7• Menunggu Untuk Kembali

4.2K 627 107
                                        


masa lalu itu menghadang, menghantui dirinya dengan bayang-bayang, seakan memberitahukan kalau hari bahagia tak akan pernah datang

masa lalu itu menghadang, menghantui dirinya dengan bayang-bayang, seakan memberitahukan kalau hari bahagia tak akan pernah datang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.








[TUJUH]

SEJAK  kejadian di atap sekolah beberapa jam lalu, keberadaan Arga menjadi satu-satunya hal yang dipertanyakan. Cowok itu tak memperlihatkan batang hidungnya tepat saat mereka berpisah siang tadi.

Meninggalkan begitu banyak pertanyaan di benak Shanin, meski dirinya tak ingin mengambil kesimpulan bodoh. Tetap menunggu kabar dari Arga dengan terus-menerus menatap ponsel yang dirinya letakkan diatas meja:

"Itu monyet belum ngabarin?"

Raynzal, yang masih setia dengan stick billiard ditangan bersuara. Sudah gatal karna memperhatikan Shanin yang tak bergerak barang sedikitpun dari sofa depan televisi.

Disusul perhatian Arkan dan Derren dari arah minibar kepunyaan Arga. Kedua cowok yang tengah sibuk meneguk minumannya itu kini berpaling.

"Kira-kira, dia kemana?" Derren lebih dulu bertanya pada sekitar.

Membuat ke-empat sahabatnya itu menghentikan aktivitasnya, mencoba berpikir meski dengan otak kosong.

"Casta?" respon Al asal, menghadirkan lemparan bola billiard dari arah Raynzal yang mendarat tepat mengenai bokongnya.

Meperdengarkan ringisan disertai umpatan tertahan Al setelahnya.

"Jangan gila, ada masalah apa dia sampe ke bar busuk itu lagi?" seru cowok bertato itu tak terima dengan sesekali memberikan lirikan ke arah Shanin.

Tak ingin gadis itu semakin cemas akibat ucapan tak berdasar Al.

"Shanin pulang aja."

Dari balik sofa cokelat itu, suara sendu Shanin terdengar. Memilih bangkit malas sebelum menarik ransel ungunya.

Pergerakan yang sontak membuat Arkan ikut berdiri dari posisi nyamannya, berniat mengikuti Shanin beranjak sebelum tubuh gadis itu berputar. Menghadap Arkan diikuti gelengan kepala.

"Kenapa? Gak mau gue anterin?" tanya cowok itu yang segera Shanin balas dengan gelengan singkat, "Terus mau pulang sendiri?"

Kali ini, Shanin mengangguk.

Anggukan yang tidak mendapati respon menyenangkan dari arah sekitar. Tentu tak mendapatkan persetujuan. Terutama dari arah Raynzal dan Richard yang dengan otomatis bergerak dari posisinya.

"Sama gue." Seru Richard sesaat setelah dirinya meletakkan puntung rokok diatas asbak, sebelum penolakan kedua datang dari arah gadis yang sama.

"Richard juga tadikan abis minum."

"Gue enggak," sambar Raynzal setelah memberikan stick billiard miliknya kepada Richard, "Ayok gue anterin."

"Shanin pulang—"

Shanin's Diary II (Open Pre Order)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang