Siapa yang tak mengenal Shanindya Violetta?
Gadis berparas menawan dengan kepala berhias rambut ungu terangnya itu, tentu sangat mudah untuk dikenali.
Si gadis berbadan mungil dengan otak dua seringgit yang berhasil masuk ke dalam sebuah persahabata...
He wasn't part of the plan, but somehow, he felt like home
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[LIMAPULUH DUA]
"KENAPA nempel bangetsih duduknya?"
Shanin, dengan risihnya mencoba mendorong Al dan Raynzal yang saat ini tengah berada disisi kanan dan kirinya. Terlalu dekat sampai dirinya tak bisa bernapas meskipun hal tersebut tentu tak berhasil karna justru kedua orang itu terlihat semakin lekat padanya.
Seperti seekor Doberman terlatih yang menjaga pawangnya.
Sedangkan Arga, Arkan, Derren dan Richard terlihat sibuk menatap sekitar. Seakan mencari mangsa yang ingin mereka makan dan kunyah hidup-hidup. Ketujuh orang itu kini tengah berada di area lapangan basket, tepatnya dikursi para penonton yang berada dipinggir lapangan.
"Aduh!" Geram Shanin sembari berdiri dari posisi duduknya, "Shanin tuh lagi gambar! Nanti PR Shanin gak selesai!"
"Yakan tinggal gambar, siapa yang gangguin coba?" Jawab Raynzal yang hanya gadis berambut ungu yang siang ini ia biarkan tergerai itu mengembuskan napas tak terima.
"Shanin ngerjain di kelas aja kalo gitu!" "Iya-iya oke, gak digangguin lagi." Timpal Al cepat yang segera menggeserkan bokongnya menjauh.
"Janji kelingking?" Sambut Shanin sembari mengulurkan tangan kanannya ke arah Al yang segera cowok itu sambut.
Meskipun beberapa saat kemudian,—tepatnya saat sebuah bola basket hampir mengenai Shanin kalau saja Arkan tak menepisnya, baik Al dan Raynzal maupun keempat cowok itu terlihat membentuk sebuah lingkaran untuk melindungi Shanin.
"BANGSAT, SIAPA ITU?!" Bentak Raynzal yang membuat adik kelas mereka gemetar ketakutan. "Lo cari ribut?" Tambah Al yang segera mendapati tepukan kuat pada punggungnya.
"Gak boleh gitu! Kan Shanin udah bilang, jangan galak-galak!" Marah Shanin sembari bertolak pinggang, "Ini apasih aduh panas banget Shanin ditempelin gini!" Usirnya di akhir dan memecah lingkaran yang berada disekitarnya.
"Jujur deh sama Shanin—" katanya tiba-tiba, membuat semua mata memandangnya dengan was-was, takut jika Shanin menyadari apa yang tengah mereka lakukan.
"Kalian lagi main sesuatu tapi gak mau ajak Shanin, kan?"
Glek, Richard menelan salivanya berat. Mencoba untuk tak terpancing dengan tembakkan Shanin yang hampir tepat, "Iya. Kita lagi main benteng, jadi lo gak boleh disentuh sama orang lain."
Shanin mengernyitkan dahinya, "Mainan macam apa itu?"
"Adalah pokoknya, intinya cuman kita berenam yang boleh nyentuh lo. Terhitung mulai hari ini."
"Shanin gak mau main." Tolak gadis itu yang terlihat mulai membereskan iPadnya ke dalam sebuah tas kecil berwarna pink, "Shanin mau makan dikantin aja."