15• Jalan Berkabut

3.2K 522 144
                                        


ketika jalan yang aku lalui untuk mengejarmu semakin lama semakin dipenuhi kabut, apa lagi yang bisa aku lakukan selain berhenti?

ketika jalan yang aku lalui untuk mengejarmu semakin lama semakin dipenuhi kabut, apa lagi yang bisa aku lakukan selain berhenti?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



[LIMA BELAS]

"BANGSAT."

Langkah Arkan berhenti tepat saat dirinya selesai membaca pesan yang masuk di dalam ponsel miliknya.

Diikuti umpatan tertahan, Shanin yang saat ini berada persis disebelahnya ikut menolehkan pandangan. Sempat mencoba untuk membaca pesan yang masuk di dalam ponsel Arkan sebelum pemiliknya mematikan layar.

"Dari siapa?" Gadis itu bertanya, mencoba menemukan jawaban meski di akhir hanya sebuah gelengan saja yang Arkan beri.

"Kenapa? Arkan ada masalah?" Sekali lagi bertanya, sekali lagi pula cowok itu menggeleng.

Berusaha untuk menyembunyikan kegugupannya dibalik senyum palsu yang siang ini dirinya keluarkan.

Sudah berniat untuk melanjutkan langkah sebelum genggaman Shanin menghentikannya.

"Pergi aja, Shanin bisa ke perpustakaan sendiri."

"Enggak, gue temenin." Tolaknya cepat sebelum percobaan kedua dirinya lakukan.

Percobaan yang kembali Shanin hadang dengan genggaman, "Shanin tau Arkan lagi ada masalah. Shanin beneran gak pa-pa sendiri, sekarang udah gak ada lagi yang bully Shanin."

Dalam diam cowok itu menimang, hingga satu pesan yang kembali datang, berhasil menggoyahkan pertahanan Arkan.

"Gue pergi sebentar, lo tunggu di perpustakaan jangan keluyuran."

"Iya."

"Ke kelasnya tunggu gue balik lagi."

"Iya, Arkan."

"Kalo ada yang cari gara-gara, bilang apa?" Tanya cowok itu, berusaha memastikan ajaran yang sudah berbulan-bulan ini dirinya beri.

Dengan sigap, Shanin berdeham, "Shanin temennya Arkan, Richard, Raynzal, Derren, Al sama Steve. Kalian berani lawan mereka? Gitukan?"

Jawaban yang berhasil menarik naik senyum dibibir Arkan, bahkan tanpa sadar ia mengusap puncak kepala Shanin bangga.

"Pinter. Kalo ada apa-apa telfon—"

"Telfon Al karna dia yang paling sering megang ponsel." Sambar gadis itu gemas, "Shanin paham, Arkan cepetan pergi."

"Jangan berantem!" Untuk pesan itu, tak ada alasan lagi bagi Shanin untuk tidak mendorong tubuh Arkan agar menjauh.

Meminta cowok itu untuk segera beranjak dari sisinya dan menyelesaikan apapun itu hal yang tengah mengganggu pikirannya.

Masih setia dengan pandangannya ke arah Shanin, sampai sosok itu benar-benar menghilang ke arah anak tangga. Meninggalkan Shanin seorang diri untuk kali pertamanya selama setahun belakangan.

Shanin's Diary II (Open Pre Order)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang