Siapa yang tak mengenal Shanindya Violetta?
Gadis berparas menawan dengan kepala berhias rambut ungu terangnya itu, tentu sangat mudah untuk dikenali.
Si gadis berbadan mungil dengan otak dua seringgit yang berhasil masuk ke dalam sebuah persahabata...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[LIMAPULUH TIGA]
ANGIN mendung sore menyapu pelan rerumputan pemakaman Steve, membawa aroma bunga krisan yang layu yang entah mengapa mendatangkan rasa trauma sendiri akan tempat hening ini. Langit mendung itu, bahkan seolah menyesuaikan suasana hati ke-tujuh pendatang yang masih nampak berbalutkan seragam sekolah.
Shanin berdiri paling depan dengan sebuah bucket dalam pelukan, memandangi nisan Steve yang kini sudah dipenui taburan kelopak bunga. Tersenyum hampa disaat hari ini, adalah hari dimana tepat setahun kepergian Steve.
Dari arah belakangnya, tak ada yang bersuara. Hanya keheningan yang menyapa beberapa menit, menandakan kerinduan yang tak akan pernah selesai pada salah satu teman terbaik mereka. Hingga satu buah tarikan ingus terdengar dalam keheningan, dan sudah pasti kalian tahu suara itu berasal dari siapa.
"Udah setahun aja, Nyet," lirih Al dengan nada setengah bercanda, tapi tentu nada seraknya mematahkan segalanya.
"Happy kan lo disana?" Ikut Richard sembari berjongkok dan mengeluarkan sebungkus permen dari kantung celana, "Oleh-oleh, siapa tau butuh yang manis-manis."
Shanin mendengus atas canda menenangkan yang Richard lontarkan, karna jujur, mereka memang membutuhkan celotehan asal itu agar suasana tak terlalu menyakitkan. Dirinya memang tak mengenal Steve sedalam mereka, sudah pasti. Tapi beban kehilangan itu terasa, beban yang masih menghantui untuk menyalahkan dirinya secara diam, dalam dan perlahan.
Menyadari perubahan kepala tertunduk Shanin, Arga yang berada di belakangnya mencoba untuk mengusap puncak kepala gadis itu. Seakan mengetahui apa yang tengah gadisnya pikirkan. Tak lama memang, karna suara petir yang menyambar di sore menjelang malam ini membuat kepala mereka semua terangkat.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Bentar lagi ujan, mending kita balik." Ucap Derren setelah menyelesikan doanya dalam hati, memikirkan kondisi kendaraan mereka yang terparkir jauh dari makam Steve yang berada cukup ujung dari pintu masuk utama.