Chapter 40: Hukuman Untuk Shita

2.4K 321 58
                                    

Semua prajurit yang berjaga di penjara bawah tanah kompak bersiaga begitu mendengar langkah kaki seseorang. Dari balik kegelapan, mereka terkejut melihat Ayu Shita yang berjalan tenang sambil menggenggam pedang di kedua tangannya. Wanita itu memberikan tatapan tajam yang membuat mereka menelan ludah. "Kalian bisa pergi jika ingin selamat," ucapnya dingin.

Namun meski telah diberikan opsi yang menguntungkan, mereka menolak. Salah satu dari mereka berlari menghunuskan pedangnya menusuk perut Ayu Shita, tapi pedang tersebut bahkan tidak bisa menggoresnya. Prajurit itu pun terbelalak.

Memicingkan mata kesal sekaligus jengah, Ayu Shita mengayunkan tangan kanannya seketika membuat prajurit itu berteriak kesakitan. Dyah Iswara perlahan membuka matanya saat mendengar teriakan yang saling bersahutan. Tubuhnya sudah lemas sekali, untuk berdiri saja dirinya tak sanggup. Ibunya juga meringkuk tak berdaya di pelukannya.

Mereka telah dikurung selama berhari-hari dengan makanan seadanya. Bau di dalam penjara sampai tidak karuan lantaran mereka dilarang untuk buang air kecil dan besar di luar. Alhasil bau pesing dan kotoran menyerbak membuat beberapa dari mereka muntah-muntah. Ditambah bau busuk dari mayat yang meninggal karena kelaparan dan depresi semakin memperparah mimpi buruk mereka.

Suara teriakan berhenti, terdengar seseorang mendekat, tiba-tiba pintu kayu dihancurkan dan sosok Ayu Shita membuat Dyah Iswara dan yang lain menangis lega.

"Ibu...," Dyah Iswara membangunkan Adiratna yang masih terpejam. "Shita datang menyelamatkan kita."

Ayu Shita menatap pemandangan di hadapannya dengan kaku. Darahnya mendidih melihat mereka diperlakukan seperti hewan yang dikurung di kandang yang kotor dan bau. Dirinya bersumpah setelah ini akan membunuh Satria.

"Di luar sedang ada peperangan. Kami datang untuk merebut kembali Kertasena. Setelah membebaskan kalian, saya akan memanggil bantuan untuk mengeluarkan kalian," jelas Ayu Shita penuh cemas tapi mencoba tetap tenang. Dia menghancurkan pintu penjara yang lain agar semua penduduk yang terkurung di dalam dapat terbebas. Matanya meneliti semua orang di sana dan benar saja, sosok orangtuanya tidak ada.

Dengan kata lain, mereka bertiga telah dibunuh dihari pertama.

Ditengah hujan deras, Ayu Shita berlari dipenuhi amarah yang membara. Tangannya bergetar menggenggam pedang dengan sangat erat. Di tengah perjalanan, matanya terbelalak melihat Mahisa Aryan tertunduk berdiri dengan tatapan kosong melihat jasad anaknya. Mencoba memahami perasaan gurunya, Ayu Shita membiarkannya begitu saja karena kehilangan seorang anak apalagi semata wayang pasti sangatlah sulit.

Suara gaduh mulai terdengar menandakan dirinya sudah berada tidak jauh di pusat pertempuran. Sebuah seringai mencuat di bibirnya begitu melihat segerombolan prajurit Satria berlari ke arahnya sambil menodongkan tombak. Dengan lihai Ayu Shita menghindar dan menyerang tanpa membunuh mereka. Antara dia sangat menjunjung tinggi kemanusiaan, atau sebenarnya dia suka menyiksa lantaran membiarkan mereka kesakitan.

Bau amis darah tak membuat Ayu Shita goyah. Dirinya terus melawan tanpa khawatir karena hujan akan dengan cepat menghapus cipratan darah di tubuhnya. Setelah membuat mereka tumbang, dia berlari lagi mencari Satria. Melewati rumah-rumah penduduk, melangkahi mayat di sekelilingnya, dia akhirnya menemukan keberadaan seseorang yang dicari sekaligus Gandawarman.

Gandawarman tampak terengah-engah dengan badan penuh luka, terpojok dan kesulitan menghadapi Satria seorang diri karena Mahisa Aryan tidak ada untuk membantunya. Satria berteriak memerintahkan prajuritnya melakukan sesuatu dan tiba-tiba tiga prajurit mengunci pergerakan Gandawarman dari sisi kiri, kanan dan belakang. Lalu dengan secepat kilat, Satria berlari menusuk perutnya sambil tertawa.

Ayu Shita terperangah untuk sepersekian detik sebelum berteriak memanggil rajanya. "Maharaja!"

Terkejut mendengar teriakan Ayu Shita, Satria menoleh dan itu adalah terakhir kalinya dia melihat wanita yang dicintainya karena Ayu Shita tanpa diduga berlari kencang dan melompat seraya mengarahkan pedangnya ke lehernya dan memotong kepalanya. Semua orang di sana membeku melihat kepala Satria menggelinding. Tubuhnya jatuh ke tanah meninggalkan pedangnya tetap menancap di perut Gandawarman.

Kekasih Sang RatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang