Siapa yang tak mengenal Shanindya Violetta?
Gadis berparas menawan dengan kepala berhias rambut ungu terangnya itu, tentu sangat mudah untuk dikenali.
Si gadis berbadan mungil dengan otak dua seringgit yang berhasil masuk ke dalam sebuah persahabata...
Karna semakin dekat dirimu dengan seseorang, semakin mudah dirimu disakiti. Betul?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[EMPAT PULUH]
SUARA langkah kaki terdengar bergema di sepanjang lorong rumah sakit, membuat beberapa pasien dan juga perawat yang tengah berada di beberapa penjuru lorong menolehkan kepalanya terkejud.
Mendapati seorang laki-laki tampan dengan balutan kaos putih poloslah yang menjadi sumber dari suara bising itu.
Tidak dengan Arga yang kini tengah dilanda rasa panik yang luar biasa, tak memperdulikan tatapan risih atau terganggu dari sekitar. Karna yang ia pikirkan saat ini adalah sampai di dalam kamar yang Shanin tempati.
Sempat bernapas lega saat matanya berhasil menemukan kamar bernomor 2021, sebelum ramainya suasana kembali membuat detak jantung Arga berpacu. Mendapati dua orang Dokter, seoarang perawat dan sosok yang tak lain dan tak bukan adalah Shanaya.
Manik Arga melirik sekitar, berusaha menerobos keramaian dan berakhir mendapati Shanin yang kini tengah tertidur lelap diatas ranjang rumah sakit.
"Arga, kamu datang?" salah seorang Dokter menyapa kala mendapati Arga dengan panik menghampiri pasiennya.
"Om, ini kenapa? Shanin kenapa?" tanya cowok itu dengan tangan yang ia pergunakan untuk mengusap wajah pucat Shanin lembut. Berakhir membelai rambut ungu tergerai gadisnya penuh rasa khawatir.
"Panick attack--" ujar Dokter Fajar sembari membenarkan posisi kacamatanya, "Shanin sempat terkena serangan panik tadi."
Dahi Arga mengernyit, berita baru yang tak pernah ia dengar atau ketahui sebelumnya membuat wajahnya terdiam kaku, "Penyebabnya?"
"Stress yang berlebih atau bisa jadi trauma yang pernah ia alami di masa lalu. Kita masih harus mencari tahu lebih lanjut," Balas Dokter Fajar serius, "Om sudah kasih obat penenang, biarkan dia tidur terlebih dahulu."
Mengangguk mengerti dengan pesan yang Dokter Fajar berikan, Arga beralih menuju kursi tunggu yang berada tepat di sisi ranjang Shanin yang kini terbaring lemah. Menunggu gadis itu untuk setidaknya mengerjapkan manik dan menyadari kehadirannya.
Meski kini yang Arga dapatkan hanya hembusan napas tipis gadis itu, tak melihat dirinya membuka mata barang sedikitpun. Tertidur pulas layaknya seorang putri yang menunggu pangerannya untuk datang dan menciumnya.
Baru menyadari kehadiran Shanaya yang sedari tadi sibuk memperhatikan kelakuan menggemaskan Arga dari balik punggungnya. Itupun karna suara deheman yang gadis itu keluarkan, jika tidak, sepertinya Arga tak akan pernah menyadari kehadiran Shanaya.