

Kening Adiratna berkerut samar melihat pakaian Ayu Shita yang sepenuhnya kering meskipun rambutnya juga basah. Hal itu membuahkan tanda tanya dalam benak Adiratna. Apa yang sudah mereka berdua lakukan?

Apapun itu, Adiratna menolak untuk memikirkannya. “Ya sudahlah, cepat ganti pakaian sebelum kamu sakit,” ujarnya kepada Dyah Nimas.

Dyah Nimas tersenyum dan mengangguk kecil. Sebelum pergi, ia menatap Ayu Shita yang juga menatapnya. Seperti menyampaikan sebuah pesan secara tersirat, Ayu Shita dapat menangkap maksud tersebut. Dan iapun segera berpamitan kepada Adiratna.

“Sekali lagi, saya meminta maaf, Ibu. Saya akan berusaha untuk tidak mengulanginya lagi,” ucap Ayu Shita sembari menundukkan kepalanya. “Saya izin permisi.”

Adiratna hanya mengangguk dalam diam, mempersilakan Ayu Shita pergi.

“Terimakasih.” Ayu Shita buru-buru mengikuti arah kepergian Dyah Nimas yang sudah jauh di depannya.

Gadis itu menunggu di depan pintu kamarnya. Sambil tersenyum cantik, Dyah Nimas menyuruh Ayu Shita menunggu di luar. “Kamu tunggu di sini. Nanti bantu aku mengeringkan rambutku,” katanya lalu masuk ke dalam dan menutup pintu.

Ayu Shita melirik dua penjaga di depannya. Sejak dirinya tidak lagi menjabat sebagai pengawal pribadi Dyah Nimas, Maharaja memerintahkan prajurit lain untuk berjaga di kamar putrinya.

Sambil menunggu Dyah Nimas membukakan pintu untuknya, dirinya melihat rumah-rumah penduduk yang tampak kecil dari kejauhan. Tak lama pintu di belakangnya terbuka. Ayu Shita menoleh, Dyah Nimas tersenyum menyuruhnya masuk.

“Saya tidak menduga. Ternyata mengeringkan rambut Dek Ayu juga menjadi pekerjaan Mahapatih,” ujar Ayu Shita membuat Dyah Nimas tertawa.

“Jangan begitu. Aku tidak bisa melakukannya sendiri.”

Ayu Shita tersenyum kecil, kedua tangannya sibuk mengeringkan rambut panjang Dyah Nimas yang duduk di depan meja rias dengan telaten menggunakan handuk. Ucapannya tadi hanya gurauan. Sebaliknya, ia suka melakukan apapun untuk Dyah Nimas.

Hening menyelimuti. Sampai rambut Dyah Nimas sudah lumayan kering dan Ayu Shita menyisirnya dengan lembut.

“Rambut Dek Ayu sudah sangat panjang,” ungkap Ayu Shita.

Dyah Nimas menarik sedikit rambutnya yang hitam pekat. “Apa itu membuatku jelek? Aku akan memangkasnya kalau terlihat tidak cocok untukku.”

“Bagus.” Ayu Shita menaruh sisir di meja setelah selesai menggunakannya. “Rambut adalah mahkota. Sebaiknya dibiarkan tergerai indah seperti ini,” lanjutnya sambil memegang kedua pundak Dyah Nimas. Mengusapnya lembut.

Kekasih Sang RatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang